Israel Serang Masjid Al-Aqsa, Koalisi Perempuan Indonesia untuk Palestina Ikut Tergerak
Senin, 10 Mei 2021 - 09:29 WIB
JAKARTA - Serangan brutal polisi Israel terhadap jamaah Muslim Palestina di dalam Masjid Al-Aqsa membuat Koalisi Perempuan Indonesia untuk Al Quds dan Palestina (KPIQP) ikut tergerak dengan menggelar aksi damai.
Pada malam ke-27 Ramadhan, polisi Israel tidak hanya menyerang para pria, namun para perempuan bahkan yang usianya telah renta ikut diserang di di sekitar masjid suci tersebut.
Berdasarkan laporan dari Bulan Sabit Merah, sebanyak 178 warga Palestina menderita luka-luka dan 88 di antaranya masuk ke rumah sakit akibat serbuan polisi Israel ke Masjid Al-Aqsa dan pembubaran unjuk rasa di wilayah Al Quds atau Yerusalem lainnya.
Gejolak kekerasan itu membuat KPIQP tidak tinggal diam dan memenuhi panggilan Al Quds untuk melakukan pembelaan terhadapnya.
KPIQP bersama sembilan organisasi masyarakat (ormas) perempuan di Indonesia yakni PP Salimah, PB Wanita Al Irsyad, PP Muslimat Mathlaul Anwar, PP Muslimat Al Washliyah, Muslimat DDII, PP Wanita PUI, PP Wanita PERTI, PP Wanita Islam, PP IGRA dan Adara Relief International mengadakan aksi damai secara virtual pada Minggu (9/5/2021) siang.
Aksi damai itu ditujukan untuk menghentikan rencana penggerebekan terhadap masjid Al Aqsa oleh ekstremis Zionis Israel dalam rangka perayaan “Jerusalem Day” atau hari dikuasainya Yerusalem oleh Zionis Israel tahun 1967 silam pada tanggal 28 Ramadhan atau Senin (10/5/2021).
Berdasarkan informasi dari Departemen Wakaf Islam Al Quds, kelompok ekstremis Yahudi telah menyerukan kepada pada pendukungnya untuk berpartisipasi secara luas dalam upaya penggerebekan tersebut. Rencananya ini juga telah disetujui oleh penjajah Zionis Israel.
Selain itu,aksi damai yang dihadiri oleh lebih dari 2.000 peserta melalui aplikasi zoom dan YouTube ini juga diadakan untuk menentang perampasan secara ilegal rumah-rumah penduduk Palestina di wilayah Syekh Jarrah, Al Quds Timur oleh Zionis Israel.
Merujuk pada juru bicara kantor HAM PBB Rupert Colville, penggusuran paska penduduk sipil ke wilayah pendudukan adalah tindakan ilegal di bawah hukum internasional dan berpotensi sebagai bentuk kejahatan perang.
Aksi damai bertajuk “Munasoroh Virtual Palestina, Umat Bela Al Quds” kemarin dibuka oleh Ketua KPIQP Nurjanah Hulwani sebagai pembicara awal dengan topik “Al Quds Memanggil Umat Islam”.
Nurjanah mengingatkan bahwa persoalan Al Quds sejatinya adalah persoalan akidah sekaligus kemanusiaan. “Maka kewajiban menjaga Al Quds layaknya menjaga ibadah-ibadah wajib kita,” katanya dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews.com.
Nurjanah berpesan bahwa terhadap persoalan Al Quds,semua pihak harus berjuang menanamkan kepedulian sesuai dengan peran masing-masing. Contoh, seorang politisi harus memerankan perannya dalam politik untuk pembebasan Al Quds. Selanjutnya, guru sebagai pendidik harus mampu membuat kurikulum pendidikan tentang Al Quds dan Palestina.
”Sebab sejatinya persoalan Al Quds bukan sekedar tanggung jawab lembaga kemanusiaan ataupun KPIQP. Kita semua kelak di akhirat akan ditanya tentang apa yang telah kita perbuat untuk persoalan Palestina?,” ujar Nurjanah.
Pembicara kedua sekaligus terakhir, Zenah Said Amr yang merupakan guru majelis taklim di Al Aqsa memaparkan penderitaan perempuan dan anak di wilayah Al Quds. Pendudukan ilegal yang dilakukan ekstremis Yahudi terhadap rumah penduduk Al Quds yang disokong oleh polisi Israel telah menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan, terlebih terhadap anak-anak dan perempuan. Warga Al Quds menjadi telantar akibat perampasan rumah-rumah mereka.
Menurutnya, Israel telah merampas seluruh sendi-sendi hak-hak kemanusiaan yang paling asasi warga Al Quds.
“Tugas kita sebagai perempuan adalah menyiapkan generasi di masa mendatang untuk menjadi pembebas Al Aqsa. Kita tahu Zionis tengah menyiapkan rencana untuk membangun kuil diatas Al Aqsa. Kita harus cegah hal itu dengan menyiapkan generasi kita untuk membebaskan Al Aqsa,” katanya.
Pada malam ke-27 Ramadhan, polisi Israel tidak hanya menyerang para pria, namun para perempuan bahkan yang usianya telah renta ikut diserang di di sekitar masjid suci tersebut.
Berdasarkan laporan dari Bulan Sabit Merah, sebanyak 178 warga Palestina menderita luka-luka dan 88 di antaranya masuk ke rumah sakit akibat serbuan polisi Israel ke Masjid Al-Aqsa dan pembubaran unjuk rasa di wilayah Al Quds atau Yerusalem lainnya.
Gejolak kekerasan itu membuat KPIQP tidak tinggal diam dan memenuhi panggilan Al Quds untuk melakukan pembelaan terhadapnya.
KPIQP bersama sembilan organisasi masyarakat (ormas) perempuan di Indonesia yakni PP Salimah, PB Wanita Al Irsyad, PP Muslimat Mathlaul Anwar, PP Muslimat Al Washliyah, Muslimat DDII, PP Wanita PUI, PP Wanita PERTI, PP Wanita Islam, PP IGRA dan Adara Relief International mengadakan aksi damai secara virtual pada Minggu (9/5/2021) siang.
Aksi damai itu ditujukan untuk menghentikan rencana penggerebekan terhadap masjid Al Aqsa oleh ekstremis Zionis Israel dalam rangka perayaan “Jerusalem Day” atau hari dikuasainya Yerusalem oleh Zionis Israel tahun 1967 silam pada tanggal 28 Ramadhan atau Senin (10/5/2021).
Berdasarkan informasi dari Departemen Wakaf Islam Al Quds, kelompok ekstremis Yahudi telah menyerukan kepada pada pendukungnya untuk berpartisipasi secara luas dalam upaya penggerebekan tersebut. Rencananya ini juga telah disetujui oleh penjajah Zionis Israel.
Selain itu,aksi damai yang dihadiri oleh lebih dari 2.000 peserta melalui aplikasi zoom dan YouTube ini juga diadakan untuk menentang perampasan secara ilegal rumah-rumah penduduk Palestina di wilayah Syekh Jarrah, Al Quds Timur oleh Zionis Israel.
Merujuk pada juru bicara kantor HAM PBB Rupert Colville, penggusuran paska penduduk sipil ke wilayah pendudukan adalah tindakan ilegal di bawah hukum internasional dan berpotensi sebagai bentuk kejahatan perang.
Aksi damai bertajuk “Munasoroh Virtual Palestina, Umat Bela Al Quds” kemarin dibuka oleh Ketua KPIQP Nurjanah Hulwani sebagai pembicara awal dengan topik “Al Quds Memanggil Umat Islam”.
Nurjanah mengingatkan bahwa persoalan Al Quds sejatinya adalah persoalan akidah sekaligus kemanusiaan. “Maka kewajiban menjaga Al Quds layaknya menjaga ibadah-ibadah wajib kita,” katanya dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews.com.
Nurjanah berpesan bahwa terhadap persoalan Al Quds,semua pihak harus berjuang menanamkan kepedulian sesuai dengan peran masing-masing. Contoh, seorang politisi harus memerankan perannya dalam politik untuk pembebasan Al Quds. Selanjutnya, guru sebagai pendidik harus mampu membuat kurikulum pendidikan tentang Al Quds dan Palestina.
”Sebab sejatinya persoalan Al Quds bukan sekedar tanggung jawab lembaga kemanusiaan ataupun KPIQP. Kita semua kelak di akhirat akan ditanya tentang apa yang telah kita perbuat untuk persoalan Palestina?,” ujar Nurjanah.
Pembicara kedua sekaligus terakhir, Zenah Said Amr yang merupakan guru majelis taklim di Al Aqsa memaparkan penderitaan perempuan dan anak di wilayah Al Quds. Pendudukan ilegal yang dilakukan ekstremis Yahudi terhadap rumah penduduk Al Quds yang disokong oleh polisi Israel telah menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan, terlebih terhadap anak-anak dan perempuan. Warga Al Quds menjadi telantar akibat perampasan rumah-rumah mereka.
Menurutnya, Israel telah merampas seluruh sendi-sendi hak-hak kemanusiaan yang paling asasi warga Al Quds.
“Tugas kita sebagai perempuan adalah menyiapkan generasi di masa mendatang untuk menjadi pembebas Al Aqsa. Kita tahu Zionis tengah menyiapkan rencana untuk membangun kuil diatas Al Aqsa. Kita harus cegah hal itu dengan menyiapkan generasi kita untuk membebaskan Al Aqsa,” katanya.
(min)
tulis komentar anda