Ukraina Dalangi Pembunuhan Jenderal Kirillov, Sukses Kerjai Rusia tapi Tak Ubah Hasil Perang

Kamis, 19 Desember 2024 - 10:35 WIB
Dinas Keamanan Ukraina dalangi pembunuhan jenderal senior Rusia, Igor Kirillov, melalui bom skuter di Moskow. Foto/Sputnik
KYIV - Kepala Pasukan Pertahanan Radiologi, Kimia, dan Biologi Rusia, Letnan Jenderal Igor Kirillov, telah tewas dibunuh dengan bom yang dipasang pada skuter di halaman kediamannya di Moskow pada Selasa lalu.

Dinas Keamanan Ukraina (SBU) mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan jenderal senior Moskow tersebut.

Tersangka pembunuhan, seorang pria Uzbekistan, telah ditangkap pihak berwenang Rusia. Tersangka mengaku direkrut intelijen Kyiv dengan ditawari USD100.000 dan paspor Eropa sebagai imbalan untuk membunuh Kirillov.

Para pakar dan pejabat Barat mengatakan pembunuhan terang-terangan oleh pihak Kyiv terhadap seorang jenderal Rusia di jalan Moskow tersebut merupakan kemenangan bagi badan intelijen Ukraina—yang menunjukkan investasi selama satu dekade dalam mengembangkan keterampilan, teknologi, dan kecerdikan yang dibutuhkan untuk beroperasi dengan sukses di belakang garis musuh di masa perang.





Menurut mereka, membunuh jenderal 54 tahun itu tidak diragukan lagi akan membuat Kremlin marah dan menyebarkan rasa takut di kalangan elite militer dan politik Rusia.

Hal itu juga melenyapkan seorang pemimpin militer tinggi, yang menurut pejabat Ukraina, telah memerintahkan penggunaan senjata kimia terlarang terhadap pasukan Ukraina.

Namun, para pakar dan pejabat Barat, hal itu tidak akan mengubah hasil perang yang diraih Rusia.

Fakta di medan perang, pasukan Ukraina terus menerus kalah dari pasukan Rusia yang lebih besar dan lebih siap.

Pada hari Selasa, Panglima Militer Ukraina Jenderal Oleksandr Syrsky mengatakan pertempuran aktif terjadi di sepanjang lebih dari 700 mil garis depan, termasuk operasi ofensif besar Rusia di beberapa wilayah.

“Saya pikir ada dampak psikologis yang memberi kesan kepada para elite [Rusia] bahwa kami dapat menemukan Anda di mana pun Anda berada dan Anda tidak aman,” kata Douglas London, yang menjabat sebagai kepala stasiun CIA tiga kali sebelum pensiun pada tahun 2019, merujuk pada pembunuhan Kirillov.

"[Namun] saya tidak berpikir itu benar-benar akan memengaruhi kemampuan tempur mereka [Rusia]," ujarnya, seperti dikutip New York Times, Kamis (19/12/2024).

Di medan perang, situasi tidak pernah tampak sesulit ini bagi pasukan Ukraina sejak dimulainya invasi. Pasukan Rusia telah bergerak ke pinggiran Pokrovsk, pusat kereta api penting, dan mengancam kota-kota besar Kramatorsk dan Sloviansk, semuanya di wilayah Donetsk timur.

Keadaan di sana begitu buruk sehingga para pejabat Kyiv telah memerintahkan evakuasi lebih dari 300.000 penduduk yang masih tinggal di wilayah tersebut.

Sementara itu, pasukan Rusia, yang diperkuat oleh para tentara dari Korea Utara, telah melancarkan serangan balasan yang bertujuan untuk mengusir Ukraina dari wilayah Kursk Rusia, tempat mereka telah menduduki sebidang tanah yang signifikan sejak musim panas.

Mengingat perjuangan Ukraina di medan perang, pembunuhan dan operasi rahasia lainnya seperti sabotase mungkin termasuk di antara sedikit alat yang berguna dalam gudang senjata Ukraina, kata pejabat dan pakar Barat. Itu adalah keterampilan yang telah diasah oleh Ukraina selama bertahun-tahun.

Sebelum Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada Februari 2022, Kyiv dan Moskow terlibat dalam perang bayangan pembunuhan berbalas.

Para pemimpin politik dan militer serta komandan intelijen diledakkan dalam bom mobil atau dengan cara yang lebih kreatif. Dalam satu kasus yang terkenal, agen Ukraina menghubungkan pemicu jarak jauh ke peluncur roket yang ditembakkan dari bahu yang ditujukan ke kantor komandan pemberontak yang didukung Rusia dan membunuhnya saat dia masuk.

Bom yang menewaskan Jenderal Kirillov menunjukkan tingkat kecerdikan yang serupa. Bom itu dipasang pada skuter yang ditempatkan di sebelah bangunan tempat tinggal dan diledakkan, tampaknya dengan kendali jarak jauh, saat sang jenderal keluar dari gedung pada Selasa pagi, menewaskan dia dan ajudannya.

Kamera yang dipasang di mobil yang diparkir di seberang jalan tampaknya menyediakan umpan video yang memungkinkan operator Ukraina mengamati tempat kejadian dan mengetahui kapan sang jenderal muncul.

Meskipun telah terjadi sejumlah pembunuhan di Rusia sejak perang dimulai, belum pernah ada pemimpin militer berpangkat tinggi yang terbunuh sejauh ini dari medan perang.

Valentyn Nalyvaichenko, komandan SBU dari 2014 hingga 2015, mengatakan di bawah kepemimpinannya, badan tersebut mulai membersihkan para perwira yang dianggap memiliki simpati pada Rusia.

