Israel Perlu Persiapan Setahun Lebih untuk Bisa Serang Iran Secara Total
Selasa, 26 Oktober 2021 - 10:23 WIB
TEL AVIV - Ketika desas-desus terus muncul di media Israel tentang dampak dari penambahan anggaran baru untuk mempersiapkan kemungkinan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, surat kabar Israel mengungkap data baru.
Menurut The Times of Israel, dibutuhkan lebih dari satu tahun untuk sepenuhnya menyusun rencana serangan semacam itu.
The Times of Israel melaporkan pada Senin (25/10/2021) bahwa mereka "telah mengetahui" beberapa aspek dari rencana tersebut saat ini dalam tahap "draf" dan mungkin siap dimulai pada awal 2022.
Sementara bagian operasi yang lebih kompleks dapat memakan waktu lebih dari satu tahun untuk menjadi "sepenuhnya dapat ditindaklanjuti."
“Pasukan Pertahanan Israel (IDF) harus mengatasi beberapa aspek kunci dari operasi semacam itu, termasuk mencapai fasilitas Iran yang terkubur jauh di bawah tanah, bertahan dari jaringan pertahanan udara canggih Iran, dan bersiap menghadapi pembalasan Iran terhadap Israel dan sekutunya di seluruh kawasan,” ungkap laporan Times of Israel.
Serangan udara reguler terhadap target Suriah, yang sering diklaim Israel sebagai Iran, juga membantu Angkatan Udara Israel (IAF) mempersiapkan operasi melawan Iran secara langsung.
Melalui serangan rahasia dan ilegal itu, pilot Israel menjadi terbiasa dengan beberapa radar canggih, sistem rudal, dan pusat komando yang mungkin mereka hadapi di Iran.
“Mengingat peningkatan kemampuan pertahanan Suriah dan Iran yang baru ini, IAF dalam beberapa bulan terakhir telah memperbarui metodenya, menggunakan formasi yang lebih besar dengan lebih banyak pesawat melakukan serangan pada lebih banyak target pada satu waktu, daripada melakukan lebih banyak serangan menggunakan formasi yang lebih kecil,” tulis Times of Israel.
Seperti dilaporkan Sputnik, beberapa dari taktik tersebut termasuk meluncurkan serangan udara saat pesawat sipil, atau bahkan pesawat tempur Rusia, seperti dalam satu serangan 2018, berada di wilayah udara terdekat.
Israel juga berlatih menghalangi sistem pertahanan udara Suriah untuk menembak karena takut mengenai orang-orang yang berada di sekitarnya. Israel telah membantah menggunakan taktik seperti itu.
Laporan Times of Israel tampaknya bertentangan dengan laporan pada Jumat oleh Channel 12 News Israel, yang mengklaim Kepala Staf IDF Aviv Kochavi telah mengarahkan IAF untuk berlatih "secara intensif" untuk serangan terhadap fasilitas yang menjadi pusat program nuklir Iran.
Pekan lalu, Yerusalem menyetujui tambahan USD1,5 miliar untuk anggaran tahun depan demi membiayai persiapan serangan ke Iran.
Langkah itu dilakukan di tengah ketidakpastian tentang prospek keberhasilan dalam putaran pembicaraan nuklir di Wina yang bertujuan memulihkan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015. Israel selalu menentang kesepakatan nuklir itu.
Terlepas dari pesimisme Israel, Amerika Serikat (AS) dan Iran sama-sama menyatakan keinginan untuk kembali ke Wina dan mencapai kesepakatan yang langgeng.
Putaran ketujuh diperkirakan akan dimulai pekan depan, yang pertama sejak Presiden Iran Ebrahim Raisi dilantik pada Agustus.
Pemerintahan Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2018 berdasarkan klaim yang tidak berdasar bahwa Iran diam-diam melanggarnya.
JCPOA secara tajam membatasi kualitas dan kuantitas uranium yang dapat diperkaya Iran, mengizinkan sejumlah kecil uranium untuk beberapa pembangkit listrik tenaga nuklir dan penelitian medis.
Namun, setelah langkah AS, yang mengembalikan sanksi ekonomi yang merusak dan memperburuk pandemi COVID-19 di Iran, Teheran mulai mengurangi komitmennya terhadap kesepakatan itu.
Pada Senin, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan Iran telah mulai memperluas pengayaan uraniumnya di pabrik pengayaan bahan bakar Natanz di luar batas yang ditetapkan sendiri sebesar 20%.
Meski demikian, IAEA mencatat Iran tidak benar-benar menyimpan uranium pengayaan yang lebih tinggi.
Membuat bom nuklir membutuhkan kemurnian uranium lebih dari 90%. Teheran bersumpah tidak menginginkan senjata nuklir dan menyangkal tuduhan Iran akan membuatnya.
Bulan lalu, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengatakan, "pendekatan AS saat ini untuk mengembalikan program nuklir Iran ke dalam kotak" adalah sesuatu yang dia "terima", mengacu pada pembicaraan Wina.
Dia mengharapkan Washington memiliki " Rencana B” jika mereka gagal. Dia secara tidak langsung menyebut serangan sepihak oleh Israel sebagai “Rencana C.”
Menurut The Times of Israel, dibutuhkan lebih dari satu tahun untuk sepenuhnya menyusun rencana serangan semacam itu.
The Times of Israel melaporkan pada Senin (25/10/2021) bahwa mereka "telah mengetahui" beberapa aspek dari rencana tersebut saat ini dalam tahap "draf" dan mungkin siap dimulai pada awal 2022.
Sementara bagian operasi yang lebih kompleks dapat memakan waktu lebih dari satu tahun untuk menjadi "sepenuhnya dapat ditindaklanjuti."
“Pasukan Pertahanan Israel (IDF) harus mengatasi beberapa aspek kunci dari operasi semacam itu, termasuk mencapai fasilitas Iran yang terkubur jauh di bawah tanah, bertahan dari jaringan pertahanan udara canggih Iran, dan bersiap menghadapi pembalasan Iran terhadap Israel dan sekutunya di seluruh kawasan,” ungkap laporan Times of Israel.
Serangan udara reguler terhadap target Suriah, yang sering diklaim Israel sebagai Iran, juga membantu Angkatan Udara Israel (IAF) mempersiapkan operasi melawan Iran secara langsung.
Melalui serangan rahasia dan ilegal itu, pilot Israel menjadi terbiasa dengan beberapa radar canggih, sistem rudal, dan pusat komando yang mungkin mereka hadapi di Iran.
“Mengingat peningkatan kemampuan pertahanan Suriah dan Iran yang baru ini, IAF dalam beberapa bulan terakhir telah memperbarui metodenya, menggunakan formasi yang lebih besar dengan lebih banyak pesawat melakukan serangan pada lebih banyak target pada satu waktu, daripada melakukan lebih banyak serangan menggunakan formasi yang lebih kecil,” tulis Times of Israel.
Seperti dilaporkan Sputnik, beberapa dari taktik tersebut termasuk meluncurkan serangan udara saat pesawat sipil, atau bahkan pesawat tempur Rusia, seperti dalam satu serangan 2018, berada di wilayah udara terdekat.
Israel juga berlatih menghalangi sistem pertahanan udara Suriah untuk menembak karena takut mengenai orang-orang yang berada di sekitarnya. Israel telah membantah menggunakan taktik seperti itu.
Laporan Times of Israel tampaknya bertentangan dengan laporan pada Jumat oleh Channel 12 News Israel, yang mengklaim Kepala Staf IDF Aviv Kochavi telah mengarahkan IAF untuk berlatih "secara intensif" untuk serangan terhadap fasilitas yang menjadi pusat program nuklir Iran.
Pekan lalu, Yerusalem menyetujui tambahan USD1,5 miliar untuk anggaran tahun depan demi membiayai persiapan serangan ke Iran.
Langkah itu dilakukan di tengah ketidakpastian tentang prospek keberhasilan dalam putaran pembicaraan nuklir di Wina yang bertujuan memulihkan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015. Israel selalu menentang kesepakatan nuklir itu.
Terlepas dari pesimisme Israel, Amerika Serikat (AS) dan Iran sama-sama menyatakan keinginan untuk kembali ke Wina dan mencapai kesepakatan yang langgeng.
Putaran ketujuh diperkirakan akan dimulai pekan depan, yang pertama sejak Presiden Iran Ebrahim Raisi dilantik pada Agustus.
Pemerintahan Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2018 berdasarkan klaim yang tidak berdasar bahwa Iran diam-diam melanggarnya.
JCPOA secara tajam membatasi kualitas dan kuantitas uranium yang dapat diperkaya Iran, mengizinkan sejumlah kecil uranium untuk beberapa pembangkit listrik tenaga nuklir dan penelitian medis.
Namun, setelah langkah AS, yang mengembalikan sanksi ekonomi yang merusak dan memperburuk pandemi COVID-19 di Iran, Teheran mulai mengurangi komitmennya terhadap kesepakatan itu.
Pada Senin, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan Iran telah mulai memperluas pengayaan uraniumnya di pabrik pengayaan bahan bakar Natanz di luar batas yang ditetapkan sendiri sebesar 20%.
Meski demikian, IAEA mencatat Iran tidak benar-benar menyimpan uranium pengayaan yang lebih tinggi.
Membuat bom nuklir membutuhkan kemurnian uranium lebih dari 90%. Teheran bersumpah tidak menginginkan senjata nuklir dan menyangkal tuduhan Iran akan membuatnya.
Bulan lalu, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengatakan, "pendekatan AS saat ini untuk mengembalikan program nuklir Iran ke dalam kotak" adalah sesuatu yang dia "terima", mengacu pada pembicaraan Wina.
Dia mengharapkan Washington memiliki " Rencana B” jika mereka gagal. Dia secara tidak langsung menyebut serangan sepihak oleh Israel sebagai “Rencana C.”
(sya)
tulis komentar anda