Rusuh Maut Capitol, Media China Sebut AS Sedang Kolaps Internal

Jum'at, 08 Januari 2021 - 14:20 WIB
Massa pendukung Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerbu Gedung Capitol, Washington, Rabu (6/1/2021). Foto/REUTERS/Shannon Stapleton
BEIJING - Serbuan massa pendukung Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Gedung Capitol menewaskan lima orang, termasuk petugas polisi. Media pemerintah China menyatakan pemandangan itu mencerminkan Amerika yang sedang menghadapi "kolaps internal".

Ketua DPR Amerika, Nancy Pelosi, menggambarkan aksi pendudukan Gedung Capitol oleh massa pro-Trump itu sebagai "pemberontakan bersenjata melawan Amerika". Amuk massa itu terjadi ketika Kongres sedang mengesahkan kemenangan Joe Biden dalam pemilihan presiden (pilpres) AS 3 November 2020. Agenda Kongres sempat dihentikan sesaat, namun pada akhirnya pengesahan kemenangan Biden terlaksana.

The Global Times, tabloid yang dijalankan People’s Daily—surat kabar dari Partai Komunis yang berkuasa di China—menggambarkan kerusuhan di Capitol sebagai tanda "kolaps internal" Amerika. (Baca: Viral, Trump dan Keluarganya Pesta saat Massa Perusuh Capitol Tiba )

"Massa yang belum pernah terjadi sebelumnya di Capitol, simbol dari sistem AS, adalah hasil dari perpecahan yang parah dari masyarakat AS dan kegagalan negara untuk mengontrol divisi tersebut," tulis media itu dalam editorialnya, Jumat (8/1/2021).

"Seiring berjalannya waktu dan dengan penyalahgunaan sumber daya oleh generasi politisi, sistem politik AS telah terdegradasi," lanjut editorial tersebut, yang menambahkan bahwa politisi-politisi seperti itu pantas mendapatkan kekacauan dan kekerasan.





Media tersebut juga mengecam apa yang digambarkannya sebagai "standar ganda" di antara politisi AS yang menyatakan dukungan untuk pengunjuk rasa pro-demokrasi, yang memaksa masuk ke Dewan Legislatif Hong Kong pada 2019.

"Di Hong Kong, tindakan kekerasan digambarkan sebagai 'pemandangan yang indah', di AS, orang yang terlibat dalam kekacauan ini disebut 'massa'," katanya.

Media Hong Kong menolak perbandingan antara kedua peristiwa tersebut, dengan mengatakan pengunjuk rasa Hong Kong memperjuangkan lebih banyak kebebasan di kotak suara, sementara pendukung pro-Trump melakukan "pemberontakan dengan kekerasan" untuk merusak pemilu negara mereka yang bebas dan adil.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More