William Burns, Calon Bos Baru CIA yang Tuduh Putin Pakai Taktik Judo
Selasa, 12 Januari 2021 - 14:44 WIB
WASHINGTON - Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah menominasikan diplomat karier William Burns untuk menjabat sebagai direktur Central Intelligence Agency (CIA). Burns terkenal ketika menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin menggunakan taktik seperti judo untuk menabur kekacauan di Amerika.
Biden mengklaim bahwa orang-orang Amerika akan "tidur nyenyak" dengan Burns di pucuk pimpinan dinas intelijen. Direktur CIA saat ini adalah Gina Haspel. (Baca: Massa Pro-Trump Siapkan Pemberontakan Besar-besaran Jelang Pelantikan Biden )
Burns, yang saat ini menjadi presiden Carnegie Endowment for International Peace, sebuah lembaga think tank urusan internasional yang berbasis di Washington D.C., pensiun dari Dinas Luar Negeri AS pada tahun 2014 setelah 33 tahun berkarier di bidang diplomasi.
Dia menjabat sebagai wakil menteri luar negeri di pemerintahan Barack Obama dari 2011-2014, dan sebagai duta besar AS untuk Rusia dari 2005 hingga 2008. Sebelum bertugas di Moskow, Burns adalah utusan AS untuk Yordania dari 1998 hingga 2001, dan diangkat sebagai asisten menteri luar negeri untuk urusan Timur Dekat (Near Eastern) dari 2001 hingga 2005.
"Burns diplomat teladan dengan pengalaman puluhan tahun di panggung dunia menjaga rakyat dan negara kami aman dan terjamin," kata Biden dalam pernyataan pencalonan Burns sebagai bos baru CIA, Senin (11/1/2021).
Pernyataan tersebut mengatakan bahwa Burns memahami dugaan ancaman yang dihadapi Amerika Serikat, apakah itu serangan yang berasal dari Moskow, tantangan yang diajukan China, atau plot yang dibuat oleh teroris dan aktor non-negara lainnya. (Baca juga: Ada Ancaman Pemberontakan Besar-besaran, Trump Nyatakan Darurat 13 Hari di Washington DC )
Seperti banyak veteran Departemen Luar Negeri lainnya, Burns berulang kali menuduh Moskow ikut campur dalam pemilihan presiden (pilpres) AS 2016.
Dalam opini editorial 2017 yang diterbitkan oleh New York Times, pensiunan diplomat itu menuduh Rusia melakukan campur tangan pemilu yang "agresif" dan "sangat mengganggu".
Burns memperkirakan bahwa hubungan Washington dengan Moskow akan tetap kompetitif dan "sering bermusuhan" di masa mendatang. Dia mengklaim bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin mencari pengaruh yang lebih besar di dunia dengan mengorbankan tatanan yang dipimpin Amerika.
Dia menuduh bahwa Rusia memimpikan posisi dominan dalam urusan global yang tidak dibatasi oleh nilai-nilai dan institusi Barat.
Dia meminta AS untuk fokus pada konflik di Ukraina, memprediksi bahwa nasib negara itu akan menentukan masa depan Eropa.
Yang menarik, dia juga menepis gagasan yang menarik secara dangkal seperti kerjasama melawan terorisme Islamis. Dia mengklaim bahwa upaya Rusia untuk membantu pemerintah Suriah mengalahkan ISIS telah membuat ancaman teroris "jauh lebih buruk".
Permusuhannya terhadap Rusia kembali terungkap dalam sebuah wawancara dengan majalah Atlantik pada tahun 2019. Dia mengatakan kepada media itu bahwa Putin telah mampu menabur kekacauan di Amerika Serikat dengan bertindak seperti seorang ahli judo yang baik.
"Pemimpin Rusia itu mengambil keuntungan dari lawan yang lebih kuat dengan memanfaatkan polarisasi dan disfungsi dalam sistem politik AS," katanya kala itu.
Burns bahkan menyarankan bahwa klaim kolusi yang sekarang dibantah antara Moskow dan tim kampanye Trump pada tahun 2016 memiliki manfaat, dengan mengisyaratkan bahwa Jaksa Khusus Robert Mueller berpotensi mengungkap konspirasi yang lebih besar di balik dugaan campur tangan Putin yang mirip taktik judo.
Penyelidikan Mueller pada akhirnya tidak menemukan bukti kolusi, meskipun bertahun-tahun laporan media-media AS mengklaim ada bukti konspirasi besar-besaran antara Trump dan Kremlin.
Biden mengklaim bahwa orang-orang Amerika akan "tidur nyenyak" dengan Burns di pucuk pimpinan dinas intelijen. Direktur CIA saat ini adalah Gina Haspel. (Baca: Massa Pro-Trump Siapkan Pemberontakan Besar-besaran Jelang Pelantikan Biden )
Burns, yang saat ini menjadi presiden Carnegie Endowment for International Peace, sebuah lembaga think tank urusan internasional yang berbasis di Washington D.C., pensiun dari Dinas Luar Negeri AS pada tahun 2014 setelah 33 tahun berkarier di bidang diplomasi.
Dia menjabat sebagai wakil menteri luar negeri di pemerintahan Barack Obama dari 2011-2014, dan sebagai duta besar AS untuk Rusia dari 2005 hingga 2008. Sebelum bertugas di Moskow, Burns adalah utusan AS untuk Yordania dari 1998 hingga 2001, dan diangkat sebagai asisten menteri luar negeri untuk urusan Timur Dekat (Near Eastern) dari 2001 hingga 2005.
"Burns diplomat teladan dengan pengalaman puluhan tahun di panggung dunia menjaga rakyat dan negara kami aman dan terjamin," kata Biden dalam pernyataan pencalonan Burns sebagai bos baru CIA, Senin (11/1/2021).
Pernyataan tersebut mengatakan bahwa Burns memahami dugaan ancaman yang dihadapi Amerika Serikat, apakah itu serangan yang berasal dari Moskow, tantangan yang diajukan China, atau plot yang dibuat oleh teroris dan aktor non-negara lainnya. (Baca juga: Ada Ancaman Pemberontakan Besar-besaran, Trump Nyatakan Darurat 13 Hari di Washington DC )
Seperti banyak veteran Departemen Luar Negeri lainnya, Burns berulang kali menuduh Moskow ikut campur dalam pemilihan presiden (pilpres) AS 2016.
Dalam opini editorial 2017 yang diterbitkan oleh New York Times, pensiunan diplomat itu menuduh Rusia melakukan campur tangan pemilu yang "agresif" dan "sangat mengganggu".
Burns memperkirakan bahwa hubungan Washington dengan Moskow akan tetap kompetitif dan "sering bermusuhan" di masa mendatang. Dia mengklaim bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin mencari pengaruh yang lebih besar di dunia dengan mengorbankan tatanan yang dipimpin Amerika.
Dia menuduh bahwa Rusia memimpikan posisi dominan dalam urusan global yang tidak dibatasi oleh nilai-nilai dan institusi Barat.
Dia meminta AS untuk fokus pada konflik di Ukraina, memprediksi bahwa nasib negara itu akan menentukan masa depan Eropa.
Yang menarik, dia juga menepis gagasan yang menarik secara dangkal seperti kerjasama melawan terorisme Islamis. Dia mengklaim bahwa upaya Rusia untuk membantu pemerintah Suriah mengalahkan ISIS telah membuat ancaman teroris "jauh lebih buruk".
Permusuhannya terhadap Rusia kembali terungkap dalam sebuah wawancara dengan majalah Atlantik pada tahun 2019. Dia mengatakan kepada media itu bahwa Putin telah mampu menabur kekacauan di Amerika Serikat dengan bertindak seperti seorang ahli judo yang baik.
"Pemimpin Rusia itu mengambil keuntungan dari lawan yang lebih kuat dengan memanfaatkan polarisasi dan disfungsi dalam sistem politik AS," katanya kala itu.
Burns bahkan menyarankan bahwa klaim kolusi yang sekarang dibantah antara Moskow dan tim kampanye Trump pada tahun 2016 memiliki manfaat, dengan mengisyaratkan bahwa Jaksa Khusus Robert Mueller berpotensi mengungkap konspirasi yang lebih besar di balik dugaan campur tangan Putin yang mirip taktik judo.
Penyelidikan Mueller pada akhirnya tidak menemukan bukti kolusi, meskipun bertahun-tahun laporan media-media AS mengklaim ada bukti konspirasi besar-besaran antara Trump dan Kremlin.
(min)
tulis komentar anda