AS Serukan Penarikan Pasukan Rusia dan Turki dari Libya
Jum'at, 29 Januari 2021 - 19:21 WIB
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) menyerukan penarikan segera pasukan Rusia dan Turki dari Libya . Itu dilakukan setelah batas waktu bagi mereka untuk pergi diabaikan.
Seruan ini menandai ekspresi yang lebih tegas dari kebijakan AS terhadap Libya yang kaya minyak di bawah pemerintahan baru Presiden Joe Biden.
"Kami meminta semua pihak eksternal, termasuk Rusia, Turki dan UEA, untuk menghormati kedaulatan Libya dan segera menghentikan semua intervensi militer di Libya," kata penjabat duta besar AS untuk PBB, Richard Mills, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB terkait Libya, yang telah menyaksikan satu dekade pertempuran sejak penggulingan Muammar al-Qaddafi.
Di bawah gencatan senjata yang didukung PBB yang ditandatangani pada 23 Oktober, pasukan asing dan tentara bayaran ditarik keluar dari Libya dalam waktu tiga bulan. Batas waktu itu berlalu pada hari Sabtu lalu tanpa ada pergerakan yang diumumkan atau diamati di lapangan.
"Sesuai perjanjian gencatan senjata Oktober kami menyerukan kepada Turki dan Rusia untuk segera memulai penarikan pasukan mereka dari negara itu dan pemindahan tentara bayaran asing dan proksi militer yang telah mereka rekrut, dibiayai, dikerahkan dan didukung di Libya," ujar Mills seperti dikutip dari Al Araby, Jumat (29/1/2021).
PBB memperkirakan ada sekitar 20.000 tentara asing dan tentara bayaran di Libya yang membantu faksi-faksi yang bertikai: Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB di Tripoli dan panglima perang militer Khalifa Haftar di timur.
Menurut PBB, Haftar mendapat dukungan dari Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, dan Rusia, terutama tentara bayaran dari kelompok swasta yang memiliki hubungan dengan Vladimir Putin. Sementara GNA didukung oleh Turki dan pemberontak Suriah yang dipindahkan ke Libya.
Tentara bayaran di Libya termasuk beberapa ribu masing-masing dari Suriah dan Sudan serta seribu dari Chad, kata seorang diplomat tanpa menyebutkan nama.
Pernyataan Mills mengisyaratkan nada yang lebih jelas dalam kebijakan AS di bawah Biden. Saat berkuasa, pendahulunya Donald Trump pada satu titik tampaknya mendukung Haftar, meskipun kebijakan resmi AS di akhir pemerintahannya adalah bahwa semua pejuang asing harus pergi sejalan dengan perjanjian yang didukung PBB.
Pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, sebagian besar anggota juga menyerukan penarikan pasukan asing dari Libya dan penghormatan terhadap embargo senjata yang berlaku sejak 2011.
Duta Besar Rusia Vassily Nebenzia dalam sambutannya kepada Dewan Keamanan PBB tidak menyebutkan keberadaan pasukan asing.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyerukan penarikan para pasukan.
"Sangat penting bahwa semua pasukan asing dan semua tentara bayaran asing pindah dulu ke Benghazi serta ke Tripoli dan, dari sana, mundur dan meninggalkan Libya sendirian, karena Libya telah membuktikan bahwa, dibiarkan sendiri, mereka mampu mengatasi masalah mereka," ujarnya.
Dalam sebuah deklarasi yang diadopsi dengan suara bulat oleh 15 anggota Dewan Keamanan pada Kamis waktu setempat - termasuk Rusia - panel menyerukan penarikan semua pasukan asing dan tentara bayaran dari Libya tanpa penundaan lebih lanjut.
PBB mengatakan embargo senjata dilanggar saat pesawat kargo tiba dengan senjata untuk kedua pihak yang bertikai.
"Campur tangan asing yang terang-terangan ini terus berlanjut," kata penjabat utusan PBB Stephanie Williams, sambil mencatat bahwa gencatan senjata masih diberlakukan.
Namun Rusia membantah memiliki personel militer di Libya.
"Kami tidak memiliki personel atau prajurit militer di tanah Libya. Oleh karena itu tidak ada intervensi militer Rusia di Libya," kata juru bicara misi negara itu kepada AFP.
"Jika ada warga negara Rusia sebagai tentara bayaran, yang tidak dapat kami keluarkan sepenuhnya, mereka yang mempekerjakannya harus diberitahu untuk menarik mereka," sambungnya.
Pembicaraan yang disponsori PBB di antara kedua belah pihak di Libya diperkirakan akan dilanjutkan dalam waktu dekat di Jenewa. Libya dijadwalkan menggelar pemilu pada Desember mendatang.
Seruan ini menandai ekspresi yang lebih tegas dari kebijakan AS terhadap Libya yang kaya minyak di bawah pemerintahan baru Presiden Joe Biden.
"Kami meminta semua pihak eksternal, termasuk Rusia, Turki dan UEA, untuk menghormati kedaulatan Libya dan segera menghentikan semua intervensi militer di Libya," kata penjabat duta besar AS untuk PBB, Richard Mills, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB terkait Libya, yang telah menyaksikan satu dekade pertempuran sejak penggulingan Muammar al-Qaddafi.
Di bawah gencatan senjata yang didukung PBB yang ditandatangani pada 23 Oktober, pasukan asing dan tentara bayaran ditarik keluar dari Libya dalam waktu tiga bulan. Batas waktu itu berlalu pada hari Sabtu lalu tanpa ada pergerakan yang diumumkan atau diamati di lapangan.
"Sesuai perjanjian gencatan senjata Oktober kami menyerukan kepada Turki dan Rusia untuk segera memulai penarikan pasukan mereka dari negara itu dan pemindahan tentara bayaran asing dan proksi militer yang telah mereka rekrut, dibiayai, dikerahkan dan didukung di Libya," ujar Mills seperti dikutip dari Al Araby, Jumat (29/1/2021).
PBB memperkirakan ada sekitar 20.000 tentara asing dan tentara bayaran di Libya yang membantu faksi-faksi yang bertikai: Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB di Tripoli dan panglima perang militer Khalifa Haftar di timur.
Menurut PBB, Haftar mendapat dukungan dari Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, dan Rusia, terutama tentara bayaran dari kelompok swasta yang memiliki hubungan dengan Vladimir Putin. Sementara GNA didukung oleh Turki dan pemberontak Suriah yang dipindahkan ke Libya.
Tentara bayaran di Libya termasuk beberapa ribu masing-masing dari Suriah dan Sudan serta seribu dari Chad, kata seorang diplomat tanpa menyebutkan nama.
Pernyataan Mills mengisyaratkan nada yang lebih jelas dalam kebijakan AS di bawah Biden. Saat berkuasa, pendahulunya Donald Trump pada satu titik tampaknya mendukung Haftar, meskipun kebijakan resmi AS di akhir pemerintahannya adalah bahwa semua pejuang asing harus pergi sejalan dengan perjanjian yang didukung PBB.
Pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, sebagian besar anggota juga menyerukan penarikan pasukan asing dari Libya dan penghormatan terhadap embargo senjata yang berlaku sejak 2011.
Duta Besar Rusia Vassily Nebenzia dalam sambutannya kepada Dewan Keamanan PBB tidak menyebutkan keberadaan pasukan asing.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyerukan penarikan para pasukan.
"Sangat penting bahwa semua pasukan asing dan semua tentara bayaran asing pindah dulu ke Benghazi serta ke Tripoli dan, dari sana, mundur dan meninggalkan Libya sendirian, karena Libya telah membuktikan bahwa, dibiarkan sendiri, mereka mampu mengatasi masalah mereka," ujarnya.
Dalam sebuah deklarasi yang diadopsi dengan suara bulat oleh 15 anggota Dewan Keamanan pada Kamis waktu setempat - termasuk Rusia - panel menyerukan penarikan semua pasukan asing dan tentara bayaran dari Libya tanpa penundaan lebih lanjut.
PBB mengatakan embargo senjata dilanggar saat pesawat kargo tiba dengan senjata untuk kedua pihak yang bertikai.
"Campur tangan asing yang terang-terangan ini terus berlanjut," kata penjabat utusan PBB Stephanie Williams, sambil mencatat bahwa gencatan senjata masih diberlakukan.
Namun Rusia membantah memiliki personel militer di Libya.
"Kami tidak memiliki personel atau prajurit militer di tanah Libya. Oleh karena itu tidak ada intervensi militer Rusia di Libya," kata juru bicara misi negara itu kepada AFP.
"Jika ada warga negara Rusia sebagai tentara bayaran, yang tidak dapat kami keluarkan sepenuhnya, mereka yang mempekerjakannya harus diberitahu untuk menarik mereka," sambungnya.
Pembicaraan yang disponsori PBB di antara kedua belah pihak di Libya diperkirakan akan dilanjutkan dalam waktu dekat di Jenewa. Libya dijadwalkan menggelar pemilu pada Desember mendatang.
(ber)
tulis komentar anda