Pakar: Objek Mirip Rudal di Perairan Indonesia Adalah Drone Surveillance China
Selasa, 12 Januari 2021 - 06:56 WIB
JAKARTA - Sebuah objek bersayap mirip rudal yang ditemukan di perairan Indonesia bulan lalu adalah drone surveillanceChina . Hal itu diungkap firma analisis pertahanan Janes.
Analis sistem tak berawak utama Janes, Kelvin Wong, mengatakaan objek—yang ditemukan oleh seorang nelayan lokal di provinsi Sulawesi Selatan—diidentifikasi sebagai Haiyi atau "sayap laut", glider bawah air otonom.
Menurut Wong, itu adalah glider ketiga yang ditemukan di perairan Indonesia selama dua tahun terakhir. (Baca: Drone Selam China Berkeliaran di Perairan Indonesia Patut Dicurigai )
Glider bawah air otonom yang ditemukan seorang nelayan di Pulau Selayar, Sulawesi Selatan, memiliki panjang panjang 225 cm, ekor 18 cm, lebar sayap 50 cm dan antena trailing 93 cm
Masih belum jelas apa misi operasi drone yang biasanya digunakan untuk tujuan penelitian tersebut. Namun, analis menggambarkan lokasi di mana ia ditemukan sebagai wilayah yang terputus dari jalur air internasional dan sangat jauh dari klaim maritim China.
Wong mencatat bahwa operasi terakhir yang diketahui di mana drone bawah air digunakan adalah pada Desember 2019, setelah itu semua berhasil dipulihkan. Pada tahun 2020 atau setelah glider bawah air itu ditemukan di Pulau Selayar, China tidak melakukan survei apa pun di lepas pantai Indonesia.
Glider bawah air biasanya digunakan dalam penelitian, seperti mengumpulkan data tentang kadar oksigen, kondisi air, dan lain-lain. Namun, menurut Wong, data tersebut mungkin juga berguna dalam operasi Angkatan Laut, terutama di kapal selam dan perang anti-kapal selam.
"Pengetahuan yang unggul tentang perairan suatu wilayah dapat memungkinkan kapal selam untuk beroperasi lebih tenang dan mengurangi kemungkinan penemuan," kata Wong, seperti dikutip dari CNBC, Selasa (12/1/2021). (Baca juga: Massa Pro-Trump Siapkan Pemberontakan Besar-besaran Jelang Pelantikan Biden )
Dia lebih lanjut menegaskan bahwa China memiliki kebijakan "Fusi Militer-Sipil" yang diamanatkan dengan jelas untuk menggunakan pengetahuan dan teknologi yang tersedia di sipil dan ruang komersial untuk keuntungan militer.
Oleh karena itu, Wong menyimpulkan, perintah China kemungkinan besar akan mengeksploitasi sifat penggunaan ganda dari informasi yang dikumpulkan glider.
Analis sistem tak berawak utama Janes, Kelvin Wong, mengatakaan objek—yang ditemukan oleh seorang nelayan lokal di provinsi Sulawesi Selatan—diidentifikasi sebagai Haiyi atau "sayap laut", glider bawah air otonom.
Menurut Wong, itu adalah glider ketiga yang ditemukan di perairan Indonesia selama dua tahun terakhir. (Baca: Drone Selam China Berkeliaran di Perairan Indonesia Patut Dicurigai )
Glider bawah air otonom yang ditemukan seorang nelayan di Pulau Selayar, Sulawesi Selatan, memiliki panjang panjang 225 cm, ekor 18 cm, lebar sayap 50 cm dan antena trailing 93 cm
Masih belum jelas apa misi operasi drone yang biasanya digunakan untuk tujuan penelitian tersebut. Namun, analis menggambarkan lokasi di mana ia ditemukan sebagai wilayah yang terputus dari jalur air internasional dan sangat jauh dari klaim maritim China.
Wong mencatat bahwa operasi terakhir yang diketahui di mana drone bawah air digunakan adalah pada Desember 2019, setelah itu semua berhasil dipulihkan. Pada tahun 2020 atau setelah glider bawah air itu ditemukan di Pulau Selayar, China tidak melakukan survei apa pun di lepas pantai Indonesia.
Glider bawah air biasanya digunakan dalam penelitian, seperti mengumpulkan data tentang kadar oksigen, kondisi air, dan lain-lain. Namun, menurut Wong, data tersebut mungkin juga berguna dalam operasi Angkatan Laut, terutama di kapal selam dan perang anti-kapal selam.
"Pengetahuan yang unggul tentang perairan suatu wilayah dapat memungkinkan kapal selam untuk beroperasi lebih tenang dan mengurangi kemungkinan penemuan," kata Wong, seperti dikutip dari CNBC, Selasa (12/1/2021). (Baca juga: Massa Pro-Trump Siapkan Pemberontakan Besar-besaran Jelang Pelantikan Biden )
Dia lebih lanjut menegaskan bahwa China memiliki kebijakan "Fusi Militer-Sipil" yang diamanatkan dengan jelas untuk menggunakan pengetahuan dan teknologi yang tersedia di sipil dan ruang komersial untuk keuntungan militer.
Oleh karena itu, Wong menyimpulkan, perintah China kemungkinan besar akan mengeksploitasi sifat penggunaan ganda dari informasi yang dikumpulkan glider.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda