Pentagon Khawatirkan Kemungkinan Korea Utara Proses Ulang Nuklir
Rabu, 03 Maret 2021 - 07:49 WIB
Korea Utara telah menggunakan laboratorium radiokimia di Yongbyon untuk memproses kembali plutonium dari reaktor di sana untuk dijadikan bom nuklir.
Grossi menyebut kelanjutan aktivitas nuklir Korea Utara sebagai pelanggaran yang jelas terhadap sanksi PBB dan "sangat disesalkan".
Mengacu pada pernyataan Grossi, Studeman mengatakan, “Dewan Gubernur IAEA mengeluarkan pemberitahuan bahwa ada bukti Korea mungkin memproses ulang bahan bakar nuklir. Jika itu benar, maka itu bisa menempatkan kita pada tingkat ketegangan yang berbeda dengan Korea."
“Ini mungkin awal dari sesuatu yang dirancang untuk mempengaruhi pemerintahan Biden. Ini mungkin cara pertama mendapatkan perhatian pemerintahan baru di sini, di mana mungkin (Korea Utara) akan menggunakan pengembangan pemrosesan ulang ini sebagai alat tawar-menawar untuk semacam keringanan sanksi,” papar dia.
Pemerintahan AS Presiden Joe Biden, yang mulai menjabat pada Januari, sedang melakukan peninjauan penuh atas kebijakan Korea Utara menyusul keterlibatan mantan Presiden Donald Trump yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.
Trump hingga lengser gagal membujuk Pyongyang untuk menyerahkan senjata nuklirnya.
Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Biden Antony Blinken mengatakan pendekatan ke Korea Utara dapat melibatkan lebih banyak sanksi atau insentif diplomatik yang tidak ditentukan.
Laporan rahasia PBB yang dilihat Reuters bulan lalu mengatakan Korea Utara mengembangkan program rudal nuklir dan balistiknya sepanjang tahun 2020.
Jenny Town, wakil direktur proyek pemantauan Korea Utara 38 North yang berbasis di Washington, mengatakan kepada Reuters bahwa citra satelit yang diterima dari Yongbyon dari 17 Februari dan 2 Maret menunjukkan uap keluar dari laboratorium di sana, yang belum diketahui beroperasi selama sekitar dua tahun.
“Ini tidak berarti bahwa pemrosesan ulang telah dimulai, tetapi itu bisa menjadi indikasi persiapan untuk itu,” ujar dia.
Grossi menyebut kelanjutan aktivitas nuklir Korea Utara sebagai pelanggaran yang jelas terhadap sanksi PBB dan "sangat disesalkan".
Mengacu pada pernyataan Grossi, Studeman mengatakan, “Dewan Gubernur IAEA mengeluarkan pemberitahuan bahwa ada bukti Korea mungkin memproses ulang bahan bakar nuklir. Jika itu benar, maka itu bisa menempatkan kita pada tingkat ketegangan yang berbeda dengan Korea."
“Ini mungkin awal dari sesuatu yang dirancang untuk mempengaruhi pemerintahan Biden. Ini mungkin cara pertama mendapatkan perhatian pemerintahan baru di sini, di mana mungkin (Korea Utara) akan menggunakan pengembangan pemrosesan ulang ini sebagai alat tawar-menawar untuk semacam keringanan sanksi,” papar dia.
Pemerintahan AS Presiden Joe Biden, yang mulai menjabat pada Januari, sedang melakukan peninjauan penuh atas kebijakan Korea Utara menyusul keterlibatan mantan Presiden Donald Trump yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.
Trump hingga lengser gagal membujuk Pyongyang untuk menyerahkan senjata nuklirnya.
Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Biden Antony Blinken mengatakan pendekatan ke Korea Utara dapat melibatkan lebih banyak sanksi atau insentif diplomatik yang tidak ditentukan.
Laporan rahasia PBB yang dilihat Reuters bulan lalu mengatakan Korea Utara mengembangkan program rudal nuklir dan balistiknya sepanjang tahun 2020.
Jenny Town, wakil direktur proyek pemantauan Korea Utara 38 North yang berbasis di Washington, mengatakan kepada Reuters bahwa citra satelit yang diterima dari Yongbyon dari 17 Februari dan 2 Maret menunjukkan uap keluar dari laboratorium di sana, yang belum diketahui beroperasi selama sekitar dua tahun.
“Ini tidak berarti bahwa pemrosesan ulang telah dimulai, tetapi itu bisa menjadi indikasi persiapan untuk itu,” ujar dia.
tulis komentar anda