Penyerang Masjid di Inggris Minta Dipenjara agar Bisa Belajar Al-Qur'an
Selasa, 17 November 2020 - 13:13 WIB
LONDON - Seorang pria yang menyerang sebuah masjid di Inggris meminta agar dijeblokaskan ke penjara agar dia bisa belajar Al-Qur'an dari awal sampai akhir. Pelaku yang menyesal tersebut dilaporkan telah mualaf.
Daniel Horton, 30, menikam imam salat London Central Mosque (Masjid Pusat London) di Regent Park pada 20 Februari 2020. Akibat tikaman tersebut, korban yang bernama Raafat Maglad, 70, tidak bisa makan sendiri dengan tangan kanannya.
Horton menikam korban di depan jamaah yang memicu ketakutan. Horton sendiri juga terluka setelah ditangkap para jamaah tak lama setelah serangan. (Baca: Pria 48 Tahun Nikahi Anak Perempuan 13 Tahun, Dijadikan Istri Kelima )
Kesaksian di pengadilan pada hari Senin (16/11/2020) mengatakan Maglad sampai saat ini takut berdiri di depan jamaahnya karena khawatir terjadi serangan serupa.
Rekaman video yang diambil beberapa saat sebelum penikaman menunjukkan seorang pria dengan hoodie merah berlutut di lantai dan "berdoa dengan aneh" di depan aula salat yang indah.
Polisi menemukan sajadah bernoda darah di masjid bersama dengan pisau di karpet yang digunakan Horton untuk melakukan penusukan.
Horton, pria tanpa tempat tinggal tetap, seharusnya dijatuhi hukuman di Pengadilan Southwark Crown kemarin.
Tetapi penjatuhan hukuman ditunda karena menunggu klarifikasi lebih lanjut tentang laporan psikologis. Laporan psikologis dibutuhkan setelah Horton meminta pengacaranya agar dikirim ke penjara di mana dia bisa belajar Al-Qur'an dan bukan perintah ditahan di rumah sakit.
"Horton telah menjelaskan dalam interaksi terbatas yang saya lakukan dengannya bahwa dia ingin dihukum, bahwa dia ingin dihukum atas kerusakan yang telah dia lakukan," kata pengacara tersangka, Sam Blom-Cooper.
"Horton menginginkan hukuman penjara. Dia tidak menginginkan perintah (tahanan di) rumah sakit," ujarnya.
“Dia ingin hafal Al-Qur'an. Dia ingin belajar Al-Qur'an dari awal sampai akhir," paparnya, seperti dikutip dari Daily Mirror, Selasa (17/11/2020).
Jaksa penuntut, Benn Maguire, mengatakan kepada pengadilan bahwa serangan itu telah menghancurkan kesucian masjid yang seharusnya menjadi tempat berlindung yang aman bagi jamaah. "Ini seharusnya menjadi surga ibadah spiritual," katanya.
"Serangan Horton terhadap orang yang tidak bersalah menghancurkan kesucian tempat ini," ujarnya.
Salah seorang jamaah meraih Horton dan menahannya setelah dia menikam Maglad di masjid saat memimpin salat.
Penyerang ditahan oleh orang-orang di masjid sebelum polisi tiba.
Para jemaah yang ketakutan mengosongkan masjid dan berlari ke jalan setelah serangan berdarah tersebut.
Pengadilan mendengar kesaksian bahwa Magdal mengalami luka berukuran 2x4 cm. Korban juga masih menjalani fisioterapi akibat serangan. Dia menderita kecemasan, pundak kaku, kurang bisa berolahraga dan hanya memiliki sedikit gerakan di salah satu lengannya.
Tangan kanan korban tidak bisa mengangkat sendok ke mulutnya kecuali dibantu dengan tangan kiri.
"Dia kurang percaya diri dalam berdiri di depan aula salat dengan jamaah di belakangnya karena dia takut bahwa dia mungkin diserang," kata Maguire.
Berbicara setelah penikaman itu, Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan dia sangat sedih dengan serangan itu, menggemakan komentar yang dibuat oleh Maglad.
Pengadilan mendengar kesaksian bahwa Horton pernah menjalani serangkaian hukuman sebelumnya selama beberapa tahun termasuk kekerasan dalam rumah tangga, kepemilikan senjata api dan penyerangan terhadap seorang petugas polisi.
