Studi Harvard: Lockdown 3 Bulan Bisa Redam Kematian Akibat Covid-19
Minggu, 17 Mei 2020 - 01:17 WIB
WASHINGTON - Seorang peneliti Harvard menuturkan, langkah-langkah menjaga jarak sosial seperti penutupan sekolah, melarang pertemuan publik, dan penguncian karantina perlu berlangsung minimal tiga bulan untuk mengurangi tingkat kematian secara keseluruhan.
Makalah yang ditulis oleh profesor ekonomi makro Harvard, Robert Barro, melihat data dari berbagai kota di Amerika Serikat (AS) selama Flu Spanyol 1918, juga dikenal sebagai Pandemi Influenza Besar, untuk menarik perbandingan pandemi Covid-19 saat ini.
(Baca: Bolak-balik Melakukan Dosa, Ini Penawarnya )
Barro menggunakan tiga intervensi non-farmasi (NPI), penutupan sekolah, larangan pertemuan publik, dan tindakan karantina/isolasi, dari 43 kota di AS untuk membuat prediksi tentang berapa lama penguncian harus berlangsung untuk melihat adanya keuntungan dari langkah tersebut.
"Mengingat keberhasilan yang jelas dalam menekan angka kematian relatif puncak, kemungkinan alasan bahwa NPI diterapkan pada 1918-1919 pada akhirnya tidak terlalu berhasil menekan kematian secara keseluruhan adalah bahwa NPI tidak dipertahankan cukup lama," tulis Barro, seperti dilansir Al Arabiya.
Dia melihat data dari tahun 1918 yang menemukan bahwa durasi rata-rata penutupan sekolah dan larangan pertemuan publik hanya berlangsung selama 36 hari, sementara tindakan karantina dan isolasi berlangsung rata-rata 18 hari pada saat itu.
(Baca: Kemaksiatan Hati: Cinta Dunia, Biang Semua Kesalahan )
“Pelajaran untuk pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung pada tahun 2020 adalah bahwa, untuk mengurangi kematian secara keseluruhan, NPI yang digunakan harus dipertahankan selama lebih dari beberapa minggu. Kemungkinan besar, 12 minggu bekerja jauh lebih baik daripada empat sampai enam minggu," tukasnya.
Covid-19 sendiri saat ini telah menginfeksi lebih dari empat juta orang di seluruh dunia, dengan AS menjadi negara paling terdampak virus tersebut. Lebih dari satu juta orang terinfeksi dan hampir 300 ribu orang meninggal akibat virus itu di AS.
Makalah yang ditulis oleh profesor ekonomi makro Harvard, Robert Barro, melihat data dari berbagai kota di Amerika Serikat (AS) selama Flu Spanyol 1918, juga dikenal sebagai Pandemi Influenza Besar, untuk menarik perbandingan pandemi Covid-19 saat ini.
(Baca: Bolak-balik Melakukan Dosa, Ini Penawarnya )
Barro menggunakan tiga intervensi non-farmasi (NPI), penutupan sekolah, larangan pertemuan publik, dan tindakan karantina/isolasi, dari 43 kota di AS untuk membuat prediksi tentang berapa lama penguncian harus berlangsung untuk melihat adanya keuntungan dari langkah tersebut.
"Mengingat keberhasilan yang jelas dalam menekan angka kematian relatif puncak, kemungkinan alasan bahwa NPI diterapkan pada 1918-1919 pada akhirnya tidak terlalu berhasil menekan kematian secara keseluruhan adalah bahwa NPI tidak dipertahankan cukup lama," tulis Barro, seperti dilansir Al Arabiya.
Dia melihat data dari tahun 1918 yang menemukan bahwa durasi rata-rata penutupan sekolah dan larangan pertemuan publik hanya berlangsung selama 36 hari, sementara tindakan karantina dan isolasi berlangsung rata-rata 18 hari pada saat itu.
(Baca: Kemaksiatan Hati: Cinta Dunia, Biang Semua Kesalahan )
“Pelajaran untuk pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung pada tahun 2020 adalah bahwa, untuk mengurangi kematian secara keseluruhan, NPI yang digunakan harus dipertahankan selama lebih dari beberapa minggu. Kemungkinan besar, 12 minggu bekerja jauh lebih baik daripada empat sampai enam minggu," tukasnya.
Covid-19 sendiri saat ini telah menginfeksi lebih dari empat juta orang di seluruh dunia, dengan AS menjadi negara paling terdampak virus tersebut. Lebih dari satu juta orang terinfeksi dan hampir 300 ribu orang meninggal akibat virus itu di AS.
(esn)
tulis komentar anda