NATO Diperingatkan Waspadai Tantangan Kebangkitan China
Selasa, 01 Desember 2020 - 01:48 WIB
BRUSSELS - NATO harus berpikir lebih keras tentang cara menghadapi China dan kebangkitan militernya, meski Rusia akan tetap menjadi musuh utamanya selama dekade ini.
Hal itu diungkapkan dalam laporan yang akan dirilis Selasa (1/12) tentang reformasi aliansi Atlantik.
Laporan berjudul "NATO 2030" itu disiapkan grup yang disebut 'orang-orang bijak' dan berisi 138 proposal. Laporan itu muncul di tengah keraguan tentang tujuan dan relevansi NATO yang tahun lalu dicap Presiden Prancis Emmanuel Macron sebagai "mati otak".
“China bukan lagi mitra dagang yang ramah seperti yang diharapkan Barat. Ini adalah kekuatan yang bangkit di abad kita dan NATO harus beradaptasi,” ungkap seorang diplomat NATO dalam laporan itu. (Baca Juga: Israel Hancurkan Tangga Bersejarah Menuju Masjid Al-Aqsa)
Sumber itu menunjuk aktivitas China di Kutub Utara dan Afrika serta investasi besar pada infrastruktur Eropa. (Lihat Infografis: Pesawat Luar Angkasa China Berhasil Masuk Orbit Bulan)
“Bagian dari langkah NATO yang harus dilakukan adalah mempertahankan keunggulan teknologi atas China, melindungi jaringan dan infrastruktur komputer,” ungkap diplomat itu. (Lihat Video: Polisi Akan Panggil 10 Orang Terkait Laporan Terhadap RS UMMI)
NATO yang beranggotakan 30 orang itu juga dapat menjalin hubungan yang lebih dekat dengan negara-negara non-NATO seperti Australia dan lebih fokus pada pencegahan di luar angkasa, tempat China mengembangkan aset.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan, “Kebangkitan China menimbulkan tantangan penting bagi keamanan kami."
“China berinvestasi secara besar-besaran dalam senjata baru. Ia semakin dekat dengan kita, dari Kutub Utara hingga Afrika. China tidak berbagi nilai-nilai kita dan mencoba mengintimidasi negara lain," papar dia, mendesak NATO bersatu dalam masalah ini.
NATO harus mempertimbangkan untuk memasukkan China dalam dokumen strategi induk resmi NATO yakni "Konsep Strategis".
Dalam rekomendasi lain, laporan tersebut menyarankan agar para menteri luar negeri (Menlu) NATO bertemu lebih teratur.
Laporan itu juga menyerukan penguatan peran sekretaris jenderal sebagai mediator internasional.
Laporan tersebut akan dibahas para menteri luar negeri NATO pada Selasa sebelum dipresentasikan kepada kepala negara dan pemerintahan NATO tahun depan.
Bahkan ketika era 'America First' Presiden AS Donald Trump berakhir dan orang Eropa menyambut presiden terpilih Joe Biden, ketegangan tetap ada.
Dari kemarahan atas keputusan Turki membeli sistem persenjataan Rusia hingga keraguan AS atas komitmen Eropa untuk pertahanannya sendiri, NATO juga mendapat seruan dari Trump untuk berbuat lebih banyak di Timur Tengah.
Namun, para sekutu Eropa Timur sudah khawatir pada Rusia sejak pencaplokan Krimea oleh Moskow pada 2014 dari Ukraina.
Kini Eropa juga khawatir tentang mengalihkan terlalu banyak sumber daya dari tugas inti NATO untuk mempertahankan Eropa.
Hal itu diungkapkan dalam laporan yang akan dirilis Selasa (1/12) tentang reformasi aliansi Atlantik.
Laporan berjudul "NATO 2030" itu disiapkan grup yang disebut 'orang-orang bijak' dan berisi 138 proposal. Laporan itu muncul di tengah keraguan tentang tujuan dan relevansi NATO yang tahun lalu dicap Presiden Prancis Emmanuel Macron sebagai "mati otak".
“China bukan lagi mitra dagang yang ramah seperti yang diharapkan Barat. Ini adalah kekuatan yang bangkit di abad kita dan NATO harus beradaptasi,” ungkap seorang diplomat NATO dalam laporan itu. (Baca Juga: Israel Hancurkan Tangga Bersejarah Menuju Masjid Al-Aqsa)
Sumber itu menunjuk aktivitas China di Kutub Utara dan Afrika serta investasi besar pada infrastruktur Eropa. (Lihat Infografis: Pesawat Luar Angkasa China Berhasil Masuk Orbit Bulan)
“Bagian dari langkah NATO yang harus dilakukan adalah mempertahankan keunggulan teknologi atas China, melindungi jaringan dan infrastruktur komputer,” ungkap diplomat itu. (Lihat Video: Polisi Akan Panggil 10 Orang Terkait Laporan Terhadap RS UMMI)
NATO yang beranggotakan 30 orang itu juga dapat menjalin hubungan yang lebih dekat dengan negara-negara non-NATO seperti Australia dan lebih fokus pada pencegahan di luar angkasa, tempat China mengembangkan aset.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan, “Kebangkitan China menimbulkan tantangan penting bagi keamanan kami."
“China berinvestasi secara besar-besaran dalam senjata baru. Ia semakin dekat dengan kita, dari Kutub Utara hingga Afrika. China tidak berbagi nilai-nilai kita dan mencoba mengintimidasi negara lain," papar dia, mendesak NATO bersatu dalam masalah ini.
NATO harus mempertimbangkan untuk memasukkan China dalam dokumen strategi induk resmi NATO yakni "Konsep Strategis".
Dalam rekomendasi lain, laporan tersebut menyarankan agar para menteri luar negeri (Menlu) NATO bertemu lebih teratur.
Laporan itu juga menyerukan penguatan peran sekretaris jenderal sebagai mediator internasional.
Laporan tersebut akan dibahas para menteri luar negeri NATO pada Selasa sebelum dipresentasikan kepada kepala negara dan pemerintahan NATO tahun depan.
Bahkan ketika era 'America First' Presiden AS Donald Trump berakhir dan orang Eropa menyambut presiden terpilih Joe Biden, ketegangan tetap ada.
Dari kemarahan atas keputusan Turki membeli sistem persenjataan Rusia hingga keraguan AS atas komitmen Eropa untuk pertahanannya sendiri, NATO juga mendapat seruan dari Trump untuk berbuat lebih banyak di Timur Tengah.
Namun, para sekutu Eropa Timur sudah khawatir pada Rusia sejak pencaplokan Krimea oleh Moskow pada 2014 dari Ukraina.
Kini Eropa juga khawatir tentang mengalihkan terlalu banyak sumber daya dari tugas inti NATO untuk mempertahankan Eropa.
(sya)
tulis komentar anda