Transisi dari Trump ke Biden akan Dipenuhi Berbagai Tantangan
Minggu, 08 November 2020 - 09:00 WIB
WASHINGTON - Hukum Amerika Serikat (AS) mengatur instruksi yang sangat jelas untuk transfer kekuasaan yang lancar dari satu presiden ke presiden berikutnya. Tapi, transisi pemerintahan yang akan dihadapi Joe Biden diperkirakan akan lebih lebih sulit dibandingkan para presiden sebelumnya.
Kenapa?
Strategi untuk menjegal kemenangan Biden oleh Presiden Donald Trump mungkin saja berujung pada penghitungan surat suara di beberapa negara bagian AS yang akan menunda aktivitas terkaitan transisi kekuasaan. Itu pernah terjadi ketika George W Bush juga tidak langsung dinyatakan sebagai pemenang setelah lima pekan digelarnya pemilu.
“Pertarungan di pengadilan yang panjang akan menunda transisi. Itu akan berbahaya bagi kebijakan luar negeri,” ujar sumber anggota Kongres dari Partai Republik, dilansir Reuters. “Dunia tidak akan memberikan perhatian kepada kita di saat kita fokus pada pemilu,” paparnya.(Baca juga: Tolak Akui Kemenangan Biden, Trump: Pemilihan Belum Selesai! )
Di saat Biden berhasil mengamankan suara elektoral, perhatian tertuju kepada Trump yang memang terbiasa melanggar norma dalam pemerintahan dan politik. Trump tetap akan mempertahankan gayanya dengan membatasi kerja sama dan menghalangi proses demokrasi.
Banyak diplomat dan pengamat menganggap selama kekuasaan berakhir hingga 20 Januari nanti, Trump akan membuat kebijakan yang kacau balau mulai dari keputusan perang dagang hingga penarikan pasukan, serta pemberian amnesti. Trump juga diprediksi akan mempersulit penanganan pandemi virus corona dan upaya mencegah krisis ekonomi.
“Kita sangat khawatir dengan kebijakan yang tidak bisa diprediksi,” kata seorang pejabat pemerintahan yang menjadi aliansi AS di Kedutaan Besar asing di Washington. “Kebijakan pada masa transisi itu bisa menjadi citra buruk kredibilitas AS di dunia,” ujarnya.
Undang-Undang Transisi Kepresidenan yang disahkan pada 1964 dan diamendemen bebeberapa kali memberikan kesempatan bagi pegawai negeri sipil AS untuk memproses transfer data dan keahlian bagi para pejabat mendatang. Hal itu bertujuan untuk membatasi risiko politisasi. (Baca juga: Gugat Hasil Pilpres, Partai Republik Cari Dana Rp852 Miliar )
Para penasehat politi Biden terus memantai segala langkah yang dilakukan Biden dan loyalisnya dalam kebijakan dalam negeri dan luar negeri. Itu disebabkan mereka mewaspadai segala bentuk sabotase terhadap Biden saat berkuasa. Sejauh ini belum ada langkah drastis yang dilakukan Trump.
Kenapa?
Strategi untuk menjegal kemenangan Biden oleh Presiden Donald Trump mungkin saja berujung pada penghitungan surat suara di beberapa negara bagian AS yang akan menunda aktivitas terkaitan transisi kekuasaan. Itu pernah terjadi ketika George W Bush juga tidak langsung dinyatakan sebagai pemenang setelah lima pekan digelarnya pemilu.
“Pertarungan di pengadilan yang panjang akan menunda transisi. Itu akan berbahaya bagi kebijakan luar negeri,” ujar sumber anggota Kongres dari Partai Republik, dilansir Reuters. “Dunia tidak akan memberikan perhatian kepada kita di saat kita fokus pada pemilu,” paparnya.(Baca juga: Tolak Akui Kemenangan Biden, Trump: Pemilihan Belum Selesai! )
Di saat Biden berhasil mengamankan suara elektoral, perhatian tertuju kepada Trump yang memang terbiasa melanggar norma dalam pemerintahan dan politik. Trump tetap akan mempertahankan gayanya dengan membatasi kerja sama dan menghalangi proses demokrasi.
Banyak diplomat dan pengamat menganggap selama kekuasaan berakhir hingga 20 Januari nanti, Trump akan membuat kebijakan yang kacau balau mulai dari keputusan perang dagang hingga penarikan pasukan, serta pemberian amnesti. Trump juga diprediksi akan mempersulit penanganan pandemi virus corona dan upaya mencegah krisis ekonomi.
“Kita sangat khawatir dengan kebijakan yang tidak bisa diprediksi,” kata seorang pejabat pemerintahan yang menjadi aliansi AS di Kedutaan Besar asing di Washington. “Kebijakan pada masa transisi itu bisa menjadi citra buruk kredibilitas AS di dunia,” ujarnya.
Undang-Undang Transisi Kepresidenan yang disahkan pada 1964 dan diamendemen bebeberapa kali memberikan kesempatan bagi pegawai negeri sipil AS untuk memproses transfer data dan keahlian bagi para pejabat mendatang. Hal itu bertujuan untuk membatasi risiko politisasi. (Baca juga: Gugat Hasil Pilpres, Partai Republik Cari Dana Rp852 Miliar )
Para penasehat politi Biden terus memantai segala langkah yang dilakukan Biden dan loyalisnya dalam kebijakan dalam negeri dan luar negeri. Itu disebabkan mereka mewaspadai segala bentuk sabotase terhadap Biden saat berkuasa. Sejauh ini belum ada langkah drastis yang dilakukan Trump.
tulis komentar anda