PM Italia Sebut Presiden Turki Erdogan Ditaktor
Jum'at, 09 April 2021 - 02:25 WIB
ROMA - Perdana Menteri (PM) Italia Mario Draghi telah menjuluki Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebagai diktator. Julukan itu dilontarkan ketika merespons apa yang dia sebut sebagai "penghinaan" terhadap Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di Ankara.
Kekasalan Draghi tentang presiden Turki itu adalah bagian dari komentarnya tentang "insiden kursi" ketika Ursula von der Leyen dibiarkan tanpa kursi selama pembicaraan tiga arah di Ankara dengan Presiden Erdogan dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel.
"Saya sama sekali tidak setuju dengan perilaku Erdogan terhadap Presiden von der Leyen," kata PM Draghi.
"Saya pikir itu adalah perilaku yang tidak pantas dan saya sangat menyesal atas penghinaan yang dialami von der Leyen. Sebut saja apa adanya—diktator, dengan siapa seseorang tetap harus bekerja sama ketika mengungkapkan visi dan pendapat yang berbeda," lanjut Draghi kepada wartawan yang dilansir Sputniknews, Jumat (9/4/2021).
Insiden, yang telah dijuluki sebagai "sofagate" di media sosial, terjadi selama pertemuan baru-baru ini di Ankara antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan dua pejabat tinggi Uni Eropa—Presiden Dewan Eropa Charles Michel dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Kedua pemimpin pria itu menempati dua kursi yang tersedia, meninggalkan von der Leyen dengan tak ada pilihan lain selain duduk di sofa.
Lebih buruk lagi, insiden itu terjadi ketika ketiga pejabat itu diharapkan membahas masalah hak-hak perempuan setelah penarikan Turki dari konvensi tentang kekerasan berbasis gender.
Kementerian Luar Negeri Turki kemudian mengklarifikasi bahwa pengaturan tempat duduk itu dibuat sesuai dengan saran para politisi tersebut.
Para politisi bertemu di Ankara untuk membahas cara-cara meningkatkan hubungan antara Turki dan blok Eropa, karena kedua belah pihak menempati sisi yang berlawanan dalam serangkaian masalah yang menjadi perhatian internasional.
Kedua pihak antara lain pernah berseteru soal kesepakatan pengungsi 2016, yang melibatkan pembayaran dari Brussel kepada Ankara untuk menjaga pengungsi yang permohonan suakanya telah ditolak oleh Yunani karena kekhawatiran bahwa mereka adalah imigran ilegal.
Lihat Juga: Pertama Kali di Dunia! Drone Bayraktar TB3 Mampu Mampu Lepas Landas dari Kapal Perang Kecil
Kekasalan Draghi tentang presiden Turki itu adalah bagian dari komentarnya tentang "insiden kursi" ketika Ursula von der Leyen dibiarkan tanpa kursi selama pembicaraan tiga arah di Ankara dengan Presiden Erdogan dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel.
"Saya sama sekali tidak setuju dengan perilaku Erdogan terhadap Presiden von der Leyen," kata PM Draghi.
"Saya pikir itu adalah perilaku yang tidak pantas dan saya sangat menyesal atas penghinaan yang dialami von der Leyen. Sebut saja apa adanya—diktator, dengan siapa seseorang tetap harus bekerja sama ketika mengungkapkan visi dan pendapat yang berbeda," lanjut Draghi kepada wartawan yang dilansir Sputniknews, Jumat (9/4/2021).
Insiden, yang telah dijuluki sebagai "sofagate" di media sosial, terjadi selama pertemuan baru-baru ini di Ankara antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan dua pejabat tinggi Uni Eropa—Presiden Dewan Eropa Charles Michel dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Kedua pemimpin pria itu menempati dua kursi yang tersedia, meninggalkan von der Leyen dengan tak ada pilihan lain selain duduk di sofa.
Lebih buruk lagi, insiden itu terjadi ketika ketiga pejabat itu diharapkan membahas masalah hak-hak perempuan setelah penarikan Turki dari konvensi tentang kekerasan berbasis gender.
Kementerian Luar Negeri Turki kemudian mengklarifikasi bahwa pengaturan tempat duduk itu dibuat sesuai dengan saran para politisi tersebut.
Para politisi bertemu di Ankara untuk membahas cara-cara meningkatkan hubungan antara Turki dan blok Eropa, karena kedua belah pihak menempati sisi yang berlawanan dalam serangkaian masalah yang menjadi perhatian internasional.
Kedua pihak antara lain pernah berseteru soal kesepakatan pengungsi 2016, yang melibatkan pembayaran dari Brussel kepada Ankara untuk menjaga pengungsi yang permohonan suakanya telah ditolak oleh Yunani karena kekhawatiran bahwa mereka adalah imigran ilegal.
Lihat Juga: Pertama Kali di Dunia! Drone Bayraktar TB3 Mampu Mampu Lepas Landas dari Kapal Perang Kecil
(min)
tulis komentar anda