Israel Halangi Azan di Masjid Al-Aqsa, Palestina Sebut Bisa Picu Perang Agama
Jum'at, 16 April 2021 - 07:40 WIB
YERUSALEM - Pasukan keamanan Israel memutus pasokan listrik ke menara utama Masjid Al-Aqsa untuk menghalangi azan dikumdangkan dengan pengeras suara. Otoritas Palestina mengecam tindakan itu dan menyebutnya bisa memicu perang agama.
Administrator masjid mengatakan pasukan Israel pada hari Rabu menyabotase kunci pintu di empat menara Masjid Al-Aqsa dalam upaya untuk membungkam azan.
Tindakan pasukan Zionis itu dilakukan setelah pejabat Wakaf—lembaga yang mengawasi situs suci Yerusalem—menolak mematikan pengeras suara pada hari pertama Ramadhan.
Pejabat wakaf mengatakan Israel menginginkan ketenangan ketika para tentara berdoa di Tembok Barat atau Tembok Buraq untuk memperingati Memorial Day, hari untuk mengenang para tentara Israel yang tewas dalam perang dan korban serangan. Tembok Barat berdekatan dengan Masjid al-Aqsa.
“[Pasukan Israel] secara paksa menyerbu menara Masjid Al-Aqsa setelah memotong kunci pintu dengan peralatan khusus, kemudian mereka memotong kabel menara utama di masjid,” kata Sheikh Omar al-Kiswani, yang mengelola Temple Mount untuk Wakaf Islam yang didukung Yordania.
Pihak pasukan Israel menolak mengomentari operasi sabotase tersebut. Mereka menolak menjawab melalui telepon atau pertanyaan email tertulis.
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, melalui juru bicaranya, mempertimbangkan insiden itu sebagai kejahatan rasis.
"Ini adalah serangan rasis terhadap kesucian tempat-tempat suci dan kebebasan beribadah," kata juru bicara Abbas, Nabil Abu Rudeineh.
"Kebijakan seperti itu dapat mengubah konflik menjadi perang agama terbuka yang akan merusak perdamaian dan keamanan internasional—sesuatu yang akan menjadi tanggung jawab penuh Israel," kata Abu Rudeineh.
Situs suci tempat berdirinya Masjid Al-Aqsa dan Temple Mount itu dihormati oleh umat Muslim dan Yahudi dan merupakan tempat di mana banyak orang Palestina sering berkumpul, terutama untuk salat Jumat. Situs ini telah lama menjadi titik nyala, dan konfrontasi antara Palestina dan pasukan keamanan Israel yang terkadang berubah menjadi konflik mematikan.
Setelah merebut wilayah dan sisa Kota Tua Yerusalem dari Yordania dalam Perang Enam Hari 1967, Israel terus memberikan Wakaf—lembaga yang didanai dan dikendalikan oleh pemerintah Yordania—kendali penuh atas wilayah situs suci tersebut. Pasukan keamanan Israel hadir di area itu dan bekerja dalam koordinasi dengan Wakaf.
Orang Yahudi diizinkan untuk berkunjung, tetapi tidak seperti Muslim, dilarang keras untuk berdoa di halaman Temple Mount.
Kepemimpinan Palestina memiliki sejarah panjang dalam upaya untuk mengumpulkan publiknya sebagai tanggapan atas dugaan pelanggaran Israel atas kedaulatan Muslim di kompleks Masjid Al-Aqsa.
Media resmi Otoritas Palestina sering menunjukkan kunjungan orang-orang Yahudi yang religius ke situs tersebut, yang dianggap sebagai "invasi pemukim".
Menteri Luar Negeri Otoritas Palestina Riyad al-Maliki menyebut insiden di Masjid Al-Aqsa itu hanya satu dari serangkaian tindakan agresi yang berulang oleh Israel di situs suci itu.
Menurut Kepolisian Israel, beberapa jamaah Muslim yang kembali dari salat melemparkan batu dan petasan ke bus yang lewat dan petugas polisi Israel di dekat Gerbang Damaskus. Menurut polisi, sekitar enam pejalan kaki terluka dan lima orang ditangkap.
Sheikh Safwat Freij, wakil kepala Gerakan Islam Israel, kepada The Times of Israel, Kamis (15/4/2021), menyesalkan gesekan yang dituduhkan oleh tindakan Israel antara jamaah Muslim dan Yahudi.
“Seharusnya ada dialog, agar ribuan jamaah tidak perlu dilanggar hak-haknya, apalagi di malam pertama Ramadhan. Mereka bisa saja memulai [upacara Memorial Day] mereka lebih awal atau lebih lambat, membiarkan doa tidak dihalangi," kata Freij, yang memimpin Asosiasi Amal Al-Aqsa.
Ditanya apakah Wakaf bisa saja berkompromi dengan beberapa tuntutannya—termasuk, misalnya, menunda atau menurunkan volume azan untuk menghormati upacara khusyuk yang berlangsung di sebelah—Freij hanya berkata: “Di mana pun ada niat baik, di sana adalah solusi yang bisa ditemukan melalui dialog dan rasa hormat. Ketika ada niat untuk mencari solusi, ada cara untuk menemukannya."
Administrator masjid mengatakan pasukan Israel pada hari Rabu menyabotase kunci pintu di empat menara Masjid Al-Aqsa dalam upaya untuk membungkam azan.
Tindakan pasukan Zionis itu dilakukan setelah pejabat Wakaf—lembaga yang mengawasi situs suci Yerusalem—menolak mematikan pengeras suara pada hari pertama Ramadhan.
Pejabat wakaf mengatakan Israel menginginkan ketenangan ketika para tentara berdoa di Tembok Barat atau Tembok Buraq untuk memperingati Memorial Day, hari untuk mengenang para tentara Israel yang tewas dalam perang dan korban serangan. Tembok Barat berdekatan dengan Masjid al-Aqsa.
“[Pasukan Israel] secara paksa menyerbu menara Masjid Al-Aqsa setelah memotong kunci pintu dengan peralatan khusus, kemudian mereka memotong kabel menara utama di masjid,” kata Sheikh Omar al-Kiswani, yang mengelola Temple Mount untuk Wakaf Islam yang didukung Yordania.
Pihak pasukan Israel menolak mengomentari operasi sabotase tersebut. Mereka menolak menjawab melalui telepon atau pertanyaan email tertulis.
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, melalui juru bicaranya, mempertimbangkan insiden itu sebagai kejahatan rasis.
"Ini adalah serangan rasis terhadap kesucian tempat-tempat suci dan kebebasan beribadah," kata juru bicara Abbas, Nabil Abu Rudeineh.
"Kebijakan seperti itu dapat mengubah konflik menjadi perang agama terbuka yang akan merusak perdamaian dan keamanan internasional—sesuatu yang akan menjadi tanggung jawab penuh Israel," kata Abu Rudeineh.
Situs suci tempat berdirinya Masjid Al-Aqsa dan Temple Mount itu dihormati oleh umat Muslim dan Yahudi dan merupakan tempat di mana banyak orang Palestina sering berkumpul, terutama untuk salat Jumat. Situs ini telah lama menjadi titik nyala, dan konfrontasi antara Palestina dan pasukan keamanan Israel yang terkadang berubah menjadi konflik mematikan.
Setelah merebut wilayah dan sisa Kota Tua Yerusalem dari Yordania dalam Perang Enam Hari 1967, Israel terus memberikan Wakaf—lembaga yang didanai dan dikendalikan oleh pemerintah Yordania—kendali penuh atas wilayah situs suci tersebut. Pasukan keamanan Israel hadir di area itu dan bekerja dalam koordinasi dengan Wakaf.
Orang Yahudi diizinkan untuk berkunjung, tetapi tidak seperti Muslim, dilarang keras untuk berdoa di halaman Temple Mount.
Kepemimpinan Palestina memiliki sejarah panjang dalam upaya untuk mengumpulkan publiknya sebagai tanggapan atas dugaan pelanggaran Israel atas kedaulatan Muslim di kompleks Masjid Al-Aqsa.
Media resmi Otoritas Palestina sering menunjukkan kunjungan orang-orang Yahudi yang religius ke situs tersebut, yang dianggap sebagai "invasi pemukim".
Menteri Luar Negeri Otoritas Palestina Riyad al-Maliki menyebut insiden di Masjid Al-Aqsa itu hanya satu dari serangkaian tindakan agresi yang berulang oleh Israel di situs suci itu.
Menurut Kepolisian Israel, beberapa jamaah Muslim yang kembali dari salat melemparkan batu dan petasan ke bus yang lewat dan petugas polisi Israel di dekat Gerbang Damaskus. Menurut polisi, sekitar enam pejalan kaki terluka dan lima orang ditangkap.
Sheikh Safwat Freij, wakil kepala Gerakan Islam Israel, kepada The Times of Israel, Kamis (15/4/2021), menyesalkan gesekan yang dituduhkan oleh tindakan Israel antara jamaah Muslim dan Yahudi.
“Seharusnya ada dialog, agar ribuan jamaah tidak perlu dilanggar hak-haknya, apalagi di malam pertama Ramadhan. Mereka bisa saja memulai [upacara Memorial Day] mereka lebih awal atau lebih lambat, membiarkan doa tidak dihalangi," kata Freij, yang memimpin Asosiasi Amal Al-Aqsa.
Ditanya apakah Wakaf bisa saja berkompromi dengan beberapa tuntutannya—termasuk, misalnya, menunda atau menurunkan volume azan untuk menghormati upacara khusyuk yang berlangsung di sebelah—Freij hanya berkata: “Di mana pun ada niat baik, di sana adalah solusi yang bisa ditemukan melalui dialog dan rasa hormat. Ketika ada niat untuk mencari solusi, ada cara untuk menemukannya."
(min)
tulis komentar anda