Surat Suara via Pos Jadi Penolong untuk Biden
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Surat suara via pos yang sejak awal didengungkan kubu Partai Demokrat dengan alasan pandemi corona kini ternyata mampu menjadi penolong bagi calon presiden (capres) Joe Biden . Itu terbukti sebagai penolong Biden di negara bagian yang menjadi pertarungan ketat seperti di Georgia, Pennsylvania, Arizona, dan Nevada.
Untuk pertama kalinya, Biden unggul di atas Trump di Georgia, satu di antara negara bagian kunci yang tersisa dan menentukan calon yang akan menuju Gedung Putih. Di Georgia, negara bagian dengan 16 suara elektoral, menurut Badan Monitor Pemilu dan CNN, Biden unggul dari Trump. Decision Desk menempatkan Biden unggul tipis dengan sekitar 99% suara telah dihitung.
Perubahan perolehan suara itu terjadi hanya beberapa jam setelah Trump tampil di Gedung Putih untuk menyatakan klaim kemenangan pemilu telah dicuri darinya. Padahal, Georgia dikenal sebagai negara bagian yang tidak pernah memberikan dukungan bagi capres Demokrat sejak Bill Clinton merebut Gedung Putih pada 1992. (Baca: Di Manakah Tempat Sifat Ikhlas Itu?)
Sebagian besar dari suara yang masih dihitung di Georgia merupakan suara yang dikirim lewat pos dan sejumlah laporan menyebutkan banyak suara yang memilih Joe Biden, terutama di Atlanta. Menteri Negara Bagian Georgia menyatakan jumlah surat suara yang masih dihitung sekitar 14.000.
Biden tetap unggul di Nevada (6 suara elektoral) dan Arizona (11 suara elektoral), dan kemenangan di dua negara bagian ini cukup bagi calon dari Partai Demokrat ini untuk mengalahkan petahana dari Partai Republik, Donald Trump.
Sementara di tengah proses penghitungan di sejumlah negara bagian yang masih berlangsung, Dinas Rahasia AS dilaporkan akan meningkatkan pengamanan terhadap Joe Biden mulai Jumat (6/11) untuk mengantisipasi kemungkinan dia mengumumkan klaim kemenangannya.
Melansir Washington Post, sejumlah agen intelijen tambahan akan diturunkan setelah tim kampanye Biden mengatakan kepada Dinas Rahasia AS bahwa dia kemungkinan besar akan menyampaikan pidato pentingnya paling cepat kemarin waktu setempat.
Juru bicara Dinas Rahasia AS Catherine Milhoan menolak berkomentar. Tim pemenangan Joe Biden juga belum berkomentar perihal informasi tersebut. (Baca: Kampus Merdeka Siapkan Mahasiswa Hadapi Tantangan Global)
Muncul secara singkat pada Kamis sore di kampung halamannya di Wilmington, Delaware, Biden mendesak kesabaran warga saat pemilu melewati hari lembur kedua. “Setiap surat suara harus dihitung,” katanya di Teater Queen, pusat seni pertunjukan bersejarah di pusat kotaitu.
Biden mengungkapkan keyakinannya, seperti yang dilakukannya pada Rabu, bahwa dia dan pasangannya, Senator California Kamala Harris, akan menang. Meski demikian dia mengimbau masyarakat AS untuk tenang demi teciptanya integritas pemilu. Biden mengaku tidak ragu lagi bahwa dia mengalahkan capres petahana Partai Republik Donald Trump.
Di Gedung Putih, Trump yang relatif tenang merespons perkembangan hasil pemilu. Trump masih meyakini akan memenangi pemilu. “Kalau dihitung suara sah, saya mudah menang. Tapi jika Anda menghitung suara ilegal, mereka dapat mencoba mencuri pemilu dari kami,” ujarnya.
Trump memilih berada di Oval Office daripada di West Wing yang lebih luas. Banyak staf seniornya justru berkumpul di kantor pusat kampanye di dekat Virginia. “Dia (Trump) terus berkomunikasi, dia terus memonitor, berbicara dengan semua negara bagian. Meskipun itu tidak terlalu bagus, dia tetap bertarung,” kata salah satu kolega Trump tanpa menyebutkan nama. (Baca juga: Perkuat Imunitas dengan Konsumsi Buah)
Jalanan dan Pengadilan
Pilpres AS yang hingga tadi malam belum mendapatkan hasil final juga menyisakan anjloknya praktik demokrasi di negeri ini. Bahkan sejumlah kalangan menyebut titik demokrasi di AS berada di level paling buruk dalam sejarah negara tersebut. Tidak ada jiwa demokratis yang dikedepankan dalam pertarungan demokrasi karena pemilu presiden AS justru terus berlanjut ke jalanan dan pengadilan. Padahal yang diperebutkan adalah suara rakyat.
Rendahnya praktik demokrasi itu wajar karena pemilu AS identik dengan polarisasi di antara dua kubu, yakni Demokrat dan Republik. Ideologi liberal, sosialisme serta konservatif berhadapan dengan nasionalisme kanan. Pertarungan dua kandidat bukan hanya menyangkut kepentingan partai, tetapi juga masa depan kelompok yang saling bertarung.
Tim kampanye Trump juga harus menanggung malu karena hakim di Georgia dan Michigan menolak gugatan hukum mereka. Sejauh ini gugatan hukum yang dikabulkan adalah di Pennsylvania dengan menetapkan pengawas pemilihan boleh berdiri lebih dekat dengan titik penghitungan suara. Seorang hakim federal menolak permintaan tim kampanye Trump untuk menghentikan penghitungan suara pilpres di Philadelphia selama pengamat dari Partai Republik tidak hadir. (Baca juga: Kampanye Tatap Muka Meningkat, Kampanye Daring Turun)
Para pakar hukum menyatakan kasus yang diajukan ke pengadilan tidak memiliki pengaruh pada hasil pemilu. Penasihat hukum tim kampanye Biden, Bob Bauer, mengatakan gugatan itu sebagai bagian kampanye misinformasi lebih luas.
Dalam pandangan Steven Mulroy, pakar hukum pemilu dari Universitas Memphis, pertarungan pemilu presiden ini tidak akan diputuskan Mahkamah Agung. Dia mengatakan kasus Florida pada era Bush vs Gore pada 2000 tidak akan terulang di Pennsylvania. "Langkah Trump menjegal kemajuan Biden melalui proses hukum sebagai tembakan panjang yang tak perlu banyak dipertanyakan," katanya seperti dilansir The Conversation.
Sementara itu demonstrasi sebagai bentuk protes kian menjadi ciri pada pemilu presiden 2020 baik sebelum atau sesudahnya. Para pendukung Trump mulai menggelar aksi demonstrasi sejak Kamis malam karena menganggap pemilu telah dicurangi. Mereka juga kerap bentrok dengan para pengunjuk rasa pendukung Biden yang menuntut penghitungan suara terus dilanjutkan. (Lihat videonya: Pemda DKI Jakarta Berencana Perpanjang PSBB Transisi)
Di Arizona, satu dari negara bagian yang menjadi pusat pertarungan antara Trump dan Biden, para pendukung Trump memasuki pusat Departemen Pemilu Maricopa di Phoenix. Banyak pendukung Biden juga ikut beraksi di sana. Seorang pria membawa foto presiden dengan bendera babi Nazi ketika aktivis sayap kanan Alex Jones sedang berorasi. Polisi mengintervensi aksi tersebut karena tidak ingin hal itu memicu kerusuhan. (Andika H Mustaqim)
Untuk pertama kalinya, Biden unggul di atas Trump di Georgia, satu di antara negara bagian kunci yang tersisa dan menentukan calon yang akan menuju Gedung Putih. Di Georgia, negara bagian dengan 16 suara elektoral, menurut Badan Monitor Pemilu dan CNN, Biden unggul dari Trump. Decision Desk menempatkan Biden unggul tipis dengan sekitar 99% suara telah dihitung.
Perubahan perolehan suara itu terjadi hanya beberapa jam setelah Trump tampil di Gedung Putih untuk menyatakan klaim kemenangan pemilu telah dicuri darinya. Padahal, Georgia dikenal sebagai negara bagian yang tidak pernah memberikan dukungan bagi capres Demokrat sejak Bill Clinton merebut Gedung Putih pada 1992. (Baca: Di Manakah Tempat Sifat Ikhlas Itu?)
Sebagian besar dari suara yang masih dihitung di Georgia merupakan suara yang dikirim lewat pos dan sejumlah laporan menyebutkan banyak suara yang memilih Joe Biden, terutama di Atlanta. Menteri Negara Bagian Georgia menyatakan jumlah surat suara yang masih dihitung sekitar 14.000.
Biden tetap unggul di Nevada (6 suara elektoral) dan Arizona (11 suara elektoral), dan kemenangan di dua negara bagian ini cukup bagi calon dari Partai Demokrat ini untuk mengalahkan petahana dari Partai Republik, Donald Trump.
Sementara di tengah proses penghitungan di sejumlah negara bagian yang masih berlangsung, Dinas Rahasia AS dilaporkan akan meningkatkan pengamanan terhadap Joe Biden mulai Jumat (6/11) untuk mengantisipasi kemungkinan dia mengumumkan klaim kemenangannya.
Melansir Washington Post, sejumlah agen intelijen tambahan akan diturunkan setelah tim kampanye Biden mengatakan kepada Dinas Rahasia AS bahwa dia kemungkinan besar akan menyampaikan pidato pentingnya paling cepat kemarin waktu setempat.
Juru bicara Dinas Rahasia AS Catherine Milhoan menolak berkomentar. Tim pemenangan Joe Biden juga belum berkomentar perihal informasi tersebut. (Baca: Kampus Merdeka Siapkan Mahasiswa Hadapi Tantangan Global)
Muncul secara singkat pada Kamis sore di kampung halamannya di Wilmington, Delaware, Biden mendesak kesabaran warga saat pemilu melewati hari lembur kedua. “Setiap surat suara harus dihitung,” katanya di Teater Queen, pusat seni pertunjukan bersejarah di pusat kotaitu.
Biden mengungkapkan keyakinannya, seperti yang dilakukannya pada Rabu, bahwa dia dan pasangannya, Senator California Kamala Harris, akan menang. Meski demikian dia mengimbau masyarakat AS untuk tenang demi teciptanya integritas pemilu. Biden mengaku tidak ragu lagi bahwa dia mengalahkan capres petahana Partai Republik Donald Trump.
Di Gedung Putih, Trump yang relatif tenang merespons perkembangan hasil pemilu. Trump masih meyakini akan memenangi pemilu. “Kalau dihitung suara sah, saya mudah menang. Tapi jika Anda menghitung suara ilegal, mereka dapat mencoba mencuri pemilu dari kami,” ujarnya.
Trump memilih berada di Oval Office daripada di West Wing yang lebih luas. Banyak staf seniornya justru berkumpul di kantor pusat kampanye di dekat Virginia. “Dia (Trump) terus berkomunikasi, dia terus memonitor, berbicara dengan semua negara bagian. Meskipun itu tidak terlalu bagus, dia tetap bertarung,” kata salah satu kolega Trump tanpa menyebutkan nama. (Baca juga: Perkuat Imunitas dengan Konsumsi Buah)
Jalanan dan Pengadilan
Pilpres AS yang hingga tadi malam belum mendapatkan hasil final juga menyisakan anjloknya praktik demokrasi di negeri ini. Bahkan sejumlah kalangan menyebut titik demokrasi di AS berada di level paling buruk dalam sejarah negara tersebut. Tidak ada jiwa demokratis yang dikedepankan dalam pertarungan demokrasi karena pemilu presiden AS justru terus berlanjut ke jalanan dan pengadilan. Padahal yang diperebutkan adalah suara rakyat.
Rendahnya praktik demokrasi itu wajar karena pemilu AS identik dengan polarisasi di antara dua kubu, yakni Demokrat dan Republik. Ideologi liberal, sosialisme serta konservatif berhadapan dengan nasionalisme kanan. Pertarungan dua kandidat bukan hanya menyangkut kepentingan partai, tetapi juga masa depan kelompok yang saling bertarung.
Tim kampanye Trump juga harus menanggung malu karena hakim di Georgia dan Michigan menolak gugatan hukum mereka. Sejauh ini gugatan hukum yang dikabulkan adalah di Pennsylvania dengan menetapkan pengawas pemilihan boleh berdiri lebih dekat dengan titik penghitungan suara. Seorang hakim federal menolak permintaan tim kampanye Trump untuk menghentikan penghitungan suara pilpres di Philadelphia selama pengamat dari Partai Republik tidak hadir. (Baca juga: Kampanye Tatap Muka Meningkat, Kampanye Daring Turun)
Para pakar hukum menyatakan kasus yang diajukan ke pengadilan tidak memiliki pengaruh pada hasil pemilu. Penasihat hukum tim kampanye Biden, Bob Bauer, mengatakan gugatan itu sebagai bagian kampanye misinformasi lebih luas.
Dalam pandangan Steven Mulroy, pakar hukum pemilu dari Universitas Memphis, pertarungan pemilu presiden ini tidak akan diputuskan Mahkamah Agung. Dia mengatakan kasus Florida pada era Bush vs Gore pada 2000 tidak akan terulang di Pennsylvania. "Langkah Trump menjegal kemajuan Biden melalui proses hukum sebagai tembakan panjang yang tak perlu banyak dipertanyakan," katanya seperti dilansir The Conversation.
Sementara itu demonstrasi sebagai bentuk protes kian menjadi ciri pada pemilu presiden 2020 baik sebelum atau sesudahnya. Para pendukung Trump mulai menggelar aksi demonstrasi sejak Kamis malam karena menganggap pemilu telah dicurangi. Mereka juga kerap bentrok dengan para pengunjuk rasa pendukung Biden yang menuntut penghitungan suara terus dilanjutkan. (Lihat videonya: Pemda DKI Jakarta Berencana Perpanjang PSBB Transisi)
Di Arizona, satu dari negara bagian yang menjadi pusat pertarungan antara Trump dan Biden, para pendukung Trump memasuki pusat Departemen Pemilu Maricopa di Phoenix. Banyak pendukung Biden juga ikut beraksi di sana. Seorang pria membawa foto presiden dengan bendera babi Nazi ketika aktivis sayap kanan Alex Jones sedang berorasi. Polisi mengintervensi aksi tersebut karena tidak ingin hal itu memicu kerusuhan. (Andika H Mustaqim)
(ysw)