Media China Balas Menlu AS Pompeo: Bersiaplah untuk Pergi!

Jum'at, 13 November 2020 - 09:37 WIB
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael Richard Pompeo. Foto/REUTERS/Erin Scott/File Photo
BEIJING - Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Michael "Mike" Richard Pompeo menyebut kepemimpinan China saat sebagai "monster Marxis-Leninis" dan mengatakan pemerintahan Donald Trump "belum selesai" dengan rezim Beijing.

Media pemerintah China membalas dengan mengumbar frasa "bersiaplah untuk pergi!" karena kekalahan Trump dari Joe Biden dalam pemilihan presiden (pilpres) Amerika.

Surat kabar Partai Komunis China, Global Times, dalam editorialnya menyambut gembira Menlu Pompeo yang sebentar lagi akan hengkang dari pemerintahan Amerika. (Baca: Pompeo: Trump 'Belum Selesai' dengan China )



"Ideolog langka ini akan segera kehilangan pekerjaannya sebagai menteri luar negeri, tetapi dia bertindak seolah-olah dia dapat terus memberikan pengaruh tidak hanya di AS tetapi juga dunia," tulis pemimpin redaksi Global Times, Hu Xijin, dalam editorial tersebut yang dikutip Newsweek, Jumat (13/11/2020).

Hu menyebut diplomat tertinggi Amerika itu sebagai sosok yang terobsesi dan "narsistik".

Pompeo sebelumnya mengklaim bahwa sistem politik China yang dikuasai Partai Komunis China akan segera berakhir. Hu membalas dengan mengatakan sebaliknya. "Mengenai keyakinan keras kepala Pompeo bahwa sistem politik China akan segera berakhir, saya ingin mengatakan bahwa China sosialis akan hidup selama orang-orang menginginkan kehidupan yang lebih baik," paparnya.

"Akhirnya, saya ingin mengatakan kepadanya: Bersiaplah untuk pergi!," lanjut Hu.

Pompeo telah menjadi salah satu lawan China yang paling keras dan vokal di Asia-Pasifik, dan Global Times—yang mewakili pandangan paling hawkish dari kepemimpinan China—telah menanggapi dengan ketidaksetujuan atas berbagai masalah termasuk larangan AS terhadap Huawei, dukungan Amerika untuk Taiwan dan tur terakhir Pompeo ke Asia. (Baca juga: Media China Sentil Indonesia karena Menentang Klaim China di Laut China Selatan )

Kunjungan lima negara oleh Menlu AS yang anti-China itu diakhiri pada akhir Oktober dengan kunjungan ke India, Sri Lanka, Maladewa, Indonesia dan Vietnam.

Editorial Global Times mencap tur Pompeo ke Asia itu sebagai kegagalan, dan menggambarkan upaya Pompeo untuk mengubah beberapa tetangga China sebagai "era diplomasi kecelakaan kereta api."

"Pompeo terobsesi untuk menjadikan China sebagai musuh," tulis sebuah artikel baru-baru ini.

"Lihatlah ego Pompeo yang membengkak. Dia akan kehilangan pekerjaannya, tetapi masih mencoba mencampuri urusan Xinjiang dan Hong Kong," tulis Hu dalam opini publik lainnya pada hari Kamis.

Ketika hasil pilpres AS keluar pada minggu lalu dan presiden terpilih Joe Biden diproyeksikan sebagai pemenang yang paling mungkin, Global Times mulai memberikan petunjuk halus bahwa Presiden Xi Jinping akan lebih menerima metode mantan wakil presiden era Presiden Barack Obama tersebut.

"Biden dilaporkan akan membentuk kabinet yang beragam, dan banyak orang menantikan perubahan yang akan dia bawa ke diplomasi luar negeri AS—terutama kebijakan China," bunyi editorial Global Times pada hari Senin lalu.

Dalam sebuah pesan yang secara tersirat ditujukan untuk presiden terpilih AS dan kabinetnya, surat kabar itu menulis; "Pengganti Pompeo juga perlu menebus kerusakan yang terjadi pada hubungan China-AS."

"Misalnya, dia perlu mencabut beberapa kebijakan yang salah (termasuk pembatasan masalah diplomat dan kedutaan) untuk menciptakan suasana yang baik bagi hubungan kedua negara," bunyi artikel media tersebut.

Pengaruh China yang tumbuh di Asia Timur dan ekspansinya ke Laut China Selatan akan menjadi tantangan terbesar di luar negeri bagi kepresidenan Biden. Mantan senator dari Delaware ini menyadari hal tersebut ketika ia menulis opini "Why America Must Lead Again (Mengapa Amerika Harus Memimpin Lagi)" di Foreign Affairs edisi Maret/April.

Sementara itu, Beijing, meski berhati-hati, sudah berbicara tentang Biden dalam istilah yang bisa diprediksi. Media pemerintah China mengharapkan dia untuk menormalkan hubungan dengan ekonomi terbesar kedua di dunia dan kembali ke bentuk tradisional kebijakan luar negeri.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More