Pertama Kali, AS Keluarkan Paspor dengan Israel Sebagai Tempat Lahir

Sabtu, 31 Oktober 2020 - 01:49 WIB
AS untuk pertama kalinya mengeluarkan paspor untuk orang Amerika kelahiran Yerusalem dengan Israel sebagai tempat lahir, bukan kota. Foto/Reuters
YERUSALEM - Amerika Serikat (AS) untuk pertama kalinya mengeluarkan paspor untuk orang Amerika kelahiran Yerusalem dengan Israel sebagai tempat lahir, bukan kota.Namun, Palestina mengutuk kebijakan ini sebagai pelanggaran hukum internasional.

Duta Besar AS untuk Israel menyerahkan dokumen tersebut kepada Menachem Zivotofsky yang berusia 18 tahun setelah perubahan kebijakan oleh Presiden Donald Trump yang kemungkinan akan menyenangkan pendukung pro-Israel jelang pemilu minggu depan

"Anda memiliki kelahiran bangsa - negara Israel," kata Duta Besar David Friedman kepada remaja tersebut, berterima kasih kepada Trump karena telah menjalankan kebijakan ini seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (31/10/2020).



Pada hari Kamis, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan perubahan paspor.(Baca juga: Bela Normalisasi Arab-Israel, Pompeo: Itu Menguntungkan Palestina Juga )

Orang Amerika yang lahir di Yerusalem sekarang dapat mencantumkan 'Yerusalem' atau 'Israel' sebagai tempat kelahiran mereka, seorang pejabat kedutaan mengkonfirmasi.

Namun keputusan itu dikecam oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang berusaha untuk menciptakan negara Palestina masa depan di Tepi Barat dan Gaza - dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya - untuk hidup berdampingan dengan Israel di bawah formula lama yang dikenal sebagai solusi dua negara.

Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Abbas, mengatakan perubahan kebijakan paspor itu melanggar hukum internasional dan resolusi internasional.

"Upaya Trump untuk memaksakan fakta di lapangan dalam berpacu dengan waktu menjelang pemilihan AS tidak akan mengubah kenyataan," katanya kepada Reuters.(Baca juga: Bertemu Pompeo, Menlu RI Singgung Masalah Palestina )

Orang tua Zivotofsky sendiri telah lama berkampanye untuk perubahan semacam itu setelah mengajukan gugatan pada tahun 2003 di pengadilan federal.

Namun pada tahun 2015, Mahkamah Agung AS membatalkan undang-undang yang memungkinkan warga Amerika kelahiran Yerusalem untuk mencantumkan Israel sebagai negara kelahiran mereka, dengan mengatakan bahwa undang-undang itu melanggar hukum atas kekuasaan presiden untuk menetapkan kebijakan luar negeri.

Pemerintahan pendahulu Trump, Presiden Barack Obama, berpendapat bahwa jika undang-undang tersebut ditegakkan, hal itu akan menyebabkan "kerusakan yang tidak dapat diubah" pada kemampuan Amerika untuk mempengaruhi proses perdamaian Timur Tengah. Negosiasi antara Israel dan Palestina sendiri telah gagal pada tahun 2014.

Status Yerusalem, yang berisi situs-situs suci bagi Muslim, Yahudi dan Kristen, adalah salah satu masalah paling kontroversial dalam konflik antara Israel dan Palestina. Keduanya mengklaim kota itu sebagai ibu kota mereka.

Sejak Israel didirikan pada tahun 1948, pemerintah Amerika berturut-turut menolak untuk mengakui negara mana pun yang memiliki kedaulatan atas Yerusalem, dan kebijakan Departemen Luar Negeri hanya mencantumkan kota itu sebagai tempat kelahiran, menyerahkan penyelesaian masalah sensitif semacam itu kepada pihak-pihak yang berselisih.

Tetapi pada 2017 Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan pada tahun 2018 memindahkan Kedutaan Besar AS ke kota itu. Kebijakan ini memicu kemarahan dan kekecewaan termasuk dari Eropa yang merupakan sekutu AS.

Keputusan Trump tentang Yerusalem telah disambut baik oleh Israel, yang mengklaim semua kota itu sebagai ibu kotanya, termasuk Yerusalem Timur, yang direbutnya dalam perang 1967 dan kemudian dianeksasi dalam sebuah tindakan yang tidak diakui oleh sebagian besar komunitas internasional.
(ber)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More