NATO Semakin Ketakutan Menghadapi Kebangkitan China

Selasa, 15 Juni 2021 - 03:03 WIB
Kapal selam China sedang mengikuti latihan militer. Foto/REUTERS
BRUSSELS - Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menyeru anggotanya menanggapi kebangkitan China di penjuru dunia.

Dia memperingatkan hal itu saat konferensi tingkat tinggi (KTT) untuk memperkuat dukungan Amerika Serikat (AS) pada NATO.

KTT NATO di Brussels mengeluarkan pernyataan yang menggambarkan perilaku China sebagai "tantangan sistemik".





Mereka juga setuju menjaga bandara Kabul tetap beroperasi saat AS dan sekutunya menarik pasukan dari Afghanistan.



Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg mengatakan KTT itu adalah "momen penting" bagi aliansi tersebut.



Ini adalah pertemuan NATO pertama Presiden AS Joe Biden sejak menjabat.

NATO adalah aliansi politik dan militer yang kuat antara 30 negara Eropa dan Amerika Utara. Lembaga itu didirikan setelah Perang Dunia Kedua sebagai tanggapan terhadap ancaman ekspansi komunis.

Dalam beberapa tahun terakhir, aliansi itu berada di bawah tekanan ketika para pemimpin memperdebatkan tujuan dan pendanaannya.

Ketegangan meningkat selama masa kepresidenan Donald Trump, yang mengeluhkan kontribusi keuangan negaranya untuk aliansi dan mempertanyakan komitmen AS untuk membela mitra Eropa.

Sebaliknya, Biden berusaha menegaskan kembali dukungan AS untuk aliansi berusia 72 tahun itu.

"Saya ingin memperjelas: NATO sangat penting untuk kepentingan AS," ujar Biden saat tiba di KTT pada Senin (14/6).

Negaranya, menurut Biden, memiliki "kewajiban suci" untuk mematuhi Pasal 5 perjanjian pendiri NATO, yang mewajibkan anggotanya saling membela dari serangan.

Mengapa NATO fokus pada China? Menurut komunike KTT (pernyataan penutup), "Ambisi yang dinyatakan dan perilaku tegas China menghadirkan tantangan sistemik terhadap tatanan internasional berbasis aturan dan ke bidang yang relevan dengan keamanan Aliansi."

Dokumen itu mengatakan China dengan cepat memperluas persenjataan nuklirnya, "tidak jelas" dalam modernisasi militernya dan bekerja sama secara militer dengan Rusia.

"Kami tetap prihatin dengan kurangnya transparansi dan penggunaan disinformasi di China," ungkap dokumen KTT itu.

"Kami tidak memasuki Perang Dingin baru dan China bukan musuh kami, bukan musuh kami," papar Stoltenberg kepada wartawan di markas NATO menjelang KTT.

Dia menegaskan, “Tetapi kita perlu mengatasi bersama, sebagai aliansi, tantangan yang ditimbulkan oleh kebangkitan China terhadap keamanan kita.”

China adalah salah satu kekuatan militer dan ekonomi terkemuka di dunia, yang Partai Komunisnya yang berkuasa memiliki cengkeraman yang kuat dalam politik, kehidupan sehari-hari dan sebagian besar masyarakat.

NATO menjadi semakin khawatir tentang kemampuan militer China yang berkembang pesat, yang dilihatnya sebagai ancaman terhadap keamanan dan nilai-nilai demokrasi anggotanya.

Dalam beberapa tahun terakhir, aliansi tersebut juga semakin waspada terhadap aktivitas China di Afrika, di mana Beijing telah mendirikan pangkalan militer.

Pada Senin, Stoltenberg mengatakan China "mendekati" NATO dalam hal kemampuan ekonomi, militer dan teknologinya.

Penilaian itu digaungkan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang mengatakan ada kebutuhan untuk mengelola tantangan yang ditimbulkan China.

"Ketika datang ke China, saya tidak berpikir siapa pun di sekitar meja ingin turun ke Perang Dingin baru dengan China," papar Johnson setibanya di KTT NATO.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More