Bak Dinosaurus, Kapal Selam Nuklir Australia Rp1.425 Triliun Tak Akan Berguna
Senin, 27 September 2021 - 10:38 WIB
CANBERRA - Delapan kapal selam bertenaga nuklir yang akan dibeli Australia dinilai tidak akan berguna saat perang pecah. Pakar mengibaratkan nasib senjata dengan total biaya senilai USD100 miliar (lebih dari Rp1.425 triliun) akan seperti dinosaurus di dalam lautan.
Australia, Amerika Serikat (AS) dan Inggris telah membentuk pakta keamanan baru yang dikenal sebagai aliansi AUKUS. Perjanjian dalam aliansi ini mencakup pembuatan delapan kapal selam bertenaga nuklir untuk Canberra dengan bantuan Washington dan London. Kapal-kapal selam bertenaga nuklir itu paling cepat akan diterima tahun 2050 mendatang.
Keputusan itu membuat Australia "merobek" kesepakatan pembelian kapal selam bertenaga listrik diesel dari Prancis senilai USD90 miliar. Hal itulah yang membuat kedua negara terlibat pertengkaran diplomatik.
Profesor emeritus di Universitas Nasional Australia, Roger Bradbury, mengkritik keras impian kapal selam nuklir Australia dengan mengibaratkan nasibnya seperti dinosaurus di dalam lautan.
“Kapal-kapal selam...hanya punya satu trik besar. Mereka diam-diam. Tetapi jika, dalam suatu konflik, sebuah kapal selam dapat dideteksi, ia akan mati,” katanya.
Dalam sebuah esai singkat yang diterbitkan oleh Defense Connect, dia menjelaskan apa artinya ini bagi mesin yang sangat kompleks dan mahal tersebut.
Bradbury mengatakan dia dan tim analis mengidentifikasi serangkaian tren teknologi yang dapat memengaruhi perang kapal selam. Kesimpulan yang dibantu artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, katanya, memprediksi lautan akan menjadi "transparan" pada tahun 2050-an.
“Lautan transparan akan menjadi hasil dari integrasi mendatang dari sistem penginderaan yang belum dikembangkan, dan kemungkinan akan bersatu, ketika itu terjadi, dengan cepat,” katanya memperingatkan.
Australia, Amerika Serikat (AS) dan Inggris telah membentuk pakta keamanan baru yang dikenal sebagai aliansi AUKUS. Perjanjian dalam aliansi ini mencakup pembuatan delapan kapal selam bertenaga nuklir untuk Canberra dengan bantuan Washington dan London. Kapal-kapal selam bertenaga nuklir itu paling cepat akan diterima tahun 2050 mendatang.
Keputusan itu membuat Australia "merobek" kesepakatan pembelian kapal selam bertenaga listrik diesel dari Prancis senilai USD90 miliar. Hal itulah yang membuat kedua negara terlibat pertengkaran diplomatik.
Profesor emeritus di Universitas Nasional Australia, Roger Bradbury, mengkritik keras impian kapal selam nuklir Australia dengan mengibaratkan nasibnya seperti dinosaurus di dalam lautan.
“Kapal-kapal selam...hanya punya satu trik besar. Mereka diam-diam. Tetapi jika, dalam suatu konflik, sebuah kapal selam dapat dideteksi, ia akan mati,” katanya.
Dalam sebuah esai singkat yang diterbitkan oleh Defense Connect, dia menjelaskan apa artinya ini bagi mesin yang sangat kompleks dan mahal tersebut.
Bradbury mengatakan dia dan tim analis mengidentifikasi serangkaian tren teknologi yang dapat memengaruhi perang kapal selam. Kesimpulan yang dibantu artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, katanya, memprediksi lautan akan menjadi "transparan" pada tahun 2050-an.
“Lautan transparan akan menjadi hasil dari integrasi mendatang dari sistem penginderaan yang belum dikembangkan, dan kemungkinan akan bersatu, ketika itu terjadi, dengan cepat,” katanya memperingatkan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda