Sudah 104 Kecelakaan Pesawat, Indonesia Tempat Paling Berbahaya di Asia

Senin, 11 Januari 2021 - 08:17 WIB
Petugas KNKT memeriksa serpihan pesawat Sriwijaya Air SJ182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Pulau Seribu, di Dermaga JICT, Jakarta, Minggu (10/1/2021).
JAKARTA - Data Aviation Safety Network menyatakan Indonesia telah mengalami 104 kecelakaan pesawat sipil dengan lebih dari 1.300 kematian terkait sejak 1945. Dengan data itu, Indonesia dianggap sebagai tempat paling berbahaya untuk terbang di Asia.

Jatuhnya Boeing 737-500 SJ182 milik Sriwijaya Air yang membawa 62 orang di perairan Kepulauan Seribu berada di antara daftar kecelakaan maut dalam dunia penerbangan Indonesia tersebut. Pesawat itu jatuh tak lama setelah lepas landas dan penyebabnya belum diketahui. (Baca: Sriwijaya Air SJ182 Masih Laik Terbang meski Berusia Tua )

Para pakar penerbangan kini menyoroti rekor buruk kecelakaaan penerbangan Indonesia. Menurut mereka, rekor kecelakaan penumpang pesawat sipil Indonesia merupakan yang terburuk di Asia sejak 1945 dibandingkan negara lain di kawasan tersebut.



Kecelakaan di masa lalu telah dikaitkan dengan pelatihan pilot yang buruk, kegagalan mekanis, masalah kontrol lalu lintas udara, dan perawatan pesawat yang buruk.

Para ahli mengatakan ada banyak perbaikan dalam beberapa tahun terakhir, dan kecelakaan terbaru itu membuat mereka mempertanyakan kemajuan sebenarnya dari pengawasan dan regulasi penerbangan Indonesia.

Mengapa Indonesia sering mengalami kecelakaan pesawat? Itu karena kombinasi faktor ekonomi, sosial dan geografis.

Setelah jatuhnya rezim Soeharto pada akhir 1998, hanya ada sedikit regulasi atau pengawasan terhadap industri penerbangan.

Maskapai penerbangan berbiaya rendah membanjiri pasar, memungkinkan penerbangan menjadi cara yang umum bagi banyak orang untuk bepergian melintasi negara kepulauan yang luas ini, yang memiliki banyak wilayah yang masih kekurangan infrastruktur transportasi yang efisien atau aman.

Amerika Serikat pernah melarang maskapai-maskapai penerbangan Indonesia beroperasi di negara itu dari 2007 hingga 2016 karena maskapai-maskapai itu kekurangan dalam satu atau lebih bidang, seperti keahlian teknis, personel terlatih, prosedur pencatatan atau inspeksi. (Baca juga: Anggap Pengkhianat, Massa Pro-Trump Hendak Gantung Wapres Pence di Capitol )

Uni Eropa juga memberlakukan larangan serupa dari 2007 hingga 2018.

Apakah semuanya membaik? Ya, pernah.

"Keterlibatan dengan industri telah meningkat secara signifikan dan pengawasan menjadi lebih ketat," kata pakar penerbangan dan pemimpin redaksi AirlineRatings.com, Geoffrey Thomas, seperti dikutip AP, Senin (11/1/2021).

"Ini termasuk inspeksi yang lebih sering, regulasi yang lebih kuat dari fasilitas dan prosedur pemeliharaan, dan pelatihan pilot yang lebih baik," ujarnya.

Administrasi Penerbangan Federal (FAA) AS memberi Indonesia peringkat Kategori 1 pada tahun 2016, yang berarti menetapkan bahwa negara tersebut mematuhi standar keselamatan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional.

Mengapa Tragedi Terbaru Terjadi?

Terlalu dini untuk mengatakannya. Para ahli mengatakan, mungkin ada beberapa alasan, termasuk kesalahan manusia, kondisi pesawat, dan cuaca buruk di kawasan Jakarta tempat pesawat berangkat.

Nelayan di sekitar kecelakaan mengatakan mereka mendengar ledakan, diikuti puing-puing dan bahan bakar yang mengelilingi kapal mereka. Tetapi hujan lebat mengganggu penglihatan mereka dan mereka tidak dapat melihat lebih banyak lagi.

Sriwijaya Air hanya mengalami insiden kecil di masa lalu, meskipun seorang petani tewas pada tahun 2008 ketika salah satu pesawatnya jatuh dari landasan pacu saat mendarat karena masalah hidrolik.

Direktur Utama maskapai, Jefferson Irwin Jauwena, mengatakan pesawat yang jatuh berusia 26 tahun dan sebelumnya digunakan oleh maskapai penerbangan di Amerika Serikat. Menurutnya, pesawat masih layak terbang.

Dia mengatakan kepada wartawan bahwa pesawat itu sebelumnya terbang pada hari yang sama.

Namun para ahli mengatakan penyelidikan diperlukan untuk menentukan apakah pesawat itu benar-benar cocok untuk terbang.

Situs jatuhnya pesawat dan kotak hitam pesawat telah ditemukan pada hari Minggu. Pihak berwenang saat ini sedang bekerja untuk mengambil perekam data penerbangan dan perekam suara kokpit dari laut. Bahan yang ditarik dari air laut, termasuk kotak hitam, dapat memberikan gambaran tentang apa yang terjadi.

Tapi, konsultan penerbangan Indonesia Gerry Soejatman mengatakan penyelidikan bisa memakan waktu berminggu-minggu, bahkan mungkin berbulan-bulan.

Indonesia diharapkan akan memimpin penyelidikan, dengan pengamat internasional biasanya disambut juga. Menurut Soejatman, seharusnya ada laporan sementara dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia dalam waktu satu bulan.

"Analisisnya akan dimulai dengan laporan itu," katanya.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More