Penyiar TV Wanita Pertama yang Wawancarai Taliban Kabur dari Afghanistan

Sabtu, 04 September 2021 - 09:38 WIB
Tetapi Arghand mengatakan bahwa di luar kamera, fasad moderat Taliban segera runtuh, dan di hari-hari berikutnya hidupnya berubah menjadi mimpi buruk. Taliban memerintahkan Tolo News untuk membuat semua wanita mengenakan jilbab, syal yang menutupi kepala mereka tetapi membiarkan wajahnya terbuka. Taliban juga menangguhkan penyiar wanita di stasiun lain.

Dia mengatakan kelompok militan Islam itu meminta media lokal untuk berhenti berbicara tentang pengambilalihan dan kekuasaan mereka. “Bila Anda tidak dapat [bahkan] mengajukan pertanyaan yang mudah, bagaimana Anda bisa menjadi seorang jurnalis?” tanya Arghand.



Dia mengatakan banyak rekan jurnalis perempuannya telah meninggalkan negara itu meskipun ada jaminan Taliban bahwa kebebasan media meningkat setiap hari dan bahwa perempuan akan memiliki akses ke pendidikan dan pekerjaan. Saat dia melihat situasi di stasiun beritanya memburuk untuk wanita, Arghand merasa terlalu berisiko baginya untuk tetap tinggal di Afghanistan.

Dia, bersama Ibu, saudara perempuan dan saudara laki-lakinya, berhasil mengatur evakuasi ke Qatar dengan bantuan Malala Yousafzai, gadis pemenang hadiah Nobel yang selamat setelah ditembak kepalanya oleh seorang pria bersenjata Taliban Pakistan pada tahun 2012 karena kampanyenya untuk pendidikan perempuan dan anak perempuan.

Setelah Afghanistan jatuh ke tangan Taliban, Arghand sempat mewawancarai Malala Yousafzai. Beberapa hari kemudian, dia memintanya untuk membantu melarikan diri dari negara itu sebagai bagian dari evakuasi yang dipimpin Amerika Serikat.

“Saya menelepon Malala dan bertanya apakah dia bisa melakukan sesuatu untuk saya,” katanya.

Terlepas dari janji Taliban untuk memberi perempuan hak untuk belajar dan bekerja di bawah rezim baru mereka, laporan dari seluruh negeri mulai menceritakan kisah yang berbeda. Pada hari Minggu di Kandahar, jantung dari Taliban, presenter perempuan dilarang bekerja untuk radio dan televisi. Di seluruh negeri, perempuan dilarang masuk universitas, sekolah perempuan ditutup, polisi perempuan diancam dan perempuan di beberapa daerah tidak lagi diizinkan keluar tanpa pendamping.

Meskipun berhasil tiba di Doha bersama keluarganya pada 24 Agustus, Arghand mengatakan dia berjuang dengan semua yang dia tinggalkan, dari rumahnya hingga karier yang dia cintai.

“Ketika saya duduk di pesawat, saya berkata pada diri sendiri: sekarang Anda tidak punya apa-apa,” katanya, seperti dilansir The Guardian.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More