Pemilu Kacau, Maduro Cemooh AS
Jum'at, 06 November 2020 - 18:14 WIB
CARACAS - Presiden Venezuela , Nicolas Maduro , angkat suara terkait ketidakpastian pemenang pemilu presiden (pilpres) yang saat ini dihadapi Amerika Serikat (AS). Ia menyindir bahwa dirinya lelah dengan upaya AS untuk memberikan pelajaran dalam demokrasi kepada negara lain ketika sistem mereka sendiri cacat.
“Kami tidak ikut campur dalam urusan internal Amerika Serikat. Dan kami benci ketika mereka berpura-pura memberikan pelajaran tentang demokrasi kepada dunia,” kata Maduro dalam pidato yang disiarkan televisi saat Venezuela bersiap untuk mengadakan pemilihan parlemen sendiri bulan depan.
Membandingkan penundaan yang terus berlanjut dalam hasil pemungutan suara di AS, presiden Venezuela itu menambahkan bahwa di negaranya adalah sebaliknya.
"Hasil pemilihan diberikan pada malam pemilihan dengan cara yang tepat," ujarnya seperti dikutip dari Sputnik, Jumat (6/11/2020).(Baca juga: Maduro: Venezuela Berhak Beli Senjata dari Negara Manapun )
Terkait sikap Presiden Donald Trump yang berjanji akan mengambil tindakan hukum untuk menantang apa yang dia sebut sebagai keadaan "sangat aneh" di mana suaranya menghilang lebih awal di negara-negara bagian penting di medan pertempuran, Maduro berjanji bahwa dia akan menghormati hasil dari siapa pun yang menang dalam pemilu AS.
"Kampanye pemilu Venezuela akan menjadi demonstrasi bagaimana dengan cara yang beradab, dalam damai, kita memiliki sistem pemilu yang transparan dan terbukti," ia menambahkan.
Terakhir, presiden Venezuela itu mengatakan dia tidak akan mengomentari pemungutan suara AS, mengingat pemenang yang jelas belum diumumkan.
"Kami tidak ikut campur, saya tidak ikut campur. Amerika Serikat sedang bergulat dengan masalah pemilunya sendiri," tukasnya.(Baca juga: Meski Terkena Sanksi AS, Pesawat Iran Mendarat di Venezuela )
Rencananya akan diadakan 6 Desember, pemilihan parlemen Venezuela akan mencakup pemilihan 277 wakil di parlemen atau Majelis Nasional. Koalisi oposisi yang dikenal sebagai Persatuan Demokratik Meja Bundar telah berjanji untuk memboikot pemungutan suara tersebut, dengan tuduhan penipuan.
AS dan sekutunya di Eropa dan Amerika Latin menolak keabsahan pemilu Venezuela sebelumnya, mengklaim bahwa pemilu itu akan diadakan tanpa kondisi yang bebas atau adil. Pada bulan September, Uni Eropa secara resmi menolak undangan dari Caracas untuk mengamati pemungutan suara. Pada bulan yang sama, AS memberi sanksi kepada beberapa pejabat Venezuela, termasuk Presiden Dewan Pemilihan Nasional Indira Alfonzo.
Washington mengakui tokoh oposisi Juan Guaido sebagai 'presiden sementara' Venezuela pada Januari 2019, tak lama setelah Presiden Maduro dilantik untuk masa jabatan kedua. Sebagai bagian dari kampanye tekanannya, Washington berusaha untuk mencekik ekonomi Venezuela, menyita aset negara senilai puluhan miliar dolar di luar negeri, dan mengancam sanksi sekunder terhadap negara-negara yang membeli minyak mentah Venezuela.
Maduro telah mengecam pejabat AS dan Guaido karena berusaha melakukan "kudeta" terhadapnya. Ia juga menuduh Washington berupaya menggulingkan pemerintah Venezuela untuk mendapatkan akses ke energi dan sumber daya mineral negara yang sangat besar.
“Kami tidak ikut campur dalam urusan internal Amerika Serikat. Dan kami benci ketika mereka berpura-pura memberikan pelajaran tentang demokrasi kepada dunia,” kata Maduro dalam pidato yang disiarkan televisi saat Venezuela bersiap untuk mengadakan pemilihan parlemen sendiri bulan depan.
Membandingkan penundaan yang terus berlanjut dalam hasil pemungutan suara di AS, presiden Venezuela itu menambahkan bahwa di negaranya adalah sebaliknya.
"Hasil pemilihan diberikan pada malam pemilihan dengan cara yang tepat," ujarnya seperti dikutip dari Sputnik, Jumat (6/11/2020).(Baca juga: Maduro: Venezuela Berhak Beli Senjata dari Negara Manapun )
Terkait sikap Presiden Donald Trump yang berjanji akan mengambil tindakan hukum untuk menantang apa yang dia sebut sebagai keadaan "sangat aneh" di mana suaranya menghilang lebih awal di negara-negara bagian penting di medan pertempuran, Maduro berjanji bahwa dia akan menghormati hasil dari siapa pun yang menang dalam pemilu AS.
"Kampanye pemilu Venezuela akan menjadi demonstrasi bagaimana dengan cara yang beradab, dalam damai, kita memiliki sistem pemilu yang transparan dan terbukti," ia menambahkan.
Terakhir, presiden Venezuela itu mengatakan dia tidak akan mengomentari pemungutan suara AS, mengingat pemenang yang jelas belum diumumkan.
"Kami tidak ikut campur, saya tidak ikut campur. Amerika Serikat sedang bergulat dengan masalah pemilunya sendiri," tukasnya.(Baca juga: Meski Terkena Sanksi AS, Pesawat Iran Mendarat di Venezuela )
Rencananya akan diadakan 6 Desember, pemilihan parlemen Venezuela akan mencakup pemilihan 277 wakil di parlemen atau Majelis Nasional. Koalisi oposisi yang dikenal sebagai Persatuan Demokratik Meja Bundar telah berjanji untuk memboikot pemungutan suara tersebut, dengan tuduhan penipuan.
AS dan sekutunya di Eropa dan Amerika Latin menolak keabsahan pemilu Venezuela sebelumnya, mengklaim bahwa pemilu itu akan diadakan tanpa kondisi yang bebas atau adil. Pada bulan September, Uni Eropa secara resmi menolak undangan dari Caracas untuk mengamati pemungutan suara. Pada bulan yang sama, AS memberi sanksi kepada beberapa pejabat Venezuela, termasuk Presiden Dewan Pemilihan Nasional Indira Alfonzo.
Washington mengakui tokoh oposisi Juan Guaido sebagai 'presiden sementara' Venezuela pada Januari 2019, tak lama setelah Presiden Maduro dilantik untuk masa jabatan kedua. Sebagai bagian dari kampanye tekanannya, Washington berusaha untuk mencekik ekonomi Venezuela, menyita aset negara senilai puluhan miliar dolar di luar negeri, dan mengancam sanksi sekunder terhadap negara-negara yang membeli minyak mentah Venezuela.
Maduro telah mengecam pejabat AS dan Guaido karena berusaha melakukan "kudeta" terhadapnya. Ia juga menuduh Washington berupaya menggulingkan pemerintah Venezuela untuk mendapatkan akses ke energi dan sumber daya mineral negara yang sangat besar.
(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda