Surat Suara via Pos Jadi Penolong untuk Biden
Sabtu, 07 November 2020 - 06:33 WIB
Muncul secara singkat pada Kamis sore di kampung halamannya di Wilmington, Delaware, Biden mendesak kesabaran warga saat pemilu melewati hari lembur kedua. “Setiap surat suara harus dihitung,” katanya di Teater Queen, pusat seni pertunjukan bersejarah di pusat kotaitu.
Biden mengungkapkan keyakinannya, seperti yang dilakukannya pada Rabu, bahwa dia dan pasangannya, Senator California Kamala Harris, akan menang. Meski demikian dia mengimbau masyarakat AS untuk tenang demi teciptanya integritas pemilu. Biden mengaku tidak ragu lagi bahwa dia mengalahkan capres petahana Partai Republik Donald Trump.
Di Gedung Putih, Trump yang relatif tenang merespons perkembangan hasil pemilu. Trump masih meyakini akan memenangi pemilu. “Kalau dihitung suara sah, saya mudah menang. Tapi jika Anda menghitung suara ilegal, mereka dapat mencoba mencuri pemilu dari kami,” ujarnya.
Trump memilih berada di Oval Office daripada di West Wing yang lebih luas. Banyak staf seniornya justru berkumpul di kantor pusat kampanye di dekat Virginia. “Dia (Trump) terus berkomunikasi, dia terus memonitor, berbicara dengan semua negara bagian. Meskipun itu tidak terlalu bagus, dia tetap bertarung,” kata salah satu kolega Trump tanpa menyebutkan nama. (Baca juga: Perkuat Imunitas dengan Konsumsi Buah)
Jalanan dan Pengadilan
Pilpres AS yang hingga tadi malam belum mendapatkan hasil final juga menyisakan anjloknya praktik demokrasi di negeri ini. Bahkan sejumlah kalangan menyebut titik demokrasi di AS berada di level paling buruk dalam sejarah negara tersebut. Tidak ada jiwa demokratis yang dikedepankan dalam pertarungan demokrasi karena pemilu presiden AS justru terus berlanjut ke jalanan dan pengadilan. Padahal yang diperebutkan adalah suara rakyat.
Rendahnya praktik demokrasi itu wajar karena pemilu AS identik dengan polarisasi di antara dua kubu, yakni Demokrat dan Republik. Ideologi liberal, sosialisme serta konservatif berhadapan dengan nasionalisme kanan. Pertarungan dua kandidat bukan hanya menyangkut kepentingan partai, tetapi juga masa depan kelompok yang saling bertarung.
Tim kampanye Trump juga harus menanggung malu karena hakim di Georgia dan Michigan menolak gugatan hukum mereka. Sejauh ini gugatan hukum yang dikabulkan adalah di Pennsylvania dengan menetapkan pengawas pemilihan boleh berdiri lebih dekat dengan titik penghitungan suara. Seorang hakim federal menolak permintaan tim kampanye Trump untuk menghentikan penghitungan suara pilpres di Philadelphia selama pengamat dari Partai Republik tidak hadir. (Baca juga: Kampanye Tatap Muka Meningkat, Kampanye Daring Turun)
Para pakar hukum menyatakan kasus yang diajukan ke pengadilan tidak memiliki pengaruh pada hasil pemilu. Penasihat hukum tim kampanye Biden, Bob Bauer, mengatakan gugatan itu sebagai bagian kampanye misinformasi lebih luas.
Dalam pandangan Steven Mulroy, pakar hukum pemilu dari Universitas Memphis, pertarungan pemilu presiden ini tidak akan diputuskan Mahkamah Agung. Dia mengatakan kasus Florida pada era Bush vs Gore pada 2000 tidak akan terulang di Pennsylvania. "Langkah Trump menjegal kemajuan Biden melalui proses hukum sebagai tembakan panjang yang tak perlu banyak dipertanyakan," katanya seperti dilansir The Conversation.
Biden mengungkapkan keyakinannya, seperti yang dilakukannya pada Rabu, bahwa dia dan pasangannya, Senator California Kamala Harris, akan menang. Meski demikian dia mengimbau masyarakat AS untuk tenang demi teciptanya integritas pemilu. Biden mengaku tidak ragu lagi bahwa dia mengalahkan capres petahana Partai Republik Donald Trump.
Di Gedung Putih, Trump yang relatif tenang merespons perkembangan hasil pemilu. Trump masih meyakini akan memenangi pemilu. “Kalau dihitung suara sah, saya mudah menang. Tapi jika Anda menghitung suara ilegal, mereka dapat mencoba mencuri pemilu dari kami,” ujarnya.
Trump memilih berada di Oval Office daripada di West Wing yang lebih luas. Banyak staf seniornya justru berkumpul di kantor pusat kampanye di dekat Virginia. “Dia (Trump) terus berkomunikasi, dia terus memonitor, berbicara dengan semua negara bagian. Meskipun itu tidak terlalu bagus, dia tetap bertarung,” kata salah satu kolega Trump tanpa menyebutkan nama. (Baca juga: Perkuat Imunitas dengan Konsumsi Buah)
Jalanan dan Pengadilan
Pilpres AS yang hingga tadi malam belum mendapatkan hasil final juga menyisakan anjloknya praktik demokrasi di negeri ini. Bahkan sejumlah kalangan menyebut titik demokrasi di AS berada di level paling buruk dalam sejarah negara tersebut. Tidak ada jiwa demokratis yang dikedepankan dalam pertarungan demokrasi karena pemilu presiden AS justru terus berlanjut ke jalanan dan pengadilan. Padahal yang diperebutkan adalah suara rakyat.
Rendahnya praktik demokrasi itu wajar karena pemilu AS identik dengan polarisasi di antara dua kubu, yakni Demokrat dan Republik. Ideologi liberal, sosialisme serta konservatif berhadapan dengan nasionalisme kanan. Pertarungan dua kandidat bukan hanya menyangkut kepentingan partai, tetapi juga masa depan kelompok yang saling bertarung.
Tim kampanye Trump juga harus menanggung malu karena hakim di Georgia dan Michigan menolak gugatan hukum mereka. Sejauh ini gugatan hukum yang dikabulkan adalah di Pennsylvania dengan menetapkan pengawas pemilihan boleh berdiri lebih dekat dengan titik penghitungan suara. Seorang hakim federal menolak permintaan tim kampanye Trump untuk menghentikan penghitungan suara pilpres di Philadelphia selama pengamat dari Partai Republik tidak hadir. (Baca juga: Kampanye Tatap Muka Meningkat, Kampanye Daring Turun)
Para pakar hukum menyatakan kasus yang diajukan ke pengadilan tidak memiliki pengaruh pada hasil pemilu. Penasihat hukum tim kampanye Biden, Bob Bauer, mengatakan gugatan itu sebagai bagian kampanye misinformasi lebih luas.
Dalam pandangan Steven Mulroy, pakar hukum pemilu dari Universitas Memphis, pertarungan pemilu presiden ini tidak akan diputuskan Mahkamah Agung. Dia mengatakan kasus Florida pada era Bush vs Gore pada 2000 tidak akan terulang di Pennsylvania. "Langkah Trump menjegal kemajuan Biden melalui proses hukum sebagai tembakan panjang yang tak perlu banyak dipertanyakan," katanya seperti dilansir The Conversation.
Lihat Juga :
tulis komentar anda