China atau Aliansi AUKUS? Pakar: Indonesia Harus Pertimbangkan Ancaman Lebih Besar
Selasa, 21 September 2021 - 12:26 WIB
JAKARTA - Indonesia dan Malaysia sudah menyuarakan kekhawatiran pecahnya perlombaan senjata di kawasan Indo-Pasifik setelah Amerika Serikat (AS), Inggris dan Australia membentuk aliansi AUKUS. Aliansi ini dibentuk dengan dalih ada ancaman yang tumbuh dari China .
Di pihak Barat, Prancis juga dibuat jengkel dengan pembentukan aliansi AUKUS. Sebab, kesepakatan dalam aliansi itu mencakup berbagi teknologi kapal selam bertenaga nuklir yang otomatis menghancurkan kontrak pembuatan kapal selam bertenaga diesel Paris untuk Canberra.
Suara keprihatinan Indonesia dan Malaysia atas pembentukan aliansi AUKUS mendapat sorotan pakar internasional karena keduanya dianggap dua anggota kunci ASEAN.
Kewaspadaan di pihak ASEAN penting, terutama karena Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison pekan lalu menggembar-gemborkan pengaturan yang diperlukan untuk stabilitas Indo-Pasifik dan menyebutkan keinginan untuk bekerja dengan blok 10 negara dari negara-negara Asia Tenggara tersebut.
Indonesia dan Malaysia sama-sama memiliki perselisihan dengan kapal-kapal China di Laut China Selatan, wilayah yang luas di mana Beijing telah membuat klaim besar atas sumber daya hidrokarbon dan perikanan.
ASEAN telah berusaha untuk menyeimbangkan hubungan antara ekonomi terbesar dunia, mengandalkan senjata AS untuk menjaga Beijing dari membangun hegemoni regional bahkan ketika mereka menjadi lebih bergantung pada China untuk pertumbuhan ekonomi.
AUKUS berisiko mengubah persamaan itu, meningkatkan kemungkinan konfrontasi AS-China yang dapat memiliki konsekuensi ekonomi dan keamanan nasional.
"Untuk mencegah hasil hegemoni regional China, perlu bagi negara-negara untuk mengambil tindakan diplomatik dan militer, yang pasti akan mengarah pada ketegangan yang lebih besar dan konfrontasi militer," kata Bonnie Glaser, direktur Program Asia di German Marshall Fund of the US.
"Negara-negara Asia Tenggara mungkin harus memilih—mana ancaman yang lebih besar?" lanjut Glaser, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (21/9/2021).
Ketika hubungan AS-China terurai dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara di Indo-Pasifik merasa semakin sulit untuk bernavigasi di antara kedua negara adidaya itu.
AS di era pemerintahan Donald Trump berusaha memaksa negara-negara di dunia untuk menghindari penggunaan peralatan Huawei Technologies Co dalam jaringan 5G, sementara China telah menggunakan pembalasan perdagangan—yang paling menonjol terhadap Australia—untuk memperingatkan negara-negara di dunia agar tidak menantang kepentingannya.
"Negara-negara seperti Singapura, Indonesia, Vietnam dan Filipina, khususnya, mungkin merasa kurang dapat dipertahankan untuk memiliki hubungan keamanan dengan AS dan juga mengelola hubungan dengan Beijing," kata Natasha Kassam, mantan diplomat Australia di China yang sekarang menjadi direktur opini publik dan program kebijakan luar negeri Lowy Institute.
"Ada risiko signifikan bahwa pengumuman AUKUS akan menambah ketidakstabilan di kawasan ini," kata Kassam.
“Australia bertaruh bahwa peningkatan kemampuan dan pencegahan akan mengamankan tatanan regional yang menguntungkan kepentingannya, tetapi tidak dapat mengabaikan kemungkinan perlombaan senjata atau mengasingkan mitra di kawasan ini.”
Di bandara Sydney saat akan terbang ke Washington pada hari Senin, Morrison mengatakan dia sedang mencari cara untuk menciptakan dunia yang lebih aman dan stabil. Dia lawatan ke Washington untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden AS Joe Biden. Dia juga akan menghadiri pertemuan tatap muka pertama dengan para pemimpin aliansi keamanan Quad, yang juga mencakup Jepang dan India, dan bertemu dengan para pemimpin Komisi Eropa dan Dewan Eropa.
Sementara Morrison telah menghabiskan sebagian besar beberapa hari terakhir berusaha untuk menenangkan Prancis, duta besar Australia untuk ASEAN merilis pernyataan panjang yang mengatakan dukungan negara itu untuk sentralitas Asia Tenggara tetap teguh seperti sebelumnya."Pakta baru akan memungkinkan kita untuk berbagi teknologi dan kemampuan yang lebih baik," bunyi pernyataan tersebut.
Indonesia adalah negara pertama di kawasan yang mengkritik pembentukan aliansi AUKUS, dengan mengatakan pihaknya sangat prihatin atas berlanjutnya perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan di kawasan Indo-Pasifik.
Morrison, saat tiba di New York, mengatakan bahwa dia telah berbicara dengan Presiden Indonesia Joko Widodo untuk meyakinkannya, terutama tentang masalah non-proliferasi dan menjelaskan lebih lanjut pengaturan seputar AUKUS.
Di pihak Barat, Prancis juga dibuat jengkel dengan pembentukan aliansi AUKUS. Sebab, kesepakatan dalam aliansi itu mencakup berbagi teknologi kapal selam bertenaga nuklir yang otomatis menghancurkan kontrak pembuatan kapal selam bertenaga diesel Paris untuk Canberra.
Suara keprihatinan Indonesia dan Malaysia atas pembentukan aliansi AUKUS mendapat sorotan pakar internasional karena keduanya dianggap dua anggota kunci ASEAN.
Kewaspadaan di pihak ASEAN penting, terutama karena Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison pekan lalu menggembar-gemborkan pengaturan yang diperlukan untuk stabilitas Indo-Pasifik dan menyebutkan keinginan untuk bekerja dengan blok 10 negara dari negara-negara Asia Tenggara tersebut.
Indonesia dan Malaysia sama-sama memiliki perselisihan dengan kapal-kapal China di Laut China Selatan, wilayah yang luas di mana Beijing telah membuat klaim besar atas sumber daya hidrokarbon dan perikanan.
ASEAN telah berusaha untuk menyeimbangkan hubungan antara ekonomi terbesar dunia, mengandalkan senjata AS untuk menjaga Beijing dari membangun hegemoni regional bahkan ketika mereka menjadi lebih bergantung pada China untuk pertumbuhan ekonomi.
AUKUS berisiko mengubah persamaan itu, meningkatkan kemungkinan konfrontasi AS-China yang dapat memiliki konsekuensi ekonomi dan keamanan nasional.
"Untuk mencegah hasil hegemoni regional China, perlu bagi negara-negara untuk mengambil tindakan diplomatik dan militer, yang pasti akan mengarah pada ketegangan yang lebih besar dan konfrontasi militer," kata Bonnie Glaser, direktur Program Asia di German Marshall Fund of the US.
"Negara-negara Asia Tenggara mungkin harus memilih—mana ancaman yang lebih besar?" lanjut Glaser, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (21/9/2021).
Ketika hubungan AS-China terurai dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara di Indo-Pasifik merasa semakin sulit untuk bernavigasi di antara kedua negara adidaya itu.
AS di era pemerintahan Donald Trump berusaha memaksa negara-negara di dunia untuk menghindari penggunaan peralatan Huawei Technologies Co dalam jaringan 5G, sementara China telah menggunakan pembalasan perdagangan—yang paling menonjol terhadap Australia—untuk memperingatkan negara-negara di dunia agar tidak menantang kepentingannya.
"Negara-negara seperti Singapura, Indonesia, Vietnam dan Filipina, khususnya, mungkin merasa kurang dapat dipertahankan untuk memiliki hubungan keamanan dengan AS dan juga mengelola hubungan dengan Beijing," kata Natasha Kassam, mantan diplomat Australia di China yang sekarang menjadi direktur opini publik dan program kebijakan luar negeri Lowy Institute.
"Ada risiko signifikan bahwa pengumuman AUKUS akan menambah ketidakstabilan di kawasan ini," kata Kassam.
“Australia bertaruh bahwa peningkatan kemampuan dan pencegahan akan mengamankan tatanan regional yang menguntungkan kepentingannya, tetapi tidak dapat mengabaikan kemungkinan perlombaan senjata atau mengasingkan mitra di kawasan ini.”
Di bandara Sydney saat akan terbang ke Washington pada hari Senin, Morrison mengatakan dia sedang mencari cara untuk menciptakan dunia yang lebih aman dan stabil. Dia lawatan ke Washington untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden AS Joe Biden. Dia juga akan menghadiri pertemuan tatap muka pertama dengan para pemimpin aliansi keamanan Quad, yang juga mencakup Jepang dan India, dan bertemu dengan para pemimpin Komisi Eropa dan Dewan Eropa.
Sementara Morrison telah menghabiskan sebagian besar beberapa hari terakhir berusaha untuk menenangkan Prancis, duta besar Australia untuk ASEAN merilis pernyataan panjang yang mengatakan dukungan negara itu untuk sentralitas Asia Tenggara tetap teguh seperti sebelumnya."Pakta baru akan memungkinkan kita untuk berbagi teknologi dan kemampuan yang lebih baik," bunyi pernyataan tersebut.
Indonesia adalah negara pertama di kawasan yang mengkritik pembentukan aliansi AUKUS, dengan mengatakan pihaknya sangat prihatin atas berlanjutnya perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan di kawasan Indo-Pasifik.
Morrison, saat tiba di New York, mengatakan bahwa dia telah berbicara dengan Presiden Indonesia Joko Widodo untuk meyakinkannya, terutama tentang masalah non-proliferasi dan menjelaskan lebih lanjut pengaturan seputar AUKUS.
(min)
tulis komentar anda