Laporan psikologis menunjukkan dia memiliki riwayat penyakit kejiwaan yang serius termasuk skizofrenia paranoid. Lantaran riwayat itu, Horton disarankan ditahan di rumah sakit.
Namun, Horton mengatakan kepada pengacaranya bahwa dia justru ingin dihukum dengan hukuman penjara sehingga dia bisa belajar Al-Qur'an dari awal sampai akhir.
Sidang berikutnya akan berlangsung pada 10 Desember, menunggu klarifikasi lebih lanjut tentang laporan psikiatri mengenai keadaan pikirannya.
Horton sebelumnya dihukum atas dua dakwaan menyerang seorang petugas polisi dan hukuman terpisah karena menikam seorang teman setelah bertengkar.
Pada April 2006, Horton melemparkan batu bata melalui jendela temannya. Dia dan temannya kala itu bertengkar ketika Horton mencengkeram leher temannya, melemparkannya ke lantai dan menusuk kakinya.
Pada Oktober 2009, Horton didakwa melakukan perselingkuhan dan memiliki senjata di tempat umum.
Pada Juli 2009, polisi mendatangi insiden kekerasan dalam rumah tangga ketika Horton mengancam pacarnya dengan pisau kemudian menyerang seorang petugas polisi dan mematahkan tangannya.
"Horton mengacungkan pisau dapur besar ke arah polisi dengan cara yang mengancam dan harus ditahan," kata Maguire.
Pada Agustus 2011, dia dihukum karena tuduhan melakukan kekerasan dalam rumah tangga lainnya. Ketika polisi tiba, Horton meludahi wajah dua petugas polisi dan berteriak bahwa dia mengidap HIV.
Pada Desember 2012, dia dihukum karena memiliki senjata api dengan niat setelah mengumpulkan dokumen di sebuah asrama tempat dia tinggal sebelumnya.
"Ketika diminta untuk kembali di lain waktu, Horton mengambil pistol dari ikat pinggangnya. Dia mengancam akan menembak," kata Maguire.
Horton juga dihukum karena engirim pesan yang mengancam mantan pacarnya bahwa dia akan membakar rumahnya.
Pada tahun 2016, dia dihukum karena memiliki pisau atau belati tajam setelah seorang anggota masyarakat menghubungi polisi.
Daniel Horton, 30, menikam imam salat London Central Mosque (Masjid Pusat London) di Regent Park pada 20 Februari 2020. Akibat tikaman tersebut, korban yang bernama Raafat Maglad, 70, tidak bisa makan sendiri dengan tangan kanannya.
Horton menikam korban di depan jamaah yang memicu ketakutan. Horton sendiri juga terluka setelah ditangkap para jamaah tak lama setelah serangan. (Baca: Pria 48 Tahun Nikahi Anak Perempuan 13 Tahun, Dijadikan Istri Kelima )
Kesaksian di pengadilan pada hari Senin (16/11/2020) mengatakan Maglad sampai saat ini takut berdiri di depan jamaahnya karena khawatir terjadi serangan serupa.
Rekaman video yang diambil beberapa saat sebelum penikaman menunjukkan seorang pria dengan hoodie merah berlutut di lantai dan "berdoa dengan aneh" di depan aula salat yang indah.
Polisi menemukan sajadah bernoda darah di masjid bersama dengan pisau di karpet yang digunakan Horton untuk melakukan penusukan.
Horton, pria tanpa tempat tinggal tetap, seharusnya dijatuhi hukuman di Pengadilan Southwark Crown kemarin.
Tetapi penjatuhan hukuman ditunda karena menunggu klarifikasi lebih lanjut tentang laporan psikologis. Laporan psikologis dibutuhkan setelah Horton meminta pengacaranya agar dikirim ke penjara di mana dia bisa belajar Al-Qur'an dan bukan perintah ditahan di rumah sakit.
"Horton telah menjelaskan dalam interaksi terbatas yang saya lakukan dengannya bahwa dia ingin dihukum, bahwa dia ingin dihukum atas kerusakan yang telah dia lakukan," kata pengacara tersangka, Sam Blom-Cooper.
"Horton menginginkan hukuman penjara. Dia tidak menginginkan perintah (tahanan di) rumah sakit," ujarnya.
“Dia ingin hafal Al-Qur'an. Dia ingin belajar Al-Qur'an dari awal sampai akhir," paparnya, seperti dikutip dari Daily Mirror, Selasa (17/11/2020).
Jaksa penuntut, Benn Maguire, mengatakan kepada pengadilan bahwa serangan itu telah menghancurkan kesucian masjid yang seharusnya menjadi tempat berlindung yang aman bagi jamaah. "Ini seharusnya menjadi surga ibadah spiritual," katanya.
"Serangan Horton terhadap orang yang tidak bersalah menghancurkan kesucian tempat ini," ujarnya.
Salah seorang jamaah meraih Horton dan menahannya setelah dia menikam Maglad di masjid saat memimpin salat.
Penyerang ditahan oleh orang-orang di masjid sebelum polisi tiba.
Para jemaah yang ketakutan mengosongkan masjid dan berlari ke jalan setelah serangan berdarah tersebut.
Pengadilan mendengar kesaksian bahwa Magdal mengalami luka berukuran 2x4 cm. Korban juga masih menjalani fisioterapi akibat serangan. Dia menderita kecemasan, pundak kaku, kurang bisa berolahraga dan hanya memiliki sedikit gerakan di salah satu lengannya.
Tangan kanan korban tidak bisa mengangkat sendok ke mulutnya kecuali dibantu dengan tangan kiri.
"Dia kurang percaya diri dalam berdiri di depan aula salat dengan jamaah di belakangnya karena dia takut bahwa dia mungkin diserang," kata Maguire.
Berbicara setelah penikaman itu, Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan dia sangat sedih dengan serangan itu, menggemakan komentar yang dibuat oleh Maglad.
Pengadilan mendengar kesaksian bahwa Horton pernah menjalani serangkaian hukuman sebelumnya selama beberapa tahun termasuk kekerasan dalam rumah tangga, kepemilikan senjata api dan penyerangan terhadap seorang petugas polisi.
Laporan psikologis menunjukkan dia memiliki riwayat penyakit kejiwaan yang serius termasuk skizofrenia paranoid. Lantaran riwayat itu, Horton disarankan ditahan di rumah sakit.
Namun, Horton mengatakan kepada pengacaranya bahwa dia justru ingin dihukum dengan hukuman penjara sehingga dia bisa belajar Al-Qur'an dari awal sampai akhir.
Sidang berikutnya akan berlangsung pada 10 Desember, menunggu klarifikasi lebih lanjut tentang laporan psikiatri mengenai keadaan pikirannya.
Horton sebelumnya dihukum atas dua dakwaan menyerang seorang petugas polisi dan hukuman terpisah karena menikam seorang teman setelah bertengkar.
Pada April 2006, Horton melemparkan batu bata melalui jendela temannya. Dia dan temannya kala itu bertengkar ketika Horton mencengkeram leher temannya, melemparkannya ke lantai dan menusuk kakinya.
Pada Oktober 2009, Horton didakwa melakukan perselingkuhan dan memiliki senjata di tempat umum.
Pada Juli 2009, polisi mendatangi insiden kekerasan dalam rumah tangga ketika Horton mengancam pacarnya dengan pisau kemudian menyerang seorang petugas polisi dan mematahkan tangannya.
"Horton mengacungkan pisau dapur besar ke arah polisi dengan cara yang mengancam dan harus ditahan," kata Maguire.
Pada Agustus 2011, dia dihukum karena tuduhan melakukan kekerasan dalam rumah tangga lainnya. Ketika polisi tiba, Horton meludahi wajah dua petugas polisi dan berteriak bahwa dia mengidap HIV.
Pada Desember 2012, dia dihukum karena memiliki senjata api dengan niat setelah mengumpulkan dokumen di sebuah asrama tempat dia tinggal sebelumnya.
"Ketika diminta untuk kembali di lain waktu, Horton mengambil pistol dari ikat pinggangnya. Dia mengancam akan menembak," kata Maguire.
Horton juga dihukum karena engirim pesan yang mengancam mantan pacarnya bahwa dia akan membakar rumahnya.
Pada tahun 2016, dia dihukum karena memiliki pisau atau belati tajam setelah seorang anggota masyarakat menghubungi polisi.
(min)
tulis komentar anda