Junta Myanmar Makin Brutal, Para Menlu ASEAN Siap Bicara Blak-blakan
Selasa, 02 Maret 2021 - 11:56 WIB
SINGAPURA - Para menteri luar negeri (menlu) negara-negara Asia Tenggara bersiap menggelar pertemuan khusus dengan militer yang berkuasa di Myanmar pada Selasa (2/3).
Para menlu itu berupaya menekan junta Myanmar agar menghentikan tindakan brutal yang telah menewaskan para demonstran. Pertemuan itu diharapkan dapat membuka saluran untuk mengatasi krisis politik yang meningkat di Myanmar.
Pembicaraan akan dilakukan dua hari setelah hari paling berdarah dalam kerusuhan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi sebulan lalu.
Kudeta militer itu menimbulkan kemarahan dan protes jalanan massal di penjuru Myanmar.
Lihat infografis: PBNU Tegaskan Menolak Legalisasi Miras, Lebih Banyak Mudaratnya
Jalan-jalan sebagian besar sepi di kota terbesar Yangon pada Selasa (2/3) pagi menjelang unjuk rasa besar lainnya yang akan digelar.
Beberapa pusat perbelanjaan mengumumkan penutupan karena kerusuhan terus terjadi.
“Polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa di Yangon pada Senin (1/3) dan kemudian menyisir jalanan, sambil menembakkan peluru karet,” ungkap saksi mata.
Dalam sambutan yang dibacakan di televisi pemerintah oleh penyiar berita, pemimpin junta Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengatakan para pemimpin protes dan "penghasut" akan dihukum.
Junta juga mengancam akan menindak keras para pegawai negeri sipil (PNS) yang menolak untuk bekerja.
Min Aung Hlaing berjanji mengadakan pemilu baru dan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang pemilu. Namun dia tidak memberikan kerangka waktu yang jelas terkait pemilu tersebut.
Kudeta pada 1 Februari menghentikan langkah Myanmar menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun pemerintahan militer.
Kudeta itu menuai kecaman dan sanksi dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya, serta meningkatnya kekhawatiran di antara negara-negara tetangganya.
Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan mengatakan para menlu di Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan bicara blak-blakan ketika mereka bertemu melalui video call pada Selasa (2/3) dan akan memberi tahu perwakilan militer Myanmar bahwa mereka terkejut dengan kekerasan tersebut.
Dalam wawancara televisi Senin malam, dia mengatakan ASEAN akan mendorong dialog antara Suu Kyi dan junta.
“Ada kepemimpinan politik dan ada kepemimpinan militer, di sisi lain. Mereka perlu bicara, dan kami perlu membantu menyatukan mereka,” tutur Balakrishnan.
ASEAN terdiri atas Myanmar, Singapura, Filipina, Indonesia, Thailand, Laos, Kamboja, Malaysia, Brunei, dan Vietnam.
Tetapi upaya ASEAN untuk terlibat negosiasi dengan militer Myanmar mendapat teguran keras dari kelompok-kelompok dalam gerakan anti-kudeta, termasuk komite anggota parlemen yang digulingkan junta.
Komite itu telah menyatakan junta sebagai kelompok "teroris". Sa Sa menjadi utusan yang ditunjuk komite untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sa sa mengatakan ASEAN seharusnya tidak berurusan dengan "rezim yang dipimpin militer yang tidak sah ini".
Alumni program pemuda ASEAN di Myanmar mengatakan blok tersebut harus berbicara dengan perwakilan internasional dari pemerintahan Suu Kyi, bukan dengan rezim militer.
"ASEAN harus memahami bahwa kudeta atau pemilu ulang yang dijanjikan junta militer sama sekali tidak dapat diterima rakyat Myanmar," ungkap para alumni itu dalam surat kepada ASEAN.
Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin, mengindikasikan di Twitter bahwa ASEAN akan tegas dengan Myanmar dan mengatakan kebijakan tidak campur tangan dalam urusan internal anggota "bukanlah persetujuan menyeluruh atau persetujuan diam-diam untuk kesalahan yang dilakukan di sana".
“Suu Kyi, 75, muncul di persidangan melalui konferensi video pada Senin dan terlihat dalam keadaan sehat selama penampilannya di depan pengadilan,” ungkap salah satu pengacaranya.
“Dua dakwaan lagi ditambahkan pada Suu Kyi, yang diajukan terhadapnya setelah kudeta,” tutur pengacaranya.
Peraih Nobel Perdamaian itu tidak pernah terlihat di depan umum sejak pemerintahannya digulingkan junta. Dia ditahan bersama dengan para pemimpin partai lainnya.
Ratusan orang telah ditangkap sejak kudeta tersebut. Yang terbaru adalah jurnalis Suara Demokratik Burma (DVB), yang menyiarkan langsung aksi pasukan keamanan di luar apartemennya pada Senin di kota pesisir Myeik, tempat dia merekam unjuk rasa itu. DVB mengkonfirmasi penangkapan tersebut.
Amerika Serikat memperingatkan penguasa militer Myanmar pada Senin bahwa mereka akan mengambil tindakan lebih banyak jika pasukan keamanan membunuh orang-orang tak bersenjata dan menyerang jurnalis dan aktivis, yang oleh juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS Ned Price disebut sebagai "kekerasan yang menjijikkan".
Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan pemerintahan Presiden AS Joe Biden sedang mempersiapkan sanksi lebih lanjut bagi mereka yang bertanggung jawab atas kudeta tersebut.
Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Linda Thomas-Greenfield berharap menggunakan kepresidenan AS di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Maret untuk mendorong "diskusi yang lebih intens" tentang Myanmar.
Para menlu itu berupaya menekan junta Myanmar agar menghentikan tindakan brutal yang telah menewaskan para demonstran. Pertemuan itu diharapkan dapat membuka saluran untuk mengatasi krisis politik yang meningkat di Myanmar.
Pembicaraan akan dilakukan dua hari setelah hari paling berdarah dalam kerusuhan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi sebulan lalu.
Kudeta militer itu menimbulkan kemarahan dan protes jalanan massal di penjuru Myanmar.
Lihat infografis: PBNU Tegaskan Menolak Legalisasi Miras, Lebih Banyak Mudaratnya
Jalan-jalan sebagian besar sepi di kota terbesar Yangon pada Selasa (2/3) pagi menjelang unjuk rasa besar lainnya yang akan digelar.
Beberapa pusat perbelanjaan mengumumkan penutupan karena kerusuhan terus terjadi.
“Polisi menembakkan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa di Yangon pada Senin (1/3) dan kemudian menyisir jalanan, sambil menembakkan peluru karet,” ungkap saksi mata.
Dalam sambutan yang dibacakan di televisi pemerintah oleh penyiar berita, pemimpin junta Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengatakan para pemimpin protes dan "penghasut" akan dihukum.
Junta juga mengancam akan menindak keras para pegawai negeri sipil (PNS) yang menolak untuk bekerja.
Min Aung Hlaing berjanji mengadakan pemilu baru dan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang pemilu. Namun dia tidak memberikan kerangka waktu yang jelas terkait pemilu tersebut.
Kudeta pada 1 Februari menghentikan langkah Myanmar menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun pemerintahan militer.
Kudeta itu menuai kecaman dan sanksi dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya, serta meningkatnya kekhawatiran di antara negara-negara tetangganya.
Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan mengatakan para menlu di Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akan bicara blak-blakan ketika mereka bertemu melalui video call pada Selasa (2/3) dan akan memberi tahu perwakilan militer Myanmar bahwa mereka terkejut dengan kekerasan tersebut.
Dalam wawancara televisi Senin malam, dia mengatakan ASEAN akan mendorong dialog antara Suu Kyi dan junta.
“Ada kepemimpinan politik dan ada kepemimpinan militer, di sisi lain. Mereka perlu bicara, dan kami perlu membantu menyatukan mereka,” tutur Balakrishnan.
ASEAN terdiri atas Myanmar, Singapura, Filipina, Indonesia, Thailand, Laos, Kamboja, Malaysia, Brunei, dan Vietnam.
Tetapi upaya ASEAN untuk terlibat negosiasi dengan militer Myanmar mendapat teguran keras dari kelompok-kelompok dalam gerakan anti-kudeta, termasuk komite anggota parlemen yang digulingkan junta.
Komite itu telah menyatakan junta sebagai kelompok "teroris". Sa Sa menjadi utusan yang ditunjuk komite untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sa sa mengatakan ASEAN seharusnya tidak berurusan dengan "rezim yang dipimpin militer yang tidak sah ini".
Alumni program pemuda ASEAN di Myanmar mengatakan blok tersebut harus berbicara dengan perwakilan internasional dari pemerintahan Suu Kyi, bukan dengan rezim militer.
"ASEAN harus memahami bahwa kudeta atau pemilu ulang yang dijanjikan junta militer sama sekali tidak dapat diterima rakyat Myanmar," ungkap para alumni itu dalam surat kepada ASEAN.
Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin, mengindikasikan di Twitter bahwa ASEAN akan tegas dengan Myanmar dan mengatakan kebijakan tidak campur tangan dalam urusan internal anggota "bukanlah persetujuan menyeluruh atau persetujuan diam-diam untuk kesalahan yang dilakukan di sana".
“Suu Kyi, 75, muncul di persidangan melalui konferensi video pada Senin dan terlihat dalam keadaan sehat selama penampilannya di depan pengadilan,” ungkap salah satu pengacaranya.
“Dua dakwaan lagi ditambahkan pada Suu Kyi, yang diajukan terhadapnya setelah kudeta,” tutur pengacaranya.
Peraih Nobel Perdamaian itu tidak pernah terlihat di depan umum sejak pemerintahannya digulingkan junta. Dia ditahan bersama dengan para pemimpin partai lainnya.
Ratusan orang telah ditangkap sejak kudeta tersebut. Yang terbaru adalah jurnalis Suara Demokratik Burma (DVB), yang menyiarkan langsung aksi pasukan keamanan di luar apartemennya pada Senin di kota pesisir Myeik, tempat dia merekam unjuk rasa itu. DVB mengkonfirmasi penangkapan tersebut.
Amerika Serikat memperingatkan penguasa militer Myanmar pada Senin bahwa mereka akan mengambil tindakan lebih banyak jika pasukan keamanan membunuh orang-orang tak bersenjata dan menyerang jurnalis dan aktivis, yang oleh juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS Ned Price disebut sebagai "kekerasan yang menjijikkan".
Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan pemerintahan Presiden AS Joe Biden sedang mempersiapkan sanksi lebih lanjut bagi mereka yang bertanggung jawab atas kudeta tersebut.
Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Linda Thomas-Greenfield berharap menggunakan kepresidenan AS di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Maret untuk mendorong "diskusi yang lebih intens" tentang Myanmar.
(sya)
tulis komentar anda