Intelijen: Al-Qaeda Akan Serang AS Tahun Depan dari Afghanistan
Rabu, 15 September 2021 - 16:31 WIB
WASHINGTON - Kelompok teroris internasional, al-Qaeda ,dapat menyusun dan mendapatkan kembali kekuatannya di Afghanistan untuk mengancam Amerika Serikat (AS) dalam satu sampai dua tahun mendatang. Hal itu diungkapkan kepala intelijen AS, merevisi perkiraan sebelumnya yang dikeluarkan Pentagon .
"Penilaian saat ini, mungkin secara konservatif, adalah satu hingga dua tahun bagi al-Qaeda guna membangun beberapa kemampuan untuk setidaknya mengancam Tanah Air kita," kata Letnan Jenderal Scott Berrier, direktur Badan Intelijen Pertahanan (DIA), pada pertemuan puncak tahunan yang diselenggarakan oleh Aliansi Intelijen dan Keamanan Nasional.
"Bisa dikatakan, DIA tidak akan mengalihkan mata mereka dari bola terorisme," kata Berrier seperti dikutip dari CBS News, Rabu (15/9/2021).
Wakil direktur CIA David Cohen mengatakan pada acara yang sama bahwa badan tersebut mengawasi dengan sangat ketat aktivitas jaringan teror di Afghanistan, menambahkan ada bukti bahwa para militannya kembali ke negara itu.
"(Kami) sudah mulai melihat beberapa indikasi dari beberapa potensi pergerakan al-Qaeda ke Afghanistan," kata Cohen.
"Tapi ini masih awal, dan kami jelas akan mengawasinya dengan cermat," sambungnya.
Taliban, yang menguasai Afghanistan dalam pengambilalihan yang sangat cepat bulan lalu, diketahui telah mempertahankan hubungan dekat dengan al-Qaeda dan dicurigai oleh para analis menyembunyikan tokoh operasi senior kelompok teroris itu.
Kedua pejabat AS itu mengatakan bahwa badan-badan intelijen sedang mengerjakan cara-cara untuk melanjutkan pengumpulan data intelijen tanpa kehadiran pasukan atau kedutaan di negara itu. Mereka mengakui kemampuan saat ini telah berkurang secara signifikan oleh penarikan AS. Anggota parlemen, pakar kontraterorisme, dan mantan pejabat intelijen telah menyatakan keprihatinannya atas betapa andalnya apa yang disebut kemampuan luar biasa tanpa jaringan informan untuk membimbing mereka.
"Kami sedang memikirkan cara bagaimana mendapatkan akses kembali ke Afghanistan dengan segala macam sumber," ujar Berrier.
"Kami memprioritaskan upaya itu," ia menegaskan.
Sedangkan Cohen mengatakan badan tersebut akan berusaha untuk mempertahankan jaringan aset intelijen di Afghanistan, tetapi beroperasi dari jarak jauh dan tidak ada kehadiran fisik bukanlah tantangan "baru" bagi komunitas intelijen.
"Saat kami bekerja dari cakrawala pada prinsipnya...kami juga akan mencari cara untuk bekerja dari dalam cakrawala, sejauh yang memungkinkan," ucap Cohen.
"Tetapi kami akan melakukan pendekatan ini dengan cara kami mendekati misi kontraterorisme di banyak tempat di seluruh dunia selama beberapa tahun, dan saya pikir, sebagai sebuah komunitas, kami terus menjadi lebih baik dan lebih baik dalam melakukan itu," katanya.
Sebelumnya berbicara pada pertemuan puncak pada hari Senin, Direktur Intelijen Nasional Avril Haines mengatakan Afghanistan saat ini tidak berada di urutan teratas daftar ancaman teror internasional, dengan mengatakan "ancaman terbesar" datang dari kelompok-kelompok militan yang beroperasi di Yaman, Somalia, Irak dan Suriah.
"Penilaian saat ini, mungkin secara konservatif, adalah satu hingga dua tahun bagi al-Qaeda guna membangun beberapa kemampuan untuk setidaknya mengancam Tanah Air kita," kata Letnan Jenderal Scott Berrier, direktur Badan Intelijen Pertahanan (DIA), pada pertemuan puncak tahunan yang diselenggarakan oleh Aliansi Intelijen dan Keamanan Nasional.
"Bisa dikatakan, DIA tidak akan mengalihkan mata mereka dari bola terorisme," kata Berrier seperti dikutip dari CBS News, Rabu (15/9/2021).
Wakil direktur CIA David Cohen mengatakan pada acara yang sama bahwa badan tersebut mengawasi dengan sangat ketat aktivitas jaringan teror di Afghanistan, menambahkan ada bukti bahwa para militannya kembali ke negara itu.
"(Kami) sudah mulai melihat beberapa indikasi dari beberapa potensi pergerakan al-Qaeda ke Afghanistan," kata Cohen.
"Tapi ini masih awal, dan kami jelas akan mengawasinya dengan cermat," sambungnya.
Taliban, yang menguasai Afghanistan dalam pengambilalihan yang sangat cepat bulan lalu, diketahui telah mempertahankan hubungan dekat dengan al-Qaeda dan dicurigai oleh para analis menyembunyikan tokoh operasi senior kelompok teroris itu.
Kedua pejabat AS itu mengatakan bahwa badan-badan intelijen sedang mengerjakan cara-cara untuk melanjutkan pengumpulan data intelijen tanpa kehadiran pasukan atau kedutaan di negara itu. Mereka mengakui kemampuan saat ini telah berkurang secara signifikan oleh penarikan AS. Anggota parlemen, pakar kontraterorisme, dan mantan pejabat intelijen telah menyatakan keprihatinannya atas betapa andalnya apa yang disebut kemampuan luar biasa tanpa jaringan informan untuk membimbing mereka.
"Kami sedang memikirkan cara bagaimana mendapatkan akses kembali ke Afghanistan dengan segala macam sumber," ujar Berrier.
"Kami memprioritaskan upaya itu," ia menegaskan.
Sedangkan Cohen mengatakan badan tersebut akan berusaha untuk mempertahankan jaringan aset intelijen di Afghanistan, tetapi beroperasi dari jarak jauh dan tidak ada kehadiran fisik bukanlah tantangan "baru" bagi komunitas intelijen.
"Saat kami bekerja dari cakrawala pada prinsipnya...kami juga akan mencari cara untuk bekerja dari dalam cakrawala, sejauh yang memungkinkan," ucap Cohen.
"Tetapi kami akan melakukan pendekatan ini dengan cara kami mendekati misi kontraterorisme di banyak tempat di seluruh dunia selama beberapa tahun, dan saya pikir, sebagai sebuah komunitas, kami terus menjadi lebih baik dan lebih baik dalam melakukan itu," katanya.
Sebelumnya berbicara pada pertemuan puncak pada hari Senin, Direktur Intelijen Nasional Avril Haines mengatakan Afghanistan saat ini tidak berada di urutan teratas daftar ancaman teror internasional, dengan mengatakan "ancaman terbesar" datang dari kelompok-kelompok militan yang beroperasi di Yaman, Somalia, Irak dan Suriah.
(ian)
tulis komentar anda