Arab Saudi Ingin Jadi Bagian Kesepakatan Apapun Antara AS dan Iran
Selasa, 24 November 2020 - 23:01 WIB
RIYADH - Arab Saudi ingin jadi bagian kesepakatan apapun antara pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) dan Iran .
Pernyataan itu diungkapkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi Faisal Bin Farhan pada CNBC.
Bin Farhan menyatakan bahwa semua kesepakatan dengan Iran tidak hanya membatasi aktivitas nuklir Iran tapi juga mengatasi aktivitas jahat regional Teheran.
Kesepakatan semacam itu, menurut dia, dapat diberi label "JCPOA ++", mengacu pada perjanjian Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang dicapai pada 2015 tentang program nuklir Iran dengan kekuatan dunia termasuk China, Prancis, Rusia, Amerika Serikat (AS) dan Jerman. (Baca Juga: Menlu Saudi Bantah Putra Mahkota MBS Bertemu PM Israel Netanyahu)
Kesepakatan itu membatasi kemampuan nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi. (Lihat Infografis: AS Ujicoba Jet Siluman F-35 untuk Serangan Nuklir Supersonik)
Pada 2018, Presiden AS Donald Trump menarik AS dari apa yang disebutnya sebagai "kesepakatan terburuk dalam sejarah" dan menjatuhkan sanksi berat terhadap Iran. (Lihat Video: Siapkan Langkah Hukum, JK Bantah Danai Kepulangan Rizieq)
“Potensi JCPOA ++ dapat melangkah lebih jauh dari pendahulunya dengan mengatasi laporan bahwa Iran mempersenjatai milisi, apakah itu Houthi di Yaman, atau kelompok tertentu di Irak atau di Suriah atau Lebanon, dan bahkan lebih jauh," papar Bin Farhan.
Menurut CNBC, pejabat Saudi juga menyatakan, “Kesepakatan baru itu dapat mengatasi program rudal balistik Iran dan program senjata lainnya yang terus digunakan untuk menyebarkan kekacauan di seluruh wilayah."
Lihat Juga: Penuhi Undangan Menteri Tawfiq, Menag Bertolak ke Arab Saudi Bahas Operasional Haji 2025
Pernyataan itu diungkapkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi Faisal Bin Farhan pada CNBC.
Bin Farhan menyatakan bahwa semua kesepakatan dengan Iran tidak hanya membatasi aktivitas nuklir Iran tapi juga mengatasi aktivitas jahat regional Teheran.
Kesepakatan semacam itu, menurut dia, dapat diberi label "JCPOA ++", mengacu pada perjanjian Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) yang dicapai pada 2015 tentang program nuklir Iran dengan kekuatan dunia termasuk China, Prancis, Rusia, Amerika Serikat (AS) dan Jerman. (Baca Juga: Menlu Saudi Bantah Putra Mahkota MBS Bertemu PM Israel Netanyahu)
Kesepakatan itu membatasi kemampuan nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi. (Lihat Infografis: AS Ujicoba Jet Siluman F-35 untuk Serangan Nuklir Supersonik)
Pada 2018, Presiden AS Donald Trump menarik AS dari apa yang disebutnya sebagai "kesepakatan terburuk dalam sejarah" dan menjatuhkan sanksi berat terhadap Iran. (Lihat Video: Siapkan Langkah Hukum, JK Bantah Danai Kepulangan Rizieq)
“Potensi JCPOA ++ dapat melangkah lebih jauh dari pendahulunya dengan mengatasi laporan bahwa Iran mempersenjatai milisi, apakah itu Houthi di Yaman, atau kelompok tertentu di Irak atau di Suriah atau Lebanon, dan bahkan lebih jauh," papar Bin Farhan.
Menurut CNBC, pejabat Saudi juga menyatakan, “Kesepakatan baru itu dapat mengatasi program rudal balistik Iran dan program senjata lainnya yang terus digunakan untuk menyebarkan kekacauan di seluruh wilayah."
Lihat Juga: Penuhi Undangan Menteri Tawfiq, Menag Bertolak ke Arab Saudi Bahas Operasional Haji 2025
(sya)
tulis komentar anda