Pakar Bingung Sriwijaya Air Melesat 10.900 Kaki dalam 4 Menit lalu Terjun
Senin, 11 Januari 2021 - 14:06 WIB
JAKARTA - Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 jatuh di perairan Kepulauan Seribu setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta menuju Pontianak, kemarin. Para pakar masih kebingungan untuk menganalisis penyebab tragedi yang menyebabkan 62 orang meninggal tersebut.
Menurut situs pelacakan FlightRadar24, penerbangan SJ 182 lepas landas dari bandara dan naik ke ketinggian 10.900 kaki dalam waktu empat menit. Namun, penerbangan itu mulai terjun tajam dan berhenti mengirimkan data 21 detik kemudian. (Baca: Sudah 104 Kecelakaan Pesawat, Indonesia Tempat Paling Berbahaya di Asia )
"Ada banyak suara yang dibuat tentang kecepatan penurunan terakhirnya," kata Geoff Dell, pakar investigasi kecelakaan udara yang berbasis di Australia.
"Ini adalah indikasi dari apa yang terjadi tetapi mengapa itu terjadi masih dalam banyak hal masih merupakan tebakan. Ada banyak cara untuk membuat pesawat turun dengan kecepatan seperti itu," ujarnya yang masih bingung untuk menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi pada penerbangan tersebut, seperti dikutip Nasdaq, Senin (11/1/2021).
Dia mengatakan penyelidik akan melihat faktor-faktor termasuk kegagalan mekanis, tindakan pilot, catatan perawatan, kondisi cuaca, dan apakah ada gangguan yang melanggar hukum dengan pesawat. Sebagian besar kecelakaan udara disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor yang perlu waktu berbulan-bulan untuk ditetapkan.
Catatan operasi Sriwijaya Air juga akan diawasi.
"Catatan keamanannya beragam," kata Greg Waldron, editor pelaksana Asia di publikasi FlightGlobal.
Dia mengatakan maskapai telah menghapus empat pesawat Boeing 737 antara 2008 hingga 2017 karena pendaratan yang buruk yang mengakibatkan runway overruns, termasuk satu pada 2008 yang menyebabkan satu kematian dan 14 cedera. (Baca juga: Sriwijaya Air SJ 182 Masih Laik Terbang meski Sudah Berusia Tua )
Maskapai ini pada akhir 2019 mengakhiri kemitraan selama setahun dengan Garuda Indonesia dan telah beroperasi secara independen.
Menurut laporan tahun 2019, tepat sebelum pakta kemitraan berakhir, lebih dari separuh armada Sriwijaya Air telah dihentikan oleh Kementerian Perhubungan karena masalah kelaikan terbang.
Pihak maskapai Sriwijaya Air sendiri mengatakan pesawat yang jatuh kemarin sudah berusia sekitar 26 tahun, namun kondisinya masih laik terbang.
Menurut situs pelacakan FlightRadar24, penerbangan SJ 182 lepas landas dari bandara dan naik ke ketinggian 10.900 kaki dalam waktu empat menit. Namun, penerbangan itu mulai terjun tajam dan berhenti mengirimkan data 21 detik kemudian. (Baca: Sudah 104 Kecelakaan Pesawat, Indonesia Tempat Paling Berbahaya di Asia )
"Ada banyak suara yang dibuat tentang kecepatan penurunan terakhirnya," kata Geoff Dell, pakar investigasi kecelakaan udara yang berbasis di Australia.
"Ini adalah indikasi dari apa yang terjadi tetapi mengapa itu terjadi masih dalam banyak hal masih merupakan tebakan. Ada banyak cara untuk membuat pesawat turun dengan kecepatan seperti itu," ujarnya yang masih bingung untuk menyimpulkan apa yang sebenarnya terjadi pada penerbangan tersebut, seperti dikutip Nasdaq, Senin (11/1/2021).
Dia mengatakan penyelidik akan melihat faktor-faktor termasuk kegagalan mekanis, tindakan pilot, catatan perawatan, kondisi cuaca, dan apakah ada gangguan yang melanggar hukum dengan pesawat. Sebagian besar kecelakaan udara disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor yang perlu waktu berbulan-bulan untuk ditetapkan.
Catatan operasi Sriwijaya Air juga akan diawasi.
"Catatan keamanannya beragam," kata Greg Waldron, editor pelaksana Asia di publikasi FlightGlobal.
Dia mengatakan maskapai telah menghapus empat pesawat Boeing 737 antara 2008 hingga 2017 karena pendaratan yang buruk yang mengakibatkan runway overruns, termasuk satu pada 2008 yang menyebabkan satu kematian dan 14 cedera. (Baca juga: Sriwijaya Air SJ 182 Masih Laik Terbang meski Sudah Berusia Tua )
Maskapai ini pada akhir 2019 mengakhiri kemitraan selama setahun dengan Garuda Indonesia dan telah beroperasi secara independen.
Menurut laporan tahun 2019, tepat sebelum pakta kemitraan berakhir, lebih dari separuh armada Sriwijaya Air telah dihentikan oleh Kementerian Perhubungan karena masalah kelaikan terbang.
Pihak maskapai Sriwijaya Air sendiri mengatakan pesawat yang jatuh kemarin sudah berusia sekitar 26 tahun, namun kondisinya masih laik terbang.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda