Rusia Menentang Tatanan Dunia Barat yang 'Tercemar secara Ideologis'
Selasa, 29 Juni 2021 - 00:01 WIB
MOSKOW - Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov mengecam tatanan dunia berbasis aturan yang dipromosikan Barat.
Dalam artikel untuk harian Rusia Kommersant, Sergey Lavrov mengatakan tatanan berbasis aturan tidak dieja dengan benar dan tidak memiliki konten khusus, memungkinkan tuduhan "pelanggaran aturan" ketika bertentangan dengan keinginan Barat.
“Semakin kurang spesifik yang mereka dapatkan, semakin bebas tangan mereka untuk melakukan praktik sewenang-wenang menggunakan taktik kotor sebagai cara untuk menekan pesaing,” tulis Lavrov.
Menurut Lavrov, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 dan NATO baru-baru ini menunjukkan Barat akan melakukan urusan internasional hanya berdasar apa yang dianggapnya benar dan akan mendorong pihak lain untuk mengikuti jejaknya.
Lavrov secara khusus menyebutkan Piagam Atlantik Anglo-Amerika yang disetujui Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada 10 Juni 2021 di sela-sela KTT G7, dengan mengatakan piagam itu dirancang sebagai titik awal untuk membangun tatanan dunia baru, dipandu semata-mata oleh “aturan” Barat.
Dalam dokumen-dokumen yang "tercemar secara ideologis" ini, Barat menyatakan haknya yang diberikan sendiri untuk membentuk kembali negara-negara "non-demokratis" menurut norma-norma Barat, yang dicirikan Lavrov sebagai "sikap imperial, neo-kolonial dalam hubungannya dengan negara-negara ketiga."
Dokumen tersebut gagal menyebutkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE), yang menyatakan NATO sebagai satu-satunya pusat pengambilan keputusan yang sah.
“Dokumen itu berusaha mengalihkan pembicaraan tentang isu-isu kunci ke platform yang disukainya, di mana tidak ada suara pembangkang yang dapat didengar, memperlebar kesenjangan antar negara,” ujar Lavrov.
"Dokumen-dokumen yang diadopsi pada KTT Cornwall dan Brussels memperkuat konsep tatanan dunia berbasis aturan sebagai penyeimbang prinsip-prinsip universal hukum internasional dengan Piagam PBB sebagai sumber utamanya," papar dia.
Lavrov mengecam tatanan berbasis aturan sebagai "perwujudan standar ganda".
Dia mengatakan hak untuk menentukan nasib sendiri hanya diakui bila digunakan untuk keuntungan negara-negara Barat, misalnya untuk melestarikan kedaulatan Inggris atas bekas jajahannya, Kepulauan Malvinas, atau Falklands.
Dalam artikel untuk harian Rusia Kommersant, Sergey Lavrov mengatakan tatanan berbasis aturan tidak dieja dengan benar dan tidak memiliki konten khusus, memungkinkan tuduhan "pelanggaran aturan" ketika bertentangan dengan keinginan Barat.
“Semakin kurang spesifik yang mereka dapatkan, semakin bebas tangan mereka untuk melakukan praktik sewenang-wenang menggunakan taktik kotor sebagai cara untuk menekan pesaing,” tulis Lavrov.
Menurut Lavrov, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 dan NATO baru-baru ini menunjukkan Barat akan melakukan urusan internasional hanya berdasar apa yang dianggapnya benar dan akan mendorong pihak lain untuk mengikuti jejaknya.
Lavrov secara khusus menyebutkan Piagam Atlantik Anglo-Amerika yang disetujui Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada 10 Juni 2021 di sela-sela KTT G7, dengan mengatakan piagam itu dirancang sebagai titik awal untuk membangun tatanan dunia baru, dipandu semata-mata oleh “aturan” Barat.
Dalam dokumen-dokumen yang "tercemar secara ideologis" ini, Barat menyatakan haknya yang diberikan sendiri untuk membentuk kembali negara-negara "non-demokratis" menurut norma-norma Barat, yang dicirikan Lavrov sebagai "sikap imperial, neo-kolonial dalam hubungannya dengan negara-negara ketiga."
Dokumen tersebut gagal menyebutkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE), yang menyatakan NATO sebagai satu-satunya pusat pengambilan keputusan yang sah.
“Dokumen itu berusaha mengalihkan pembicaraan tentang isu-isu kunci ke platform yang disukainya, di mana tidak ada suara pembangkang yang dapat didengar, memperlebar kesenjangan antar negara,” ujar Lavrov.
"Dokumen-dokumen yang diadopsi pada KTT Cornwall dan Brussels memperkuat konsep tatanan dunia berbasis aturan sebagai penyeimbang prinsip-prinsip universal hukum internasional dengan Piagam PBB sebagai sumber utamanya," papar dia.
Lavrov mengecam tatanan berbasis aturan sebagai "perwujudan standar ganda".
Dia mengatakan hak untuk menentukan nasib sendiri hanya diakui bila digunakan untuk keuntungan negara-negara Barat, misalnya untuk melestarikan kedaulatan Inggris atas bekas jajahannya, Kepulauan Malvinas, atau Falklands.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda