Negara Timur Tengah Dilaporkan Deportasi Warga Uighur Atas Permintaan Beijing
Rabu, 09 Juni 2021 - 20:40 WIB
DUBAI - Sebuah kesaksian dan dokumen hukum menunjukkan bahwaBeijingtelah mengerahkan pengaruhnya di Timur Tengah untuk mendeportasi warga Uighur kembali ke China . Demikian hasil investigasi yang dilakukan oleh CNN.
Jaksa penuntut umum Dubai, bersama dengan pihak berwenang di beberapa negara bagian Timur Tengah, mengikuti permintaan ekstradisi China untuk mendeportasi seorang warga Uighur di Uni Emirat Arab (UEA).
Sebuah dokumen yang dikutip dalam penyelidikan yang dikeluarkan oleh jaksa penuntut umum Dubai pada 20 Februari 2018 mengkonfirmasi ekstradisi Muslim Uighur atas nama Ahmad Talip delapan hari setelah dia ditangkap oleh otoritas setempat.
Pihak berwenang Dubai awalnya memutuskan untuk membebaskan Talip karena tidak cukup bukti bahwa dia harus diekstradisi. Mereka menuntut agar China berhenti mencari Talip dan mencabut semua batasan padanya, kecuali dia dicari karena alasan lain.
Tiga tahun setelah penangkapannya, istri Talip, Amannisa Abdullah, mengatakan dia masih belum tahu atas tuduhan apa suaminya ditahan dan kemudian diekstradisi.
"Tidak aman di sini. Anda harus membawa anak laki-laki kita dan (pergi) ke Turki," kata Talip kepada istrinya, dalam kesaksiannya kepada CNN yang dinukil Al Araby, Rabu (9/6/2021).
"Jika bayi kita perempuan, beri nama Amina. Jika laki-laki, beri nama Abdullah," sambung Amannisa yang saat itu tengah mengandung.
Hasil investigasi kantor berita yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu juga mengumpulkan sekitar selusin kesaksian dari warga Uighur yang mengatakan mereka dideportasi dari tiga negara Arab, yaitu Mesir , UEA, dan Arab Saudi .
Human Rights Watch mendesak pihak berwenang Arab Saudi untuk segera mengungkapkan keberadaan dua pria Muslim Uighur yang ditahan di Kerajaan, di tengah kekhawatiran mereka mungkin dideportasi ke China di mana anggota kelompok etnis mereka menghadapi penindasan sistematis, penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya.
Sebelumnya, laporan BBC Newsnight dari tahun lalu mengungkapkan beberapa kasus pelajar dan jamaah Uighur yang diasingkan menjadi sasaran di negara-negara Muslim bekerja sama dengan Beijing.
Sebuah laporan Human Rights Watch yang dirilis pada bulan April mengatakan China telah melacak ratusan warga Uighur di seluruh dunia, memaksa mereka untuk kembali dan menghadapi penganiayaan.
"Dalam banyak kasus tidak mungkin untuk mengetahui apa yang telah terjadi pada mereka," kata laporan itu.
Jaksa penuntut umum Dubai, bersama dengan pihak berwenang di beberapa negara bagian Timur Tengah, mengikuti permintaan ekstradisi China untuk mendeportasi seorang warga Uighur di Uni Emirat Arab (UEA).
Sebuah dokumen yang dikutip dalam penyelidikan yang dikeluarkan oleh jaksa penuntut umum Dubai pada 20 Februari 2018 mengkonfirmasi ekstradisi Muslim Uighur atas nama Ahmad Talip delapan hari setelah dia ditangkap oleh otoritas setempat.
Pihak berwenang Dubai awalnya memutuskan untuk membebaskan Talip karena tidak cukup bukti bahwa dia harus diekstradisi. Mereka menuntut agar China berhenti mencari Talip dan mencabut semua batasan padanya, kecuali dia dicari karena alasan lain.
Tiga tahun setelah penangkapannya, istri Talip, Amannisa Abdullah, mengatakan dia masih belum tahu atas tuduhan apa suaminya ditahan dan kemudian diekstradisi.
"Tidak aman di sini. Anda harus membawa anak laki-laki kita dan (pergi) ke Turki," kata Talip kepada istrinya, dalam kesaksiannya kepada CNN yang dinukil Al Araby, Rabu (9/6/2021).
"Jika bayi kita perempuan, beri nama Amina. Jika laki-laki, beri nama Abdullah," sambung Amannisa yang saat itu tengah mengandung.
Hasil investigasi kantor berita yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu juga mengumpulkan sekitar selusin kesaksian dari warga Uighur yang mengatakan mereka dideportasi dari tiga negara Arab, yaitu Mesir , UEA, dan Arab Saudi .
Human Rights Watch mendesak pihak berwenang Arab Saudi untuk segera mengungkapkan keberadaan dua pria Muslim Uighur yang ditahan di Kerajaan, di tengah kekhawatiran mereka mungkin dideportasi ke China di mana anggota kelompok etnis mereka menghadapi penindasan sistematis, penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya.
Sebelumnya, laporan BBC Newsnight dari tahun lalu mengungkapkan beberapa kasus pelajar dan jamaah Uighur yang diasingkan menjadi sasaran di negara-negara Muslim bekerja sama dengan Beijing.
Sebuah laporan Human Rights Watch yang dirilis pada bulan April mengatakan China telah melacak ratusan warga Uighur di seluruh dunia, memaksa mereka untuk kembali dan menghadapi penganiayaan.
"Dalam banyak kasus tidak mungkin untuk mengetahui apa yang telah terjadi pada mereka," kata laporan itu.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda