Puluhan Wanita India Dijual di Aplikasi Online Hanya karena Mereka Muslim
Sabtu, 10 Juli 2021 - 20:01 WIB
Pekan lalu, lebih dari 200 aktor, musisi, jurnalis, dan pejabat pemerintah terkemuka dari penjuru dunia menulis surat terbuka, mendesak CEO Facebook, Google, TikTok, dan Twitter menjadikan keselamatan perempuan sebagai "prioritas".
"Internet adalah alun-alun kota abad ke-21. Di situlah perdebatan terjadi, komunitas dibangun, produk dijual dan reputasi dibuat. Tetapi skala pelecehan online berarti, bagi terlalu banyak wanita, alun-alun kota digital ini tidak aman," papar mereka.
Laporan Amnesty International tentang pelecehan online di India tahun lalu menunjukkan semakin vokal seorang wanita, semakin dia menjadi sasaran.
Dan sama seperti perempuan kulit hitam yang lebih cenderung dipilih di Inggris dan Amerika Serikat (AS), perempuan dari agama minoritas dan kasta yang kurang beruntung lebih banyak dilecehkan di India.
Nazia Erum, penulis dan mantan juru bicara Amnesty di India, mengatakan ada beberapa wanita Muslim di media sosial dan mereka "diburu dan dihantui".
"Serangan yang ditargetkan dan direncanakan ini adalah upaya mengambil mikrofon dari wanita Muslim berpendidikan yang mengekspresikan pendapat mereka dan berbicara menentang Islamofobia. Ini adalah upaya membungkam mereka, mempermalukan mereka, mengambil ruang yang mereka tempati," papar mereka.
Amin mengatakan, “Para peleceh itu tidak takut karena mereka tahu mereka akan lolos begitu saja."
Dia menunjuk pada beberapa kasus kekejaman baru-baru ini terhadap Muslim yang didorong para pendukung partai BJP yang berkuasa, seperti seorang menteri pemerintah yang mengikat delapan orang Hindu yang dihukum karena hukuman mati tanpa pengadilan, dan menteri penyiaran baru negara itu yang terlihat tahun lalu dalam video viral menyerukan kerumunan massa Hindu untuk "menembak Muslim".
Bagi para wanita yang identitasnya diambil dan digunakan aplikasi "Sulli Deals", perjuangan untuk keadilan bisa berlangsung lama dan sulit. Tapi mereka bertekad untuk mendapatkannya.
"Jika polisi tidak menemukan mereka yang menjual kami, saya akan pergi ke pengadilan. Aku akan mengejarnya sampai akhir," ujar Khan.
"Internet adalah alun-alun kota abad ke-21. Di situlah perdebatan terjadi, komunitas dibangun, produk dijual dan reputasi dibuat. Tetapi skala pelecehan online berarti, bagi terlalu banyak wanita, alun-alun kota digital ini tidak aman," papar mereka.
Laporan Amnesty International tentang pelecehan online di India tahun lalu menunjukkan semakin vokal seorang wanita, semakin dia menjadi sasaran.
Dan sama seperti perempuan kulit hitam yang lebih cenderung dipilih di Inggris dan Amerika Serikat (AS), perempuan dari agama minoritas dan kasta yang kurang beruntung lebih banyak dilecehkan di India.
Nazia Erum, penulis dan mantan juru bicara Amnesty di India, mengatakan ada beberapa wanita Muslim di media sosial dan mereka "diburu dan dihantui".
"Serangan yang ditargetkan dan direncanakan ini adalah upaya mengambil mikrofon dari wanita Muslim berpendidikan yang mengekspresikan pendapat mereka dan berbicara menentang Islamofobia. Ini adalah upaya membungkam mereka, mempermalukan mereka, mengambil ruang yang mereka tempati," papar mereka.
Amin mengatakan, “Para peleceh itu tidak takut karena mereka tahu mereka akan lolos begitu saja."
Dia menunjuk pada beberapa kasus kekejaman baru-baru ini terhadap Muslim yang didorong para pendukung partai BJP yang berkuasa, seperti seorang menteri pemerintah yang mengikat delapan orang Hindu yang dihukum karena hukuman mati tanpa pengadilan, dan menteri penyiaran baru negara itu yang terlihat tahun lalu dalam video viral menyerukan kerumunan massa Hindu untuk "menembak Muslim".
Bagi para wanita yang identitasnya diambil dan digunakan aplikasi "Sulli Deals", perjuangan untuk keadilan bisa berlangsung lama dan sulit. Tapi mereka bertekad untuk mendapatkannya.
"Jika polisi tidak menemukan mereka yang menjual kami, saya akan pergi ke pengadilan. Aku akan mengejarnya sampai akhir," ujar Khan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda