Jurnalis Turki Divonis 27 Tahun Penjara dalam Kasus Spionase
Kamis, 24 Desember 2020 - 04:04 WIB
ISTANBUL - Jurnalis Turki Can Dundar divonis in absentia selama 27 tahun dan enam bulan penjara karena kasus spionase dan membantu organisasi teroris bersenjata.
Pengacara Dunbar menyebut putusan itu bermotif politik. Dundar adalah mantan pemimpin redaksi surat kabar Turki Cumhuriyet, dan kolega, Erdem Gul.
Keduanya dijatuhi hukuman lima tahun penjara pada 2016 karena menerbitkan video yang dimaksudkan menunjukkan intelijen Turki mengangkut senjata ke Suriah. Mereka kemudian dibebaskan sambil menunggu pengadilan banding.
Kini Dunbar menjadi penduduk Jerman. Dia menghadapi ancaman hukuman hingga 35 tahun penjara karena diduga mendukung terorisme dan spionase militer atau politik. (Baca Juga: Trump Ancam Tak Tanda Tangani RUU COVID-19, Ingin BLT Lebih Besar)
Pengacara Dundar menolak untuk menghadiri sidang terakhir. "Kami tidak ingin menjadi bagian dari praktik untuk melegitimasi keputusan politik yang telah diputuskan sebelumnya," ungkap tim pengacara dalam pernyataan tertulis menjelang sidang. (Lihat Infografis: Lima Shio yang Diprediksi Beruntung pada Tahun 2021)
Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Heiko Maas mengkritik keputusan itu sebagai "pukulan keras terhadap kerja jurnalistik independen di Turki" yang disebutnya sebagai hak fundamental. (Lihat Video: Tak Terima Ditegur Makan Mi Instan, Seorang Pemuda Ancam Bunuh Ibu Kandung)
"Jurnalisme bukanlah kejahatan tetapi layanan yang sangat diperlukan bagi masyarakat, bahkan dan terutama ketika terlihat kritis di jari-jari mereka yang berkuasa," ujar Maas kepada RedaktionsNetzwerk Deutschland.
Fahrettin Altun, direktur komunikasi kepresidenan Turki, mengatakan di Twitter bahwa hukuman Dundar tidak melanggar kebebasan berekspresi.
Menulis dalam bahasa Jerman, dia mengatakan Turki mengharapkan Jerman menerima keputusan pengadilan itu dan mengekstradisi dia.
“Jerman tidak akan mengekstradisi Dundar ke Turki karena memandang persidangan dan putusan itu bermotif politik,” ungkap seorang diplomat di Berlin kepada Reuters.
“Kepatuhan terhadap standar internasional untuk demokrasi, hak asasi manusia dan supremasi hukum adalah persyaratan utama bagi Turki untuk memiliki hubungan yang baik dan berkelanjutan dengan Jerman dan seluruh Uni Eropa,” papar diplomat itu.
Bagi para kritikus Presiden Tayyip Erdogan, Dundar telah menjadi simbol dari apa yang mereka katakan sebagai tindakan keras Turki terhadap kebebasan pers, terutama sejak kudeta yang gagal pada 2016.
Pemerintah mengatakan pengadilan itu independen dan menangani berbagai ancaman yang dihadapi negara.
Pengadilan awal bulan ini menunda putusannya setelah pengacara Dundar meminta agar hakim diganti untuk memastikan persidangan yang adil, tapi permintaan itu ditolak.
Pengadilan Istanbul telah menyatakan Dundar sebagai buronan dan menyita semua asetnya di Turki.
Pengacara Dunbar menyebut putusan itu bermotif politik. Dundar adalah mantan pemimpin redaksi surat kabar Turki Cumhuriyet, dan kolega, Erdem Gul.
Keduanya dijatuhi hukuman lima tahun penjara pada 2016 karena menerbitkan video yang dimaksudkan menunjukkan intelijen Turki mengangkut senjata ke Suriah. Mereka kemudian dibebaskan sambil menunggu pengadilan banding.
Kini Dunbar menjadi penduduk Jerman. Dia menghadapi ancaman hukuman hingga 35 tahun penjara karena diduga mendukung terorisme dan spionase militer atau politik. (Baca Juga: Trump Ancam Tak Tanda Tangani RUU COVID-19, Ingin BLT Lebih Besar)
Pengacara Dundar menolak untuk menghadiri sidang terakhir. "Kami tidak ingin menjadi bagian dari praktik untuk melegitimasi keputusan politik yang telah diputuskan sebelumnya," ungkap tim pengacara dalam pernyataan tertulis menjelang sidang. (Lihat Infografis: Lima Shio yang Diprediksi Beruntung pada Tahun 2021)
Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Heiko Maas mengkritik keputusan itu sebagai "pukulan keras terhadap kerja jurnalistik independen di Turki" yang disebutnya sebagai hak fundamental. (Lihat Video: Tak Terima Ditegur Makan Mi Instan, Seorang Pemuda Ancam Bunuh Ibu Kandung)
"Jurnalisme bukanlah kejahatan tetapi layanan yang sangat diperlukan bagi masyarakat, bahkan dan terutama ketika terlihat kritis di jari-jari mereka yang berkuasa," ujar Maas kepada RedaktionsNetzwerk Deutschland.
Fahrettin Altun, direktur komunikasi kepresidenan Turki, mengatakan di Twitter bahwa hukuman Dundar tidak melanggar kebebasan berekspresi.
Menulis dalam bahasa Jerman, dia mengatakan Turki mengharapkan Jerman menerima keputusan pengadilan itu dan mengekstradisi dia.
“Jerman tidak akan mengekstradisi Dundar ke Turki karena memandang persidangan dan putusan itu bermotif politik,” ungkap seorang diplomat di Berlin kepada Reuters.
“Kepatuhan terhadap standar internasional untuk demokrasi, hak asasi manusia dan supremasi hukum adalah persyaratan utama bagi Turki untuk memiliki hubungan yang baik dan berkelanjutan dengan Jerman dan seluruh Uni Eropa,” papar diplomat itu.
Bagi para kritikus Presiden Tayyip Erdogan, Dundar telah menjadi simbol dari apa yang mereka katakan sebagai tindakan keras Turki terhadap kebebasan pers, terutama sejak kudeta yang gagal pada 2016.
Pemerintah mengatakan pengadilan itu independen dan menangani berbagai ancaman yang dihadapi negara.
Pengadilan awal bulan ini menunda putusannya setelah pengacara Dundar meminta agar hakim diganti untuk memastikan persidangan yang adil, tapi permintaan itu ditolak.
Pengadilan Istanbul telah menyatakan Dundar sebagai buronan dan menyita semua asetnya di Turki.
(sya)
tulis komentar anda