Kebakaran Los Angeles Hancurkan Banyak Rumah Ibadah, dari Sinagoga hingga Gereja
Minggu, 12 Januari 2025 - 11:31 WIB
Beberapa rumah ibadah hancur di Pasadena dan Altadena, termasuk sebuah masjid—Masjid Al-Taqwa, yang membuat komunitas kecil dan erat di sana berduka atas hilangnya tempat berkumpul yang mereka cintai. Salah satu anggota dewan kehilangan rumahnya dalam kebakaran tersebut, bersama dengan sedikitnya 10 jamaah, kata imam sukarelawan, Junaid Aasi.
"Begitu banyak keluarga yang menyebutnya sebagai rumah kedua mereka," kata Aasi tentang masjid tersebut. Masjid ini dimulai sebagai tempat ibadah orang Afrika-Amerika, dan dalam 20 tahun terakhir telah menarik berbagai keluarga muda serta profesional dan mahasiswa.
Halaman belakangnya telah menjadi tempat perayaan komunitas setiap malam saat berbuka puasa selama bulan Ramadan, dengan anak-anak melakukan kegiatan seni seperti melukis mural.
"Itu adalah rasa memiliki bagi kami," kata Aasi.
Samar Ghannoum, seorang profesor di Universitas Redlands, telah salat di masjid tersebut bersama keluarganya sejak tahun 1990-an. Putri Ghannoum-lah yang memberi tahu bahwa masjid tersebut hancur.
“Ketika dia menelepon dan berkata, ‘Bu, masjidnya terbakar’, dan menangis, hati saya hancur,” kata Ghannoum pada hari Jumat.
Sebelumnya pada hari itu, dia pergi untuk salat dzuhur ke masjid lain, di mana para jemaah menambahkan “Salat al-Istisqa”, sebuah salat memohon hujan yang berakar pada kepercayaan Islam bahwa rahmat Tuhan menyediakan rezeki.
Upaya penggalangan dana masyarakat telah mulai dibangun kembali, dengan sumbangan yang melampaui USD100.000 pada Jumat malam. Untuk salat Jumat, Aasi membagikan daftar masjid di sekitar; untuk Ramadan, para jamaah berharap dapat mengamankan tempat untuk berkumpul lagi sebagai sebuah komunitas.
Kebakaran hutan turut menghancurkan Gereja Komunitas Altadena, serta beberapa rumah milik anggota jemaat yang berjumlah sekitar 60 orang, kata pendetanya, Pendeta Paul Tellström.
"Begitu banyak keluarga yang menyebutnya sebagai rumah kedua mereka," kata Aasi tentang masjid tersebut. Masjid ini dimulai sebagai tempat ibadah orang Afrika-Amerika, dan dalam 20 tahun terakhir telah menarik berbagai keluarga muda serta profesional dan mahasiswa.
Halaman belakangnya telah menjadi tempat perayaan komunitas setiap malam saat berbuka puasa selama bulan Ramadan, dengan anak-anak melakukan kegiatan seni seperti melukis mural.
"Itu adalah rasa memiliki bagi kami," kata Aasi.
Baca Juga
Samar Ghannoum, seorang profesor di Universitas Redlands, telah salat di masjid tersebut bersama keluarganya sejak tahun 1990-an. Putri Ghannoum-lah yang memberi tahu bahwa masjid tersebut hancur.
“Ketika dia menelepon dan berkata, ‘Bu, masjidnya terbakar’, dan menangis, hati saya hancur,” kata Ghannoum pada hari Jumat.
Sebelumnya pada hari itu, dia pergi untuk salat dzuhur ke masjid lain, di mana para jemaah menambahkan “Salat al-Istisqa”, sebuah salat memohon hujan yang berakar pada kepercayaan Islam bahwa rahmat Tuhan menyediakan rezeki.
Upaya penggalangan dana masyarakat telah mulai dibangun kembali, dengan sumbangan yang melampaui USD100.000 pada Jumat malam. Untuk salat Jumat, Aasi membagikan daftar masjid di sekitar; untuk Ramadan, para jamaah berharap dapat mengamankan tempat untuk berkumpul lagi sebagai sebuah komunitas.
Kebakaran hutan turut menghancurkan Gereja Komunitas Altadena, serta beberapa rumah milik anggota jemaat yang berjumlah sekitar 60 orang, kata pendetanya, Pendeta Paul Tellström.
Lihat Juga :
tulis komentar anda