Nalyvaichenko, bersama dengan ajudan lamanya, Jenderal Valeriy Kondratiuk, menciptakan unit paramiliter baru yang dikenal sebagai Direktorat Kelima, yang pada akhirnya akan menerima pelatihan dari CIA untuk melakukan operasi rahasia di belakang garis musuh.

Meskipun pejabat Amerika mengatakan mereka tidak pernah bermaksud agar pelatihan tersebut digunakan dalam pembunuhan, Direktorat Kelima mengambil peran utama khususnya dalam jenis operasi tersebut.

"Kami telah menghabiskan banyak sumber daya dan waktu," kata Nalyvaichenko dalam sebuah wawancara. "Saya senang bahwa itu berhasil dan bahwa semua upaya ini mulai membuahkan hasil."

Pejabat Rusia berjanji untuk membalas kematian Jenderal Kirillov. Dmitri Medvedev, mantan presiden dan saat ini wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, berjanji akan melakukan "balasan yang tak terelakkan" terhadap kepemimpinan militer dan politik Ukraina.

Nalyvaichenko, yang sekarang menjadi anggota Parlemen Ukraina, mendesak para pemimpin militer dan sipil untuk waspada, tetapi dia dan yang lainnya mengatakan bahwa dinas keamanan Rusia tampaknya kurang mampu melakukan operasi semacam itu di tanah Ukraina dibandingkan sebelumnya.

Baik SBU maupun dinas saudaranya, badan intelijen militer atau HUR, telah dikaitkan dengan sejumlah pembunuhan di tanah Rusia dan wilayah yang diduduki Rusia di Ukraina.

Pejabat AS yakin dinas keamanan Ukraina berada di balik pembunuhan Daria Dugina, putri seorang nasionalis Rusia terkemuka, pada tahun 2022.

Pada bulan lalu, SBU mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan Valery Trankovsky, seorang perwira senior Angkatan Laut Rusia, yang menurut Ukraina telah memerintahkan serangan rudal terhadap sasaran sipil.

Baik Daria Dugina maupun Valery Tankovsky, keduanya sama-sama tewas dalam serangan bom mobil.

Dalam setiap kasus, pejabat Rusia telah bersumpah untuk membalas dendam. Namun, badan intelijen Rusia sejauh ini gagal menyamai keberhasilan rival-rival mereka di Ukraina.

Pejabat Ukraina mengaku telah menggagalkan rencana untuk membunuh Presiden Volodymyr Zelensky di awal perang, setidaknya dalam satu kasus dengan bantuan CIA.

Dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi Italia awal tahun ini, Zelensky mengatakan bahwa badan keamanannya telah memberitahunya tentang 10 rencana semacam itu.

Para pakar dan pejabat intelijen memuji kontraintelijen Ukraina karena menggagalkan rencana semacam itu, tetapi mengatakan Rusia juga kurang bergantung—sengaja begitu—pada operasi rahasia dibandingkan Ukraina.

Tidak seperti Ukraina, Rusia dapat menembakkan rudal jarak jauh yang dapat mengenai di mana saja, dan kemungkinan besar menggunakan operasi mereka untuk pengumpulan intelijen dan penargetan senjata, daripada pembunuhan, kata Ralph Goff, mantan pejabat senior CIA, yang masih sering bepergian ke Ukraina.

Bagi Ukraina, melakukan pembunuhan, katanya, "adalah strategi yang diperlukan karena hanya itu yang mereka punya."

Namun, pertanyaan tetap ada apakah operasi semacam itu penting. Para pendukung Ukraina di Amerika telah lama memperingatkan bahwa pembunuhan semacam ini mungkin memberikan kepuasan yang cepat, tetapi pada akhirnya bersifat provokatif, kontraproduktif, dan membuang-buang sumber daya yang terbatas.

"Ukraina melihat peluang di sini," kata Goff. "Mereka mencoba untuk meningkatkan tekanan pada elite Rusia untuk memaksa Putin membuat kesepakatan. Saya pikir itu strategi yang cacat. Jika mereka tidak berhati-hati, mereka akan menciptakan efek sebaliknya. Mereka membuat Rusia sangat marah sehingga mereka mengatakan kami tidak tertarik untuk bernegosiasi.”

Pemerintahan Joe Biden telah mencoba menggunakan ketergantungan Ukraina pada bantuan Amerika sebagai daya ungkit untuk membatasi operasi semacam itu, kata pejabat Amerika.

Jika pemerintahan Donald Trump, yang akan memerintah tahun depan, secara signifikan mengurangi bantuan Amerika, badan intelijen Ukraina mungkin akan merasa semakin tidak terkendali, dan melihat tindakan tersebut sebagai salah satu dari sedikit cara untuk melanjutkan perang dan menimbulkan kerugian bagi Rusia, kata Douglas London.

“Dengan datangnya pemerintahan Trump, Ukraina sedang mencari cara agar mereka dapat lebih efektif memanfaatkan operasi asimetris, baik operasi pembunuhan seperti yang telah mereka lakukan maupun serangan jarak jauh menggunakan pesawat nirawak dan rudal buatan dalam negeri mereka sendiri,” katanya.

Bahkan di dalam Ukraina, beberapa pihak mempertanyakan kebijaksanaan operasi semacam itu.

Seorang perwira senior pasukan khusus Ukraina, yang berbicara dengan syarat tidak menyebutkan namanya untuk memberikan penilaian yang jujur, mengatakan mereka memiliki "nol" dampak secara strategis dan taktis.

Mereka akan menemukan pengganti jenderal itu, kata perwira tersebut, meramalkan bahwa sebagai syarat penyelesaian perdamaian apa pun, Rusia akan bersikeras tidak hanya pada penghentian operasi militer, tetapi juga operasi rahasia yang membunuh jenderal mereka.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More