China Adili Jurnalis Warga karena Siarkan Langsung Wabah COVID-19 dari Wuhan
Senin, 28 Desember 2020 - 11:19 WIB
WUHAN - Seorang jurnalis warga (citizen journalist) China ditahan sejak Mei karena menyiarkan langsung wabah COVID-19 dari Wuhan pada Februri lalu. Dia akan diadili di pengadilan hari ini (28/12/2020).
Zhang Zhan, seorang mantan pengacara, bisa menghadapi hukuman lima tahun penjara jika terbukti "berselisih dan memprovokasi masalah" karena laporannya pada tahap awal wabah yang kacau. (Baca: Heboh Video Menghina Lagu Indonesia Raya, Ini Respons Malaysia )
Siaran langsung laporan dan esainya dibagikan secara luas di platform media sosial pada bulan Februari lalu. Aksinya menarik perhatian pihak berwenang China, yang telah menghukum delapan whistleblower virus corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dalam upaya menghilangkan kritik terhadap respons pemerintah terhadap wabah tersebut.
Sekitar selusin pendukung dan diplomat berkumpul di luar Pengadilan Rakyat Distrik Baru Pudong, Shanghai, pagi ini. Tetapi polisi mendorong wartawan dan pengamat menjauh dari pintu masuk saat terdakwa dan pengacaranya tiba.
Zhang yang berusia 37 tahun memulai mogok makan pada bulan Juni, yang menurut pengacaranya, dia dicekoki paksa makanan melalui selang hidung karena kekhawatiran yang meningkat tentang kondisi kesehatannya.
"Dia berkata ketika saya mengunjunginya (minggu lalu): 'Jika mereka memberi saya hukuman berat maka saya akan menolak makanan sampai akhir'.... Dia pikir dia akan mati di penjara," kata Ren Quanniu, salah satu dari pengacara yang membela Zhang. (Baca juga: Rusia Dicurigai Garap Proyek 'Senjata Kiamat' yang Libatkan Virus Ebola )
“Ini adalah metode ekstrem atas protes masyarakat dan lingkungan ini.”
Otoritas komunis China memiliki sejarah mengadili para pembangkang di pengadilan yang tidak jelas antara Natal dan Tahun Baru untuk meminimalkan pengawasan Barat.
Pengadilan dilakukan hanya beberapa minggu sebelum tim ahli internasional dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diharapkan tiba di China untuk menyelidiki asal-usul COVID-19.
Pengacara lain mengatakan kesehatan Zhang sedang menurun dan dia menderita sakit kepala, pusing dan sakit perut.
"Tertahan 24 jam sehari, dia membutuhkan bantuan untuk pergi ke kamar mandi," tulis Zhang Keke, pengacara yang mengunjunginya pada Hari Natal, dalam sebuah catatan yang beredar di media sosial.
“Dia merasa lelah secara psikologis, seperti setiap hari adalah siksaan.”
Dia mengatakan Zhang telah berjanji untuk tidak menghentikan aksi mogok makannya meskipun telah berulang kali diminta oleh keluarga, teman dan pengacara.
Jaksa penuntut telah merekomendasikan hukuman penjara empat sampai lima tahun, tetapi dia tetap menyatakan tidak bersalah selama ini.
Zhang mengkritik respons awal pemerintah China atas wabah COVID-19 di Wuhan, dengan menulis esai pada Februari bahwa pemerintah tidak memberikan informasi yang cukup kepada orang-orang, lalu hanya mengunci kota.
“Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang besar,” tulis dia.
Kasus Zhang juga menarik perhatian kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM).
"Pihak berwenang ingin menggunakan kasusnya sebagai contoh untuk menakut-nakuti para pembangkang lain agar tidak mengajukan pertanyaan tentang situasi pandemi di Wuhan awal tahun ini," kata Leo Lan, konsultan penelitian dan advokasi di LSM Pembela Hak Asasi Manusia China, seperti dikutip AFP.
Zhang adalah orang pertama dari empat jurnalis warga yang menghadapi persidangan setelah melaporkan wabah COVID-19 dari Wuhan. Tiga lainnya yang ditahan sejak awal tahun ini adalah Chen Qiushi, Fang Bin dan Li Zehua.
Zhang Zhan, seorang mantan pengacara, bisa menghadapi hukuman lima tahun penjara jika terbukti "berselisih dan memprovokasi masalah" karena laporannya pada tahap awal wabah yang kacau. (Baca: Heboh Video Menghina Lagu Indonesia Raya, Ini Respons Malaysia )
Siaran langsung laporan dan esainya dibagikan secara luas di platform media sosial pada bulan Februari lalu. Aksinya menarik perhatian pihak berwenang China, yang telah menghukum delapan whistleblower virus corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dalam upaya menghilangkan kritik terhadap respons pemerintah terhadap wabah tersebut.
Sekitar selusin pendukung dan diplomat berkumpul di luar Pengadilan Rakyat Distrik Baru Pudong, Shanghai, pagi ini. Tetapi polisi mendorong wartawan dan pengamat menjauh dari pintu masuk saat terdakwa dan pengacaranya tiba.
Zhang yang berusia 37 tahun memulai mogok makan pada bulan Juni, yang menurut pengacaranya, dia dicekoki paksa makanan melalui selang hidung karena kekhawatiran yang meningkat tentang kondisi kesehatannya.
"Dia berkata ketika saya mengunjunginya (minggu lalu): 'Jika mereka memberi saya hukuman berat maka saya akan menolak makanan sampai akhir'.... Dia pikir dia akan mati di penjara," kata Ren Quanniu, salah satu dari pengacara yang membela Zhang. (Baca juga: Rusia Dicurigai Garap Proyek 'Senjata Kiamat' yang Libatkan Virus Ebola )
“Ini adalah metode ekstrem atas protes masyarakat dan lingkungan ini.”
Otoritas komunis China memiliki sejarah mengadili para pembangkang di pengadilan yang tidak jelas antara Natal dan Tahun Baru untuk meminimalkan pengawasan Barat.
Pengadilan dilakukan hanya beberapa minggu sebelum tim ahli internasional dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) diharapkan tiba di China untuk menyelidiki asal-usul COVID-19.
Pengacara lain mengatakan kesehatan Zhang sedang menurun dan dia menderita sakit kepala, pusing dan sakit perut.
"Tertahan 24 jam sehari, dia membutuhkan bantuan untuk pergi ke kamar mandi," tulis Zhang Keke, pengacara yang mengunjunginya pada Hari Natal, dalam sebuah catatan yang beredar di media sosial.
“Dia merasa lelah secara psikologis, seperti setiap hari adalah siksaan.”
Dia mengatakan Zhang telah berjanji untuk tidak menghentikan aksi mogok makannya meskipun telah berulang kali diminta oleh keluarga, teman dan pengacara.
Jaksa penuntut telah merekomendasikan hukuman penjara empat sampai lima tahun, tetapi dia tetap menyatakan tidak bersalah selama ini.
Zhang mengkritik respons awal pemerintah China atas wabah COVID-19 di Wuhan, dengan menulis esai pada Februari bahwa pemerintah tidak memberikan informasi yang cukup kepada orang-orang, lalu hanya mengunci kota.
“Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang besar,” tulis dia.
Kasus Zhang juga menarik perhatian kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM).
"Pihak berwenang ingin menggunakan kasusnya sebagai contoh untuk menakut-nakuti para pembangkang lain agar tidak mengajukan pertanyaan tentang situasi pandemi di Wuhan awal tahun ini," kata Leo Lan, konsultan penelitian dan advokasi di LSM Pembela Hak Asasi Manusia China, seperti dikutip AFP.
Zhang adalah orang pertama dari empat jurnalis warga yang menghadapi persidangan setelah melaporkan wabah COVID-19 dari Wuhan. Tiga lainnya yang ditahan sejak awal tahun ini adalah Chen Qiushi, Fang Bin dan Li Zehua.
(min)
tulis komentar anda