Hassaan Shahawy, Muslim Pertama yang Jadi Presiden Havard Law Review
Sabtu, 06 Februari 2021 - 15:08 WIB
WASHINGTON - Hassaan Shahawy menjadi Muslim pertama yang terpilih sebagai presiden Havard Law Review. Warga Amerika Serikat (AS) keturunan Mesir ini diperacaya sebagai presiden Muslim pertama jurnal tersebut dalam 134 tahun sejarahnya.
Havard Law Review adalah salah satu jurnal hukum AS paling bergengsi yang diterbitkan kelompok mahasiswa independen di Havard Law School.
Shahawy, mahasiswa Havard Law School kelahiran Los Angeles, mengatakan dia berharap terpilihnya dia mewakili pengakuan akademisi hukum yang semakin meningkat akan pentingnya keragaman. "Dan mungkin semakin menghormati tradisi hukum lainnya," katanya, seperti dikutip Reuters, Sabtu (6/2/2021).
Baca Juga: Video Kafe di Arab Saudi Tawarkan Air Kencing Unta Viral, Picu Kontroversi
Di antara tokoh-tokoh hukum dan politik yang pernah bekerja di Harvard Law Review adalah mantan Presiden AS Barack Obama, yang diangkat sebagai presiden kulit hitam pertama di jurnal itu pada tahun 1990. Tiga anggota Mahkamah Agung AS yang menjabat saat ini adalah editor Harvard Law Review, begitu pula mendiang Hakim Ruth Bader Ginsburg dan Antonin Scalia.
Baca Juga: Wanita Malaysia Lahir dari Ayah Muslim dan Ibu Buddha Dinyatakan Non-Muslim
"Berasal dari komunitas yang secara rutin dihina dalam wacana publik Amerika, saya berharap ini menunjukkan beberapa kemajuan, meskipun kecil dan simbolis," kata Shahawy, 26, kepada Reuters melalui email.
Havard Law Review dikelola oleh mahasiswa terbaik di sekolah hukum AS, yang sering direkrut untuk menjadi juru tulis yudisial dan pekerjaan bergengsi lainnya dalam profesi tersebut.
Presiden wanita pertama dalam jurnal tersebut, Susan Estrich, terpilih pada tahun 1977. Presiden lainnya adalah Latino dan gay. Wanita kulit hitam pertama terpilih sebagai presiden jurnal itu pada tahun 2017.
Shahawy lulus Harvard Law School sebagai sarjana pada tahun 2016 dengan gelar dalam Sejarah dan Studi Timur Dekat. Dia kemudian kuliah di Universitas Oxford sebagai Sarjana Rhodes untuk mengejar gelar doktor dalam Studi Oriental dan belajar hukum Islam.
Shahawy mengatakan dia telah aktif bekerja dengan populasi pengungsi dan reformasi peradilan pidana. Rencana masa depannya tidak jelas, meskipun ia menyebut kemungkinan menjadi pengacara kepentingan publik atau bekerja di akademisi.
Havard Law Review adalah salah satu jurnal hukum AS paling bergengsi yang diterbitkan kelompok mahasiswa independen di Havard Law School.
Shahawy, mahasiswa Havard Law School kelahiran Los Angeles, mengatakan dia berharap terpilihnya dia mewakili pengakuan akademisi hukum yang semakin meningkat akan pentingnya keragaman. "Dan mungkin semakin menghormati tradisi hukum lainnya," katanya, seperti dikutip Reuters, Sabtu (6/2/2021).
Baca Juga: Video Kafe di Arab Saudi Tawarkan Air Kencing Unta Viral, Picu Kontroversi
Di antara tokoh-tokoh hukum dan politik yang pernah bekerja di Harvard Law Review adalah mantan Presiden AS Barack Obama, yang diangkat sebagai presiden kulit hitam pertama di jurnal itu pada tahun 1990. Tiga anggota Mahkamah Agung AS yang menjabat saat ini adalah editor Harvard Law Review, begitu pula mendiang Hakim Ruth Bader Ginsburg dan Antonin Scalia.
Baca Juga: Wanita Malaysia Lahir dari Ayah Muslim dan Ibu Buddha Dinyatakan Non-Muslim
"Berasal dari komunitas yang secara rutin dihina dalam wacana publik Amerika, saya berharap ini menunjukkan beberapa kemajuan, meskipun kecil dan simbolis," kata Shahawy, 26, kepada Reuters melalui email.
Havard Law Review dikelola oleh mahasiswa terbaik di sekolah hukum AS, yang sering direkrut untuk menjadi juru tulis yudisial dan pekerjaan bergengsi lainnya dalam profesi tersebut.
Presiden wanita pertama dalam jurnal tersebut, Susan Estrich, terpilih pada tahun 1977. Presiden lainnya adalah Latino dan gay. Wanita kulit hitam pertama terpilih sebagai presiden jurnal itu pada tahun 2017.
Shahawy lulus Harvard Law School sebagai sarjana pada tahun 2016 dengan gelar dalam Sejarah dan Studi Timur Dekat. Dia kemudian kuliah di Universitas Oxford sebagai Sarjana Rhodes untuk mengejar gelar doktor dalam Studi Oriental dan belajar hukum Islam.
Shahawy mengatakan dia telah aktif bekerja dengan populasi pengungsi dan reformasi peradilan pidana. Rencana masa depannya tidak jelas, meskipun ia menyebut kemungkinan menjadi pengacara kepentingan publik atau bekerja di akademisi.
(min)
tulis komentar anda