NATO Dorong Demokrasi di Armenia di Tengah Isu Kudeta
Jum'at, 26 Februari 2021 - 06:06 WIB
BRUSSELS - NATO mendorong demokrasi di Armenia di tengah meningkatnya ketegangan antara militer dan perdana menteri (PM).
“Kami terus memantau perkembangan di negara mitra kami, Armenia. Penting untuk menghindari kata-kata atau tindakan yang dapat menyebabkan eskalasi lebih lanjut," papar juru bicara NATO Oana Lungescu di Twitter.
“Setiap perbedaan politik harus diselesaikan secara damai dan demokratis serta sejalan konstitusi Armenia,” papar dia.
Pernyataan tersebut setelah muncul desakan militer Armenia agar Perdana Menteri (PM) Nikol Pashinyan mengundurkan diri.
Kepala Staf Umum Angkatan Darat Onik Gasparyan, bersama dengan komandan senior lainnya, merilis pernyataan pada Kamis (25/2) yang meminta Pashinyan mundur.
Lihat infografis: Belanda Siap Ubah Bentuk Pesawat Komersial yang Selama Ini Ada
Pashinyan menanggapi dengan menyebut tuntutan itu sebagai upaya kudeta dan mendesak para pendukungnya turun ke jalan untuk melawan.
Kerusuhan itu setelah berakhirnya konflik militer antara Armenia dan Azerbaijan musim gugur lalu yang secara luas dipandang sebagai kemenangan Baku.
Hubungan antara bekas republik Soviet telah tegang sejak 1991 ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, juga dikenal sebagai Karabakh Atas.
Wilayah itu diakui sebagai bagian dari Azerbaijan, dan tujuh wilayah yang berdekatan.
Selama konflik enam pekan, yang berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi Rusia, Azerbaijan membebaskan beberapa kota strategis dan hampir 300 pemukiman dan desanya dari pendudukan Armenia.
Sebelumnya, sekitar 20% wilayah Azerbaijan telah diduduki secara ilegal oleh Armenia selama hampir tiga dekade.
“Kami terus memantau perkembangan di negara mitra kami, Armenia. Penting untuk menghindari kata-kata atau tindakan yang dapat menyebabkan eskalasi lebih lanjut," papar juru bicara NATO Oana Lungescu di Twitter.
“Setiap perbedaan politik harus diselesaikan secara damai dan demokratis serta sejalan konstitusi Armenia,” papar dia.
Pernyataan tersebut setelah muncul desakan militer Armenia agar Perdana Menteri (PM) Nikol Pashinyan mengundurkan diri.
Kepala Staf Umum Angkatan Darat Onik Gasparyan, bersama dengan komandan senior lainnya, merilis pernyataan pada Kamis (25/2) yang meminta Pashinyan mundur.
Lihat infografis: Belanda Siap Ubah Bentuk Pesawat Komersial yang Selama Ini Ada
Pashinyan menanggapi dengan menyebut tuntutan itu sebagai upaya kudeta dan mendesak para pendukungnya turun ke jalan untuk melawan.
Kerusuhan itu setelah berakhirnya konflik militer antara Armenia dan Azerbaijan musim gugur lalu yang secara luas dipandang sebagai kemenangan Baku.
Hubungan antara bekas republik Soviet telah tegang sejak 1991 ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, juga dikenal sebagai Karabakh Atas.
Wilayah itu diakui sebagai bagian dari Azerbaijan, dan tujuh wilayah yang berdekatan.
Selama konflik enam pekan, yang berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi Rusia, Azerbaijan membebaskan beberapa kota strategis dan hampir 300 pemukiman dan desanya dari pendudukan Armenia.
Sebelumnya, sekitar 20% wilayah Azerbaijan telah diduduki secara ilegal oleh Armenia selama hampir tiga dekade.
(sya)
tulis komentar anda