Giliran Ulama Iran Klaim Vaksin COVID-19 Ubah Orang Jadi Gay
Rabu, 10 Februari 2021 - 09:27 WIB
TEHERAN - Seorang ulama Iran memicu kemarahan setelah mengklaim bahwa mereka yang telah disuntik vaksin COVID-19 telah menjadi gay . Klaim ini sebelumnya juga pernah dilontarkan oleh seorang pemimpin agama Yahudi di Israel .
"Jangan mendekati mereka yang telah mendapatkan vaksin Covid. Mereka telah menjadi homoseksual," seru Ayatollah Abbas Tabrizian kepada hampir 210.000 pengikutnya di platform media sosial Telegram seperti dilansir dari Al Araby, Rabu (10/2/2021)
Komentar Tabrizian memicu sorotan terkait lingkungan yang memusuhi komunitas LGBT di negara itu.
"Seperti ulama lain di rezim, Tabrizian juga menghubungkan semua kekurangan (kelemahan) dengan seksualitas. Ulama di Iran menderita karena kurangnya pengetahuan dan kemanusiaan," kata Sheina Vojoudi, seorang pembangkang Iran kepada media Israel.
“Sebenarnya, tujuannya menyebarkan omong kosong adalah mencoba menakut-nakuti orang agar tidak divaksinasi,” lanjutnya.
Tabrizian sebelumnya telah menyarankan para pengikutnya untuk membasahi beberapa kapas dengan minyak violet dan mengoleskannya ke anus sebagai cara melindungi tubuh dari COVID-19 .
Ini bukan pertama kalinya Tabrizian, yang berasal dari kota suci Qom, berbicara menentang pengobatan barat.
Tahun lalu, sebuah video beredar dia membakar salinan Manual of Medicine Harrison, mengklaim bahwa buku-buku seperti itu tidak relevan dibandingkan dengan kedokteran Islam.
Sebelumnya, pernyataan yang sama juga pernah dikeluarkan oleh seorang rabbi atau pemimpin agama Yahudi dari sekte ultra-ortodoks di Israel. Ia memperingatkan orang-orang agar tidak menggunakan vaksin pencegah COVID-19 . Sebab, katanyaa, vaksin itu mungkin mengubah orang menjadi gay.
"Setiap vaksin yang dibuat menggunakan substrat embrio, dan kami memiliki bukti tentang hal ini, menyebabkan kecenderungan yang berlawanan. Vaksin diambil dari substrat embrio, dan mereka melakukannya di sini juga, jadi...itu dapat menyebabkan kecenderungan yang berlawanan," kata Rabbi Daniel Asor, mengisyaratkan pada homoseksualitas.
Iran sendiri terus menderita akibat penyebaran virus Corona baru, dengan rata-rata tujuh hari kasus baru lebih dari 7.000, dan lebih dari 58.000 kematian tercatat sejak dimulainya pandemi.
"Jangan mendekati mereka yang telah mendapatkan vaksin Covid. Mereka telah menjadi homoseksual," seru Ayatollah Abbas Tabrizian kepada hampir 210.000 pengikutnya di platform media sosial Telegram seperti dilansir dari Al Araby, Rabu (10/2/2021)
Komentar Tabrizian memicu sorotan terkait lingkungan yang memusuhi komunitas LGBT di negara itu.
"Seperti ulama lain di rezim, Tabrizian juga menghubungkan semua kekurangan (kelemahan) dengan seksualitas. Ulama di Iran menderita karena kurangnya pengetahuan dan kemanusiaan," kata Sheina Vojoudi, seorang pembangkang Iran kepada media Israel.
“Sebenarnya, tujuannya menyebarkan omong kosong adalah mencoba menakut-nakuti orang agar tidak divaksinasi,” lanjutnya.
Tabrizian sebelumnya telah menyarankan para pengikutnya untuk membasahi beberapa kapas dengan minyak violet dan mengoleskannya ke anus sebagai cara melindungi tubuh dari COVID-19 .
Ini bukan pertama kalinya Tabrizian, yang berasal dari kota suci Qom, berbicara menentang pengobatan barat.
Tahun lalu, sebuah video beredar dia membakar salinan Manual of Medicine Harrison, mengklaim bahwa buku-buku seperti itu tidak relevan dibandingkan dengan kedokteran Islam.
Sebelumnya, pernyataan yang sama juga pernah dikeluarkan oleh seorang rabbi atau pemimpin agama Yahudi dari sekte ultra-ortodoks di Israel. Ia memperingatkan orang-orang agar tidak menggunakan vaksin pencegah COVID-19 . Sebab, katanyaa, vaksin itu mungkin mengubah orang menjadi gay.
"Setiap vaksin yang dibuat menggunakan substrat embrio, dan kami memiliki bukti tentang hal ini, menyebabkan kecenderungan yang berlawanan. Vaksin diambil dari substrat embrio, dan mereka melakukannya di sini juga, jadi...itu dapat menyebabkan kecenderungan yang berlawanan," kata Rabbi Daniel Asor, mengisyaratkan pada homoseksualitas.
Iran sendiri terus menderita akibat penyebaran virus Corona baru, dengan rata-rata tujuh hari kasus baru lebih dari 7.000, dan lebih dari 58.000 kematian tercatat sejak dimulainya pandemi.
(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda