Siapa yang Kerjai Jet Siluman F-35 Israel saat Serang Iran, S-300 Rusia atau Pentagon?
Jum'at, 15 November 2024 - 08:52 WIB
TEL AVIV - Pada 25 Oktober malam hingga 26 Oktober dini hari, Israel melakukan serangkaian serangan udara terhadap lokasi militer utama Iran sebagai balasan serbuan ratusan rudal Teheran 1 Oktober lalu.
Sasaran serangan udara Zionis meliputi sistem rudal, infrastruktur, dan pos komando, yang semuanya dianggap penting secara strategis bagi operasi militer Iran.
Terlepas dari skala dan intensitas serangan udara Israel, dampaknya jauh lebih kecil dari yang diantisipasi sebelumnya.
Kerusakan yang ditimbulkan pada infrastruktur militer Iran sangat kecil—yang berkali-kali dikonfirmasi militer Teheran—, sehingga menimbulkan kecurigaan tentang efektivitas serangan udara Zionis.
Banyak analis yang bingung dengan hasil operasi yang relatif terkendali, mengingat pasukan Israel dilaporkan mengerahkan sekitar 100 pesawat tempur canggih, termasuk jet tempur siluman F-35 Adir.
Beberapa berspekulasi bahwa serangan Zionis sengaja dibatasi karena tekanan dari Washington, yang berusaha menghindari meningkatnya ketegangan menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat pada 5 November.
Pejabat AS dilaporkan memengaruhi cakupan operasi melalui pembagian intelijen, yang meredam pendekatan Israel.
Namun, informasi baru telah muncul, yang menunjