Sengketa LCS, Indonesia: UNCLOS Satu-satunya Dasar Hukum
Sabtu, 12 September 2020 - 21:38 WIB
JAKARTA - Indonesia ingin melihat kawasan Laut China Selatan (LCS) damai dan stabil, di mana prinsip-prinsip internasional yang diakui secara internasional ditegakkan termasuk UNCLOS 1982. Hal itu diungkapkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi adalam ASEAN Regional Forum (ARF).
"UNCLOS 1982 adalah satu-satunya basis untuk penentuan maritime entitlements, kedaulatan dan hak berdaulat, juridiksi dan legitimite interest di perairan dan laut," tegas Retno, dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (12/9/2020).
Retno mengungkapkan secara khusus, ia merujuk kepada hasil Komunike Bersama Menteri Luar Negeri ASEAN ke-53 yang tegaskan bahwa UNCLOS 1982 sebagai kerangka hukum internasional untuk semua aktivitas di perairan dan laut. Selain itu The Code of Conduct in the South China Sea harus konsisten dengan hukum internasional termasuk UNCLOS 1982.(Baca juga: China Tekan ASEAN Jelang Perundingan Penting Laut China Selatan )
Dalam kesempatan itu, Retno juga menyampaikan pentingnya ARF untuk tetap dan selalu relevan untuk memperkokoh kerja sama antar negara untuk hadapi tantangan di kawasan yang semakin kompleks.
Ketegangan di Laut China Selatan mendekati titik didih setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo pada bulan Juli menolak klaim China atas 90 persen Laut China Selatan sebagai tindakan yang sepenuhnya melanggar hukum. Pompeo lantas memberikan dukungan kepada penggugat lain seperti Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia dan Taiwan.(Baca juga: Pompeo kepada ASEAN: Jangan Biarkan Partai Komunis China Menginjak-injak Kita )
Dalam beberapa pekan terakhir, Beijing berusaha keras untuk melawan upaya Washington dan menopang hubungan dengan negara-negara utama di Asia dan Eropa di tengah kekhawatiran akan Perang Dingin baru antara dua ekonomi terbesar dunia itu.
"UNCLOS 1982 adalah satu-satunya basis untuk penentuan maritime entitlements, kedaulatan dan hak berdaulat, juridiksi dan legitimite interest di perairan dan laut," tegas Retno, dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (12/9/2020).
Retno mengungkapkan secara khusus, ia merujuk kepada hasil Komunike Bersama Menteri Luar Negeri ASEAN ke-53 yang tegaskan bahwa UNCLOS 1982 sebagai kerangka hukum internasional untuk semua aktivitas di perairan dan laut. Selain itu The Code of Conduct in the South China Sea harus konsisten dengan hukum internasional termasuk UNCLOS 1982.(Baca juga: China Tekan ASEAN Jelang Perundingan Penting Laut China Selatan )
Dalam kesempatan itu, Retno juga menyampaikan pentingnya ARF untuk tetap dan selalu relevan untuk memperkokoh kerja sama antar negara untuk hadapi tantangan di kawasan yang semakin kompleks.
Ketegangan di Laut China Selatan mendekati titik didih setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo pada bulan Juli menolak klaim China atas 90 persen Laut China Selatan sebagai tindakan yang sepenuhnya melanggar hukum. Pompeo lantas memberikan dukungan kepada penggugat lain seperti Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia dan Taiwan.(Baca juga: Pompeo kepada ASEAN: Jangan Biarkan Partai Komunis China Menginjak-injak Kita )
Dalam beberapa pekan terakhir, Beijing berusaha keras untuk melawan upaya Washington dan menopang hubungan dengan negara-negara utama di Asia dan Eropa di tengah kekhawatiran akan Perang Dingin baru antara dua ekonomi terbesar dunia itu.
(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda