Israel Tolak Suntik Vaksin COVID-19 Tahanan Palestina, Komisi: Itu Rasis
Minggu, 10 Januari 2021 - 06:06 WIB
RAMALLAH - Keputusan Israel menolak memberikan vaksin virus corona untuk para tahanan Palestina adalah "rasis" dan melanggar hukum internasional.
Pernyataan itu diungkapkan kelompok Palestina, Komisi Tahanan dan Urusan Bekas Tahanan, pada Sabtu (9/1).
Seorang menteri Israel baru-baru ini mengatakan memvaksinasi narapidana Palestina "bukan prioritas" bagi Tel Aviv.
“Langkah itu ditujukan untuk meningkatkan penderitaan para narapidana dan untuk secara psikologis menyiksa mereka dan keluarga mereka,” ungkap pernyataan Komisi Tahanan dan Urusan Bekas Tahanan. (Baca Juga: Setelah US Capitol Diserbu, Kini Para Politisi Israel yang Ketakutan)
"Pernyataan Menteri Keamanan Publik Israel (Amir Ohana) bersifat rasis dan menunjukkan wajah buruk pendudukan serta pandangan tidak bermoral dan kriminalnya tentang hak-hak pria dan wanita di dalam penjara," papar Hassan Abd Rabbo, penasihat media untuk komisi yang berafiliasi dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), saat wawancara dengan Anadolu Agency. (Baca Juga: Mayoritas Rakyat AS Ingin Trump Segera Dipecat setelah Rusuh US Capitol)
Setelah pernyataan awal menteri bulan lalu, Jaksa Agung Israel Avichai Mandelblit mengatakan arahan Ohana untuk tidak memvaksinasi narapidana Palestina "kurang dalam otoritas dan tidak valid." (Lihat Video: Anies Baswedan Berlakukan Pembatasan Aktivitas Masyarakat Mulai 11 Januari 2021)
“Namun, pada Jumat, Ohana menegaskan kembali bahwa dia tidak akan mundur atas keputusan tersebut,” ungkap laporan Kantor Penyiaran Publik Israel.
Dia bersikeras bahwa suntikan vaksin COVID-19 untuk para narapidana Palestina hanya akan dipertimbangkan setelah semua anggota staf penjara divaksinasi, serta populasi umum warga Israel yang tidak dipenjara.
Abd Rabbo mengecam komentar menteri tersebut sebagai "pelanggaran nyata" terhadap hukum internasional.
“Posisi ini benar-benar bertentangan dengan kewajiban pendudukan Israel di bawah Konvensi Jenewa Ketiga dan Keempat, pelanggaran yang jelas terhadap hukum humaniter internasional, dan pelanggaran yang jelas atas instruksi dan protokol Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang menuntut vaksinasi semua tahanan," papar dia.
"Pendudukan harus mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi narapidana yang ditahan di ruangan dan bagian penjara yang penuh sesak," ungkap dia.
Awal pekan ini, Masyarakat Tahanan Palestina mengatakan 188 narapidana Palestina telah dites positif COVID-19 sejak dimulainya pandemi.
Menurut perkiraan Palestina, ada 4.400 warga Palestina di penjara Israel, termasuk 41 wanita, 170 anak-anak, dan sekitar 380 orang yang ditahan di bawah kebijakan penahanan administratif Israel, yang memungkinkan penahanan warga Palestina tanpa ada dakwaan atau proses pengadilan.
Pernyataan itu diungkapkan kelompok Palestina, Komisi Tahanan dan Urusan Bekas Tahanan, pada Sabtu (9/1).
Seorang menteri Israel baru-baru ini mengatakan memvaksinasi narapidana Palestina "bukan prioritas" bagi Tel Aviv.
“Langkah itu ditujukan untuk meningkatkan penderitaan para narapidana dan untuk secara psikologis menyiksa mereka dan keluarga mereka,” ungkap pernyataan Komisi Tahanan dan Urusan Bekas Tahanan. (Baca Juga: Setelah US Capitol Diserbu, Kini Para Politisi Israel yang Ketakutan)
"Pernyataan Menteri Keamanan Publik Israel (Amir Ohana) bersifat rasis dan menunjukkan wajah buruk pendudukan serta pandangan tidak bermoral dan kriminalnya tentang hak-hak pria dan wanita di dalam penjara," papar Hassan Abd Rabbo, penasihat media untuk komisi yang berafiliasi dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), saat wawancara dengan Anadolu Agency. (Baca Juga: Mayoritas Rakyat AS Ingin Trump Segera Dipecat setelah Rusuh US Capitol)
Setelah pernyataan awal menteri bulan lalu, Jaksa Agung Israel Avichai Mandelblit mengatakan arahan Ohana untuk tidak memvaksinasi narapidana Palestina "kurang dalam otoritas dan tidak valid." (Lihat Video: Anies Baswedan Berlakukan Pembatasan Aktivitas Masyarakat Mulai 11 Januari 2021)
“Namun, pada Jumat, Ohana menegaskan kembali bahwa dia tidak akan mundur atas keputusan tersebut,” ungkap laporan Kantor Penyiaran Publik Israel.
Dia bersikeras bahwa suntikan vaksin COVID-19 untuk para narapidana Palestina hanya akan dipertimbangkan setelah semua anggota staf penjara divaksinasi, serta populasi umum warga Israel yang tidak dipenjara.
Abd Rabbo mengecam komentar menteri tersebut sebagai "pelanggaran nyata" terhadap hukum internasional.
“Posisi ini benar-benar bertentangan dengan kewajiban pendudukan Israel di bawah Konvensi Jenewa Ketiga dan Keempat, pelanggaran yang jelas terhadap hukum humaniter internasional, dan pelanggaran yang jelas atas instruksi dan protokol Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang menuntut vaksinasi semua tahanan," papar dia.
"Pendudukan harus mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi narapidana yang ditahan di ruangan dan bagian penjara yang penuh sesak," ungkap dia.
Awal pekan ini, Masyarakat Tahanan Palestina mengatakan 188 narapidana Palestina telah dites positif COVID-19 sejak dimulainya pandemi.
Menurut perkiraan Palestina, ada 4.400 warga Palestina di penjara Israel, termasuk 41 wanita, 170 anak-anak, dan sekitar 380 orang yang ditahan di bawah kebijakan penahanan administratif Israel, yang memungkinkan penahanan warga Palestina tanpa ada dakwaan atau proses pengadilan.
(sya)
tulis komentar anda