Putra Gaddafi Maju Jadi Calon Presiden Libya, 10 tahun Usai Aksi NATO

Jum'at, 11 Juni 2021 - 23:02 WIB
Putra mantan Pemimpin Libya Muammar Gaddafi, Saif al-Islam Gaddafi pada 2011. Foto/REUTERS
TRIPOLI - Putra mantan Pemimpin Libya Muammar Gaddafi, Saif al-Islam Gaddafi mengincar jabatan tertinggi di negaranya.

Langkah ini dilakukan satu dekade setelah mendiang ayahnya digulingkan dan dibunuh pemberontak yang didukung NATO. Penggulingan Gaddafi telah menyeret Libya dalam kerusuhan sipil selama hingga sekarang.

“Saif al-Islam Gaddafi telah mulai menjangkau para diplomat Barat dan lainnya saat dia berusaha memasuki kembali kehidupan publik,” papar laporan Times.





Setelah dipandang sebagai penerus ayahnya, dia bersiap maju dalam pemilu presiden Libya pada 24 Desember.



Berbicara kepada surat kabar Times melalui telepon, dia mengatakan dalam keadaan sehat, dan mengkonfirmasi hubungannya dengan tim penasihat yang bertindak atas namanya.



Dia diperkirakan mengumumkan ambisi politiknya secara terbuka dalam waktu dekat. Namun, masih belum jelas apakah dia akan diizinkan mencalonkan diri, karena undang-undang pemilu baru yang saat ini sedang disusun berpotensi mengecualikannya dari partisipasi politik itu.

Pria berusia 48 tahun itu ditangkap dan dipenjarakan oleh militan pada 2011. Dia dibebaskan para penculiknya enam tahun kemudian dengan perjanjian amnesti.

Sejak itu, dia terus bersembunyi. Dia masih menghadapi surat perintah penangkapan di Libya, dan menurut Times, dia juga dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Beberapa saudara kandungnya tetap berada di penjara, baik di Libya maupun di luar negeri.

Sumber yang berbicara dengan Times mengatakan surat perintah ICC dapat ditarik, tetapi Gaddafi kemungkinan akan tetap mencalonkan diri meskipun tidak ada penarikan surat ICC.

Surat kabar itu berspekulasi Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, yang merupakan pendukung vokal kampanye NATO di Libya, kemungkinan menentang gagasan putra Gaddafi mencalonkan diri dalam pemilu presiden.

Saif al-Islam Gaddafi menjadi berita utama pada 2018, setelah Bloomberg melaporkan diplomat Rusia telah berbicara dengannya melalui tautan video tak lama setelah dia dibebaskan dari penjara.

Seorang juru bicara keluarga mengatakan sekitar waktu itu bahwa Gaddafi ingin mencalonkan diri sebagai presiden.

Moskow menanggapi laporan Bloomberg dengan menyatakan tidak seorang pun harus dikecualikan dari proses politik Libya, menambahkan pihaknya terus berhubungan dengan berbagai kelompok di negara itu dalam upaya membantu memfasilitasi negosiasi perdamaian.

Libya telah mengalami perang saudara dan pergolakan politik selama bertahun-tahun setelah intervensi militer yang didukung NATO.

Libya beringsut menuju penyelesaian konflik antara Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang berbasis di Tripoli dan badan pemerintahan terpisah yang didukung komandan militer Khalifa Haftar, yang mengendalikan wilayah timur Libya.

Baik GNA dan pemerintahan yang didukung Haftar telah sepakat mendukung pemerintah pusat.

Pada Maret, parlemen Libya menunjuk Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibeh untuk memimpin pemerintahan sementara hingga pemilu Desember.

Libya masih menjadi ajang pertarungan pengaruh antara berbagai negara di kawasan, termasuk Turki, Rusia, Uni Emirat Arab, dan kekuatan Barat.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More