Selamatkan Diri dari Pandemi dan Badai, Ribuan Imigran Berjalan Kaki Menuju AS
Minggu, 17 Januari 2021 - 11:25 WIB
CARPAJA - Sekitar 7.500 imigran dan pencari suaka asal Honduras berjalan kaki menuju Amerika Serikat (AS). Mereka mencoba mencari kehidupan yang lebih baik setelah luluh lantak dihantam dua badai, Eta dan Iota, dan antara penguncian akibat virus Corona baru serta resesi.
Dalam perjalanannya, mereka menghadapi blokade militer di Guatemala , perbatasan selatan Meksiko yang dibentengi dan respon AS yang belum pasti di bawah pemerintahan baru.
Menurut perkiraan Institut Imigrasi Nasional Guatemala, sebagian besar dari mereka telah memasuki Guatemala melalui penyeberangan perbatasan El Florido.
Pasukan keamanan Honduras dan Guatemala di wilayah perbatasan telah memblokir jalan, tetapi mereka terus bergerak maju, dan polisi akhirnya memilih untuk mengalah.
"Pemerintah Guatemala menyesalkan pelanggaran kedaulatan nasional ini," kata Pemerintah Guatemala dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Los Angeles Times, Minggu (17/1/2021).
Pemerintah Guatemala menyerukan kepada pihak berwenang Honduras untuk menahan kepergian massal penduduk mereka.
Guatemala telah memberlakukan tindakan darurat pada Kamis di tujuh dari 22 departemen negara itu, membatasi kebebasan bergerak dan berkumpul serta mengerahkan sekitar 2.000 tentara dan polisi untuk menegakkan persyaratan masuk, yang sekarang termasuk hasil negatif untuk tes COVID-19 .
Tingkat pengujian virus Corona di Guatemala sendiri termasuk yang terendah di kawasan ini. Namun negara berpenduduk 17 juta itu telah memiliki 148.500 kasus yang dikonfirmasi, lebih banyak dari Honduras dan lebih banyak per kapita daripada Meksiko.
Di sebuah pos pemeriksaan di La Ruidosa, persimpangan jalan raya utama di Guatemala timur, tentara dan polisi menghentikan kendaraan untuk memeriksa dokumen identifikasi guna mencari warga Honduras yang telah melakukan perjalanan sendiri atau berpisah dari kelompok utama.
Banyak kendaraan angkutan dan minibus yang dipadati penumpang, tidak semuanya mengenakan masker, melanggar langkah wajib pemerintah untuk menahan penyebaran COVID-19.
Pejabat kesehatan, yang ditempatkan di pos pemeriksaan di bawah terpal hijau zaitun berlabel "AS," memberi tahu orang-orang Honduras tentang persyaratan hasil tes negatif untuk masuk. Mereka yang tidak memilikinya ditahan di daerah tersebut.
Roger, yang meminta agar nama belakangnya tidak digunakan untuk alasan keamanan, adalah satu dari lebih dari dua lusin warga Honduras yang terjebak di pos pemeriksaan. Pria berusia 22 tahun itu mengatakan dia berangkat pada Kamis lalu dari Catacamas, di timur Honduras, dengan dua temannya dan berlayar melintasi Sungai Motagua menuju Guatemala sebelum berlari ke pos pemeriksaan.
“Kami sudah merencanakan untuk pergi, karavan atau tidak,” ujarnya.
Roger memiliki bengkel kecil untuk memperbaiki senjata, tetapi Honduras telah menerapkan langkah-langkah penguncian yang ketat selama berbulan-bulan, dan dia tidak dapat bekerja. Itulah alasan utamanya untuk pergi, tetapi kekerasan juga merupakan salah satu faktornya.
Sebuah bus polisi tiba untuk membawa Roger dan orang-orang Honduras lainnya kembali melintasi perbatasan. Mereka termasuk di antara sekitar 600 orang yang dikirim kembali pada Jumat waktu setempat dari pos pemeriksaan dan daerah perbatasan di sekitar Guatemala.
Roger mengatakan dia berencana untuk melihat apakah dia mampu membeli hasil tes COVID-19 di dekat perbatasan untuk segera kembali. Dia tahu Presiden baru AS Joe Biden akan menjabat bulan ini dan berharap pembatasan imigrasi serta suaka yang diberlakukan dalam beberapa tahun terakhir akan mereda.
“Ini bisa menjadi peluang bagus,” katanya.
Biden telah mengumumkan rencana untuk mengirim rancangan undang-undang (RUU) ke Kongres yang akan memberikan jalan menuju kewarganegaraan bagi imigran tidak berdokumen. Tetapi rencana untuk migran di masa depan, termasuk perjanjian kerja sama suaka yang mengirim orang Amerika Tengah kembali ke negara tetangga, tidak jelas.
Dalam perjalanannya, mereka menghadapi blokade militer di Guatemala , perbatasan selatan Meksiko yang dibentengi dan respon AS yang belum pasti di bawah pemerintahan baru.
Menurut perkiraan Institut Imigrasi Nasional Guatemala, sebagian besar dari mereka telah memasuki Guatemala melalui penyeberangan perbatasan El Florido.
Pasukan keamanan Honduras dan Guatemala di wilayah perbatasan telah memblokir jalan, tetapi mereka terus bergerak maju, dan polisi akhirnya memilih untuk mengalah.
"Pemerintah Guatemala menyesalkan pelanggaran kedaulatan nasional ini," kata Pemerintah Guatemala dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Los Angeles Times, Minggu (17/1/2021).
Pemerintah Guatemala menyerukan kepada pihak berwenang Honduras untuk menahan kepergian massal penduduk mereka.
Guatemala telah memberlakukan tindakan darurat pada Kamis di tujuh dari 22 departemen negara itu, membatasi kebebasan bergerak dan berkumpul serta mengerahkan sekitar 2.000 tentara dan polisi untuk menegakkan persyaratan masuk, yang sekarang termasuk hasil negatif untuk tes COVID-19 .
Tingkat pengujian virus Corona di Guatemala sendiri termasuk yang terendah di kawasan ini. Namun negara berpenduduk 17 juta itu telah memiliki 148.500 kasus yang dikonfirmasi, lebih banyak dari Honduras dan lebih banyak per kapita daripada Meksiko.
Di sebuah pos pemeriksaan di La Ruidosa, persimpangan jalan raya utama di Guatemala timur, tentara dan polisi menghentikan kendaraan untuk memeriksa dokumen identifikasi guna mencari warga Honduras yang telah melakukan perjalanan sendiri atau berpisah dari kelompok utama.
Banyak kendaraan angkutan dan minibus yang dipadati penumpang, tidak semuanya mengenakan masker, melanggar langkah wajib pemerintah untuk menahan penyebaran COVID-19.
Pejabat kesehatan, yang ditempatkan di pos pemeriksaan di bawah terpal hijau zaitun berlabel "AS," memberi tahu orang-orang Honduras tentang persyaratan hasil tes negatif untuk masuk. Mereka yang tidak memilikinya ditahan di daerah tersebut.
Roger, yang meminta agar nama belakangnya tidak digunakan untuk alasan keamanan, adalah satu dari lebih dari dua lusin warga Honduras yang terjebak di pos pemeriksaan. Pria berusia 22 tahun itu mengatakan dia berangkat pada Kamis lalu dari Catacamas, di timur Honduras, dengan dua temannya dan berlayar melintasi Sungai Motagua menuju Guatemala sebelum berlari ke pos pemeriksaan.
“Kami sudah merencanakan untuk pergi, karavan atau tidak,” ujarnya.
Roger memiliki bengkel kecil untuk memperbaiki senjata, tetapi Honduras telah menerapkan langkah-langkah penguncian yang ketat selama berbulan-bulan, dan dia tidak dapat bekerja. Itulah alasan utamanya untuk pergi, tetapi kekerasan juga merupakan salah satu faktornya.
Sebuah bus polisi tiba untuk membawa Roger dan orang-orang Honduras lainnya kembali melintasi perbatasan. Mereka termasuk di antara sekitar 600 orang yang dikirim kembali pada Jumat waktu setempat dari pos pemeriksaan dan daerah perbatasan di sekitar Guatemala.
Roger mengatakan dia berencana untuk melihat apakah dia mampu membeli hasil tes COVID-19 di dekat perbatasan untuk segera kembali. Dia tahu Presiden baru AS Joe Biden akan menjabat bulan ini dan berharap pembatasan imigrasi serta suaka yang diberlakukan dalam beberapa tahun terakhir akan mereda.
“Ini bisa menjadi peluang bagus,” katanya.
Biden telah mengumumkan rencana untuk mengirim rancangan undang-undang (RUU) ke Kongres yang akan memberikan jalan menuju kewarganegaraan bagi imigran tidak berdokumen. Tetapi rencana untuk migran di masa depan, termasuk perjanjian kerja sama suaka yang mengirim orang Amerika Tengah kembali ke negara tetangga, tidak jelas.
(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda