Bantah Klaim Erdogan, Umat Islam Prancis Bilang Tak Dianiaya

Selasa, 27 Oktober 2020 - 11:35 WIB
Para warga Muslim saat salat Jumat di Clichy, Prancis. Foto/REUTERS/Benoit Tessier
PARIS - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengklaim umat Muslim di Prancis dan Eropa pada umumnya menjadi target "kampanye lynch" seperti umat Yahudi di Eropa sebelum Perang Dunia II. Namun, klaim tersebut dibantah Dewan Kepercayaan Muslim Prancis (CFCM).

Klaim Erdogan muncul di tengah-tengah perseteruan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron perihal kontroversi penggunaan kartun-kartun yang menghina Nabi Muhammad di sekolah. Pemimpin Turki itu menyerukan warganya untuk memboikot produk-produk Prancis seperti gerakan yang menggema di berbagai negara di Timur Tengah. (Baca: Erdogan: Muslim di Eropa Jadi Target seperti Yahudi sebelum PD II )

CFCM berusaha untuk mengingatkan umat Islam Prancis tentang kebebasan mereka di negara tersebut. CFCM mendesak mereka untuk "membela kepentingan" negara di tengah kampanye boikot oleh Turki.



Seperti diketahui, kartun-kartun majalah Charlie Hebdo yang menghina Nabi Muhammad telah dipertontonkan guru sejarah bernama Samuel Paty kepada para muridnya dalam diskusi kebebasan berekspresi di kelas. Guru itu lantas dipenggal oleh remaja etnis Chechnya, Abdullakh Anzorov, 18, saat korban dalam perjalanan pulang dari sekolah tempatnya mengajar di pinggiran Paris pada 16 Oktober lalu. Penyerang telah ditembak mati oleh

polisi. (Baca: Imbas Macron Hina Islam: Website Prancis Diretas, Produknya Diboikot di Mana-mana )

Presiden Macron mengatakan bahwa negaranya tidak akan menyerah soal kartun tersebut. Menurutnya, pelaku pembuhan itu adalah seorang "Islamis radikal" yang ingin mencuri masa depan Prancis. Macron sebelumnya juga menyebut Islam sebagai agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia, sebuah komentar yang memicu kemarahan Erdogan.

Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, Presiden CFCM Mohammed Moussaoui mengatakan: “Prancis adalah negara yang hebat, warga Muslim tidak dianiaya, mereka dengan bebas membangun masjid mereka dan dengan bebas menjalankan agama mereka."

"Kami tahu bahwa para promotor kampanye ini mengatakan bahwa mereka membela Islam, tetapi kami menyerukan kepada mereka untuk bijaksana. Semua kampanye untuk merendahkan Prancis kontraproduktif dan menciptakan perpecahan," ujarnya, seperti dikutip Russia Today, Selasa (27/10/2020). (Baca juga: Inilah Daftar Produk Prancis yang Berpotensi Diboikot Dunia Muslim )

Prancis dan Turki adalah sekutu di keanggotaan NATO. Hubungan keduanya mencapai titik terendah selama pekan ini ketika Paris memanggil pulang duta besarnya dari Ankara pada hari Sabtu setelah Erdogan mengatakan Macron "membutuhkan perawatan kesehatan mental" untuk sikapnya terhadap Islam.

Kekuatan Muslim lainnya telah bergabung dengan boikot terhadap produk Prancis, termasuk Kuwait dan Qatar. Sedangakan Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengecam penggunaan kebebasan berbicara yang "oportunistik" untuk menargetkan Muslim.

"Muslim adalah korban utama dari 'pemujaan kebencian'—diberdayakan oleh rezim kolonial dan diekspor oleh klien mereka sendiri," katanya.

Di Eropa, komentar Erdogan tentang kesehatan Macron dikecam oleh Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas sebagai komentar yang "tidak dapat diterima".

Macron dijadwalkan bertemu dengan perwakilan CFCM di Istana Elysee pada hari Senin dan baru-baru ini membahas RUU tentang "separatisme" dengan tokoh agama lainnya.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More