Tenggelam, Analis Sebut KRI Nanggala-402 Sudah Tua dan Kelebihan Muatan
Minggu, 25 April 2021 - 11:02 WIB
JAKARTA - Kapal selam KRI Nanggala-402 yang hilang dan kemudian dinyatakan tenggelam mungkin sudah terlalu tua dan kelebihan muatan saat mengikuti latihan militer pada Rabu lalu. Hal itu diungkapkan oleh seorang analis pertahanan utama di Janes, Ridzwan Rahmat.
KRI Nanggala-402 yang hilang di perairan pulau Bali membawa 53 awak selama pelatihan. Menurut Ridzwan kapal selam kelas itu memiliki kapasitas maksimum 40.
"Umurnya juga tidak membantu. Selama lebih dari 40 tahun, kapal selam era Perang Dingin adalah salah satu yang tertua di dunia dalam pelayanan saat ini dan tidak dibangun untuk menahan tekanan lebih dari 230 meter," terang Ridzwan seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (25/4/2021).
Tingkat kelangsungan hidup rendah untuk korban kecelakaan kapal selam di perairan yang lebih dalam dari 200 meter. Sementara orang dapat mengungsi sendiri ke permukaan di perairan dangkal kurang dari 50 meter, tekanan pada kedalaman yang lebih dalam cukup kuat untuk menghancurkan lambung baja dan paru-paru, menurut para ahli penyelamat.
Berbagai pertanyaan muncul saat pihak berwenang Indonesia mencoba menjelaskan hilangnya kapal selam pertama itu. Menurut analis Janes, insiden tersebut bisa dihindari jika kapal tidak kelebihan muatan atau disimpan dalam pelayanan untuk waktu yang lama.
"Siklus hidup khas untuk kapal selam angkatan laut hanya sekitar 30 hingga 35 tahun," kata Ridzwan.
Untuk diketahui, KRI Nanggala-402 dibangun di Jerman pada tahun 1977 dan bergabung dengan jajaran TNI AL pada tahun 1981.
"Seharusnya sudah dinonaktifkan tetapi karena keterbatasan dana, pemerintah memutuskan untuk meningkatkannya saja di Korea Selatan," ujarnya.
“Itu adalah kecelakaan yang menunggu untuk terjadi,” imbuh Ridzwan.
Menurut Ridzwan tim penyelamat kemungkinan harus menghancurkan lambung kapal atau menara komando karena kapal selam tidak memiliki kursi penyelamat. Namun, harapan untuk bertahan hidup semakin redup.
“Mungkin saja orang tidak selamat,” tukasnya.
Sebelumnya, KRI Nanggala-402 resmi dinyatakan tenggelam pada Sabtu (24/4/2021). Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tak kuasa menahan sedih atas tenggelamnya kapal selam TNI AL itu.
Kesedihan Hadi terlihat tatkala membuka konferensi pers di Base Ops Lanud Ngurah Rai. "Saya atas nama Panglima TNI dan seluruh prajurit serta keluarga besar TNI menyampaikan rasa prihatin yang mendalam," katanya.
Perasaan duka juga disampaikan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono. "Saya selaku pemimpin TNI AL dan seluruh prajurit TNI AL turut prihatin atas kejadian ini," ucapnya.
Rasa duka khusus ditujukan kepada keluarga Hiu Kencana, sebutan untuk awak kapal selam TNI AL. "Kami menyatakan keprihatinan mendalam atas kejadian yang tidak kita harapkan semuanya," imbuh Yudo.
Lihat Juga: Tragedi KRI Nanggala-402 Ungkap Realitas Menyakitkan dari Operasi Penyelamatan Internasional
KRI Nanggala-402 yang hilang di perairan pulau Bali membawa 53 awak selama pelatihan. Menurut Ridzwan kapal selam kelas itu memiliki kapasitas maksimum 40.
"Umurnya juga tidak membantu. Selama lebih dari 40 tahun, kapal selam era Perang Dingin adalah salah satu yang tertua di dunia dalam pelayanan saat ini dan tidak dibangun untuk menahan tekanan lebih dari 230 meter," terang Ridzwan seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (25/4/2021).
Tingkat kelangsungan hidup rendah untuk korban kecelakaan kapal selam di perairan yang lebih dalam dari 200 meter. Sementara orang dapat mengungsi sendiri ke permukaan di perairan dangkal kurang dari 50 meter, tekanan pada kedalaman yang lebih dalam cukup kuat untuk menghancurkan lambung baja dan paru-paru, menurut para ahli penyelamat.
Berbagai pertanyaan muncul saat pihak berwenang Indonesia mencoba menjelaskan hilangnya kapal selam pertama itu. Menurut analis Janes, insiden tersebut bisa dihindari jika kapal tidak kelebihan muatan atau disimpan dalam pelayanan untuk waktu yang lama.
"Siklus hidup khas untuk kapal selam angkatan laut hanya sekitar 30 hingga 35 tahun," kata Ridzwan.
Untuk diketahui, KRI Nanggala-402 dibangun di Jerman pada tahun 1977 dan bergabung dengan jajaran TNI AL pada tahun 1981.
"Seharusnya sudah dinonaktifkan tetapi karena keterbatasan dana, pemerintah memutuskan untuk meningkatkannya saja di Korea Selatan," ujarnya.
“Itu adalah kecelakaan yang menunggu untuk terjadi,” imbuh Ridzwan.
Menurut Ridzwan tim penyelamat kemungkinan harus menghancurkan lambung kapal atau menara komando karena kapal selam tidak memiliki kursi penyelamat. Namun, harapan untuk bertahan hidup semakin redup.
“Mungkin saja orang tidak selamat,” tukasnya.
Sebelumnya, KRI Nanggala-402 resmi dinyatakan tenggelam pada Sabtu (24/4/2021). Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tak kuasa menahan sedih atas tenggelamnya kapal selam TNI AL itu.
Kesedihan Hadi terlihat tatkala membuka konferensi pers di Base Ops Lanud Ngurah Rai. "Saya atas nama Panglima TNI dan seluruh prajurit serta keluarga besar TNI menyampaikan rasa prihatin yang mendalam," katanya.
Perasaan duka juga disampaikan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono. "Saya selaku pemimpin TNI AL dan seluruh prajurit TNI AL turut prihatin atas kejadian ini," ucapnya.
Rasa duka khusus ditujukan kepada keluarga Hiu Kencana, sebutan untuk awak kapal selam TNI AL. "Kami menyatakan keprihatinan mendalam atas kejadian yang tidak kita harapkan semuanya," imbuh Yudo.
Lihat Juga: Tragedi KRI Nanggala-402 Ungkap Realitas Menyakitkan dari Operasi Penyelamatan Internasional
(ian)
tulis komentar anda