Selidiki Asal Usul COVID-19, Tim Ahli WHO Tiba di Wuhan
Kamis, 14 Januari 2021 - 13:20 WIB
WUHAN - Tim ahli Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) hari ini, Kamis (14/1/2021) tiba di Wuhan , China ,untuk memulai penyelidikan tentang asal-usul virus Corona baru yang menyebabkan COVID-19 . Kedatangan tim ahli WHO ini bersamaan dengan saat China melaporkan kematian pertamanya akibat COVID-19 dalam delapan bulan terakhir.
Sepuluh ilmuwan itu terlebih dahulu harus menyelesaikan karantina selama dua minggu di Wuhan sebelum memulai pekerjaannya. Mereka tiba untuk misi yang tertunda yaitu memeriksa asal-usul pandemi.
Virus ini pertama kali terdeteksi di kota Wuhan, China tengah, pada akhir 2019 dan sejak itu menyebar ke seluruh dunia menewaskan hampir dua juta orang sejauh ini, menginfeksi puluhan juta dan menggerogoti ekonomi global.
Lembaga penyiaran pemerintah China, CGTN, menunjukkan pesawat yang membawa tim tersebut tiba dari Singapura untuk disambut oleh pejabat China dengan setelan hazmat.
Peter Ben Embarek, ketua tim untuk misi tersebut, mengatakan kelompok tersebut akan memulai dengan karantina wajib di sebuah hotel karena persyaratan imigrasi China.
"Dan kemudian setelah dua minggu, kami akan dapat berpindah-pindah dan bertemu dengan rekan-rekan China kami secara langsung dan pergi ke berbagai situs yang ingin kami kunjungi," tuturnya.
"(Ini) bisa menjadi perjalanan yang sangat panjang sebelum kita mendapatkan pemahaman penuh tentang apa yang terjadi," ia memperingatkan seperti dikutip dari Japan Times.
Beijing berpendapat bahwa meskipun Wuhan adalah tempat kelompok kasus pertama terdeteksi, belum tentu menjadi asal dari virus tersebut.
“Saya tidak berpikir kami akan memiliki jawaban yang jelas setelah misi awal ini, tetapi kami akan melanjutkannya,” tambah Embarek.
“Idenya adalah untuk memajukan sejumlah studi yang telah dirancang dan diputuskan beberapa bulan lalu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang terjadi,” ujarnya.
Perjalanan WHO yang lama tertunda datang lebih dari setahun setelah pandemi dimulai dan telah memicu ketegangan politik atas tuduhan bahwa Beijing mencoba menggagalkan proyek tersebut.
Disaat bersamaan, lebih dari 20 juta orang diisolasi di China utara dan satu provinsi telah menyatakan keadaan darurat, dengan jumlah kasus COVID-19 meningkat setelah beberapa bulan relatif statis.
Komisi Kesehatan China juga melaporkan terjadi 138 kasus infeksi pada har ini, jumlah tertinggi dalam satu hari sejak Maret tahun lalu. China juga melaporkan kematian akibat COVID-19 pertama dalam beberapa bulan terakhir di provinsi Hebei utara.
Otoritas kesehatan China tidak memberikan penjelasan lebih rinci tentang kematian terakhir kecuali yang terjadi di provinsi Hebei, di mana pemerintah telah mengunci beberapa kota.
Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran di seluruh China. Ketika berita kematian terbaru muncul, tagar "Kematian baru akibat virus di Hebei" dengan cepat meraih 100 juta viewers di platform media sosial China, Weibo.
“Saya sudah lama tidak melihat kata-kata 'kematian akibat virus', ini agak mengejutkan! Saya berharap epidemi bisa segera berlalu,” tulis seorang pengguna.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
Sepuluh ilmuwan itu terlebih dahulu harus menyelesaikan karantina selama dua minggu di Wuhan sebelum memulai pekerjaannya. Mereka tiba untuk misi yang tertunda yaitu memeriksa asal-usul pandemi.
Virus ini pertama kali terdeteksi di kota Wuhan, China tengah, pada akhir 2019 dan sejak itu menyebar ke seluruh dunia menewaskan hampir dua juta orang sejauh ini, menginfeksi puluhan juta dan menggerogoti ekonomi global.
Lembaga penyiaran pemerintah China, CGTN, menunjukkan pesawat yang membawa tim tersebut tiba dari Singapura untuk disambut oleh pejabat China dengan setelan hazmat.
Peter Ben Embarek, ketua tim untuk misi tersebut, mengatakan kelompok tersebut akan memulai dengan karantina wajib di sebuah hotel karena persyaratan imigrasi China.
"Dan kemudian setelah dua minggu, kami akan dapat berpindah-pindah dan bertemu dengan rekan-rekan China kami secara langsung dan pergi ke berbagai situs yang ingin kami kunjungi," tuturnya.
"(Ini) bisa menjadi perjalanan yang sangat panjang sebelum kita mendapatkan pemahaman penuh tentang apa yang terjadi," ia memperingatkan seperti dikutip dari Japan Times.
Beijing berpendapat bahwa meskipun Wuhan adalah tempat kelompok kasus pertama terdeteksi, belum tentu menjadi asal dari virus tersebut.
“Saya tidak berpikir kami akan memiliki jawaban yang jelas setelah misi awal ini, tetapi kami akan melanjutkannya,” tambah Embarek.
“Idenya adalah untuk memajukan sejumlah studi yang telah dirancang dan diputuskan beberapa bulan lalu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang terjadi,” ujarnya.
Perjalanan WHO yang lama tertunda datang lebih dari setahun setelah pandemi dimulai dan telah memicu ketegangan politik atas tuduhan bahwa Beijing mencoba menggagalkan proyek tersebut.
Disaat bersamaan, lebih dari 20 juta orang diisolasi di China utara dan satu provinsi telah menyatakan keadaan darurat, dengan jumlah kasus COVID-19 meningkat setelah beberapa bulan relatif statis.
Komisi Kesehatan China juga melaporkan terjadi 138 kasus infeksi pada har ini, jumlah tertinggi dalam satu hari sejak Maret tahun lalu. China juga melaporkan kematian akibat COVID-19 pertama dalam beberapa bulan terakhir di provinsi Hebei utara.
Otoritas kesehatan China tidak memberikan penjelasan lebih rinci tentang kematian terakhir kecuali yang terjadi di provinsi Hebei, di mana pemerintah telah mengunci beberapa kota.
Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran di seluruh China. Ketika berita kematian terbaru muncul, tagar "Kematian baru akibat virus di Hebei" dengan cepat meraih 100 juta viewers di platform media sosial China, Weibo.
“Saya sudah lama tidak melihat kata-kata 'kematian akibat virus', ini agak mengejutkan! Saya berharap epidemi bisa segera berlalu,” tulis seorang pengguna.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
(ber)
tulis komentar anda