Analis: Kabinet Biden Bisa Jebak AS Dalam Perang Berkepanjangan
Minggu, 13 Desember 2020 - 23:05 WIB
WASHINGTON - Proyeksi pemilihan anggota kabinet Joe Biden , sangat terkait dengan industri pertahanan. Hal ini, menurut sejumlah analis, kemungkinan akan memastikan pasukan Amerika Serikat (AS) terjebak dalam konflik militer yang lebih sulit untuk diselesaikan.
Pada akhir November, Biden mengumumkan terpilihnya Antony Blinken sebagai Menteri Luar Negeri, Jake Sullivan sebagai Penasihat Keamanan Nasional, Avril Haines sebagai Direktur Intelijen Nasional, dan Alejandro Mayorkas untuk memimpin Departemen Keamanan Dalam Negeri.
(Baca: Biden Tunjuk Purnawirawan Jenderal Austin sebagai Menteri Pertahanan )
Pilihan Biden adalah semua pejabat era Barack Obama, yang telah bekerja berdampingan dan yang mendukung kebijakan luar negeri Obama dan Hillary Clinton, termasuk intervensi di Libya, pendekatan kontroversial terhadap militan di Suriah, penarikan mundur berlarut-larut dari Irak, dan lainnya.
Biden telah berulang kali berjanji untuk mengakhiri keterlibatan AS dalam "perang selamanya", seperti yang terjadi di Irak dan Afghanistan. Namun, para analis mengatakan, pemilihan kabinet pertamanya memperjelas bahwa dia mungkin jatuh ke dalam perangkap memicu jenis perang yang telah dia diskreditkan.
"Saya akan berdebat tentang Biden bersanding dengan Tony Blinken, yang mendukung perang Irak dan Jake Sullivan, penasihat Hillary, yang mendukung intervensi Libya, mengirimkan pesan sebaliknya bahwa dia sebenarnya tidak berkomitmen untuk mengakhiri 'perang selamanya' karena dia mengelilingi dirinya dengan orang-orang yang sama persis dengan yang memperjuangkan salah satu 'perang selamanya' ini," kata analis politik yang berbasis di Paris, Mariamne Everett.
Everett berpendapat bahwa penanganan yang buruk terhadap keluarnya AS dari Irak selama pemerintahan Obama menyebabkan lebih banyak kekacauan daripada pendudukan dan pemberontakan awal.
"Selain itu, Blinken tampak yakin untuk semakin memperkuat dukungan seumur hidupnya untuk Israel, membuatnya sangat tidak mungkin untuk mendapatkan kembali kepercayaan rakyat Palestina, yang telah hilang total oleh Presiden Donald Trump," ungkapnya, seperti dilansir Sputnik.
Akhirnya, papar Everett, selain mendukung mempersenjatai para ekstremis di Suriah, Blinken juga mendukung perang Irak, intervensi di Libya, dan kampanye Saudi di Yaman.
(Baca: Joe Biden dan Kamala Harris Dinobatkan sebagai Person of the Year )
Sejarawan dan komentator politik, Dan Lazare mengatakan, semua nama dan calon yang dipilih Biden mendukung pengeluaran militer yang tidak diatur, yang akan menyenangkan bagi perusahaan-perusahaan raksasa
"Blinken, Sullivan dan Michelle Flournoy, bukan hanya elang, tetapi elang tidak kompeten yang kebijakannya mengakibatkan ratusan ribu kematian dan kehancuran seluruh masyarakat, namun tidak memajukan kepentingan AS sedikit pun," kata Lazare.
"Tak satupun dari kegagalan bersejarah ini yang sedikit pun merusak reputasi atau penghasilan mereka. Mereka dihargai dengan pekerjaan yang berhubungan dengan pertahanan yang nyaman di tempat-tempat seperti WestExec Advisors, Booz Allen Hamilton, dan Boston Consulting Group. Sekarang mereka kembali ke kantor berkat pintu putar Washington," sambungnya.
Pilihan Biden, katanya, tidak diragukan lagi akan membuat kesalahan yang sama berulang kali dengan konsekuensi mengerikan yang sama.
Pada akhir November, Biden mengumumkan terpilihnya Antony Blinken sebagai Menteri Luar Negeri, Jake Sullivan sebagai Penasihat Keamanan Nasional, Avril Haines sebagai Direktur Intelijen Nasional, dan Alejandro Mayorkas untuk memimpin Departemen Keamanan Dalam Negeri.
(Baca: Biden Tunjuk Purnawirawan Jenderal Austin sebagai Menteri Pertahanan )
Pilihan Biden adalah semua pejabat era Barack Obama, yang telah bekerja berdampingan dan yang mendukung kebijakan luar negeri Obama dan Hillary Clinton, termasuk intervensi di Libya, pendekatan kontroversial terhadap militan di Suriah, penarikan mundur berlarut-larut dari Irak, dan lainnya.
Biden telah berulang kali berjanji untuk mengakhiri keterlibatan AS dalam "perang selamanya", seperti yang terjadi di Irak dan Afghanistan. Namun, para analis mengatakan, pemilihan kabinet pertamanya memperjelas bahwa dia mungkin jatuh ke dalam perangkap memicu jenis perang yang telah dia diskreditkan.
"Saya akan berdebat tentang Biden bersanding dengan Tony Blinken, yang mendukung perang Irak dan Jake Sullivan, penasihat Hillary, yang mendukung intervensi Libya, mengirimkan pesan sebaliknya bahwa dia sebenarnya tidak berkomitmen untuk mengakhiri 'perang selamanya' karena dia mengelilingi dirinya dengan orang-orang yang sama persis dengan yang memperjuangkan salah satu 'perang selamanya' ini," kata analis politik yang berbasis di Paris, Mariamne Everett.
Everett berpendapat bahwa penanganan yang buruk terhadap keluarnya AS dari Irak selama pemerintahan Obama menyebabkan lebih banyak kekacauan daripada pendudukan dan pemberontakan awal.
"Selain itu, Blinken tampak yakin untuk semakin memperkuat dukungan seumur hidupnya untuk Israel, membuatnya sangat tidak mungkin untuk mendapatkan kembali kepercayaan rakyat Palestina, yang telah hilang total oleh Presiden Donald Trump," ungkapnya, seperti dilansir Sputnik.
Akhirnya, papar Everett, selain mendukung mempersenjatai para ekstremis di Suriah, Blinken juga mendukung perang Irak, intervensi di Libya, dan kampanye Saudi di Yaman.
(Baca: Joe Biden dan Kamala Harris Dinobatkan sebagai Person of the Year )
Sejarawan dan komentator politik, Dan Lazare mengatakan, semua nama dan calon yang dipilih Biden mendukung pengeluaran militer yang tidak diatur, yang akan menyenangkan bagi perusahaan-perusahaan raksasa
"Blinken, Sullivan dan Michelle Flournoy, bukan hanya elang, tetapi elang tidak kompeten yang kebijakannya mengakibatkan ratusan ribu kematian dan kehancuran seluruh masyarakat, namun tidak memajukan kepentingan AS sedikit pun," kata Lazare.
"Tak satupun dari kegagalan bersejarah ini yang sedikit pun merusak reputasi atau penghasilan mereka. Mereka dihargai dengan pekerjaan yang berhubungan dengan pertahanan yang nyaman di tempat-tempat seperti WestExec Advisors, Booz Allen Hamilton, dan Boston Consulting Group. Sekarang mereka kembali ke kantor berkat pintu putar Washington," sambungnya.
Pilihan Biden, katanya, tidak diragukan lagi akan membuat kesalahan yang sama berulang kali dengan konsekuensi mengerikan yang sama.
(esn)
tulis komentar anda