Abbas: Tidak Ada yang Berhak Berbicara Atas Nama Palestina
Jum'at, 04 September 2020 - 05:44 WIB
RAMALLAH - Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengeluarkan unek-uneknya terhadap negara-negara Arab yang dinilainya tidak konsisten untuk memberikan bantuan kepada negaranya. Hal itu diungkapkanAbbas dalam pertemuan intra-Palestina dengan ketua kelompok Palestin di Ramallah dan Beirut.
"Tekanan telah meningkat pada kami sejak awal tahun, dan (negara) Arab tidak mematuhi komitmen keuangan mereka terhadap kami," kata Abbas.
"Mulai sekarang, tidak ada yang berwenang untuk berbicara atas nama kami, kami hanya berbicara untuk tujuan kami," tegasnya selama konferensi video tersebut seperti dilansir dari Anadolu, Jumat (4/9/2020).
Pertemuan itu sendiri diadakan untuk membahas cara mencegah rencana aneksasi Israel di Tepi Barat yang diduduki, yang juga terjadi pada saat Uni Emirat Arab (UEA) mengumumkan kesepakatan normalisasi hubungan dengan Israel.(Baca juga: Bahrain Tolak Normalisasi dengan Israel Tanpa Negara Palestina Berdiri )
Abbas menekankan bahwa Otoritas Palestina menolak Amerika Serikat (AS) untuk menjadi satu-satunya mediator dalam negosiasi dengan Israel.
Ia juga menyerukan konferensi perdamaian internasional di bawah pengawasan PBB berdasarkan inisiatif perdamaian Arab.
Sementara itu, kepala politik Hamas Ismail Haniyeh mengatakan dalam pidatonya bahwa apa yang disebut Kesepakatan Abad Ini bertujuan untuk menciptakan koalisi regional yang memungkinkan Israel menembus ke negara-negara Arab melalui normalisasi.(Baca juga: Ikut Rapat Palestina, Kepala Biro Politik Hamas Haniyeh Tiba di Beirut )
"Kami sedang melalui periode yang mengandung risiko yang belum pernah terjadi sebelumnya dan ancaman strategis terhadap perjuangan Palestina kami dan kawasan," ujar Haniyeh.
Ia juga menyerukan pembentukan program politik yang mengakhiri konsekuensi Kesepakatan Oslo dan untuk mendapatkan kembali persatuan Palestina.
Pada 13 Agustus, UEA dan Israel mengumumkan perjanjian yang ditengahi AS untuk menormalisasi hubungan mereka, termasuk membuka kedutaan di wilayah masing-masing.
Otoritas Palestina dan faksi-faksi perlawanan telah mengecam kesepakatan UEA-Israel, dengan mengatakan kesepakatan itu tidak melayani kepentingan Palestina dan mengabaikan hak-hak rakyat Palestina.
"Tekanan telah meningkat pada kami sejak awal tahun, dan (negara) Arab tidak mematuhi komitmen keuangan mereka terhadap kami," kata Abbas.
"Mulai sekarang, tidak ada yang berwenang untuk berbicara atas nama kami, kami hanya berbicara untuk tujuan kami," tegasnya selama konferensi video tersebut seperti dilansir dari Anadolu, Jumat (4/9/2020).
Pertemuan itu sendiri diadakan untuk membahas cara mencegah rencana aneksasi Israel di Tepi Barat yang diduduki, yang juga terjadi pada saat Uni Emirat Arab (UEA) mengumumkan kesepakatan normalisasi hubungan dengan Israel.(Baca juga: Bahrain Tolak Normalisasi dengan Israel Tanpa Negara Palestina Berdiri )
Abbas menekankan bahwa Otoritas Palestina menolak Amerika Serikat (AS) untuk menjadi satu-satunya mediator dalam negosiasi dengan Israel.
Ia juga menyerukan konferensi perdamaian internasional di bawah pengawasan PBB berdasarkan inisiatif perdamaian Arab.
Sementara itu, kepala politik Hamas Ismail Haniyeh mengatakan dalam pidatonya bahwa apa yang disebut Kesepakatan Abad Ini bertujuan untuk menciptakan koalisi regional yang memungkinkan Israel menembus ke negara-negara Arab melalui normalisasi.(Baca juga: Ikut Rapat Palestina, Kepala Biro Politik Hamas Haniyeh Tiba di Beirut )
"Kami sedang melalui periode yang mengandung risiko yang belum pernah terjadi sebelumnya dan ancaman strategis terhadap perjuangan Palestina kami dan kawasan," ujar Haniyeh.
Ia juga menyerukan pembentukan program politik yang mengakhiri konsekuensi Kesepakatan Oslo dan untuk mendapatkan kembali persatuan Palestina.
Pada 13 Agustus, UEA dan Israel mengumumkan perjanjian yang ditengahi AS untuk menormalisasi hubungan mereka, termasuk membuka kedutaan di wilayah masing-masing.
Otoritas Palestina dan faksi-faksi perlawanan telah mengecam kesepakatan UEA-Israel, dengan mengatakan kesepakatan itu tidak melayani kepentingan Palestina dan mengabaikan hak-hak rakyat Palestina.
(ber)
tulis komentar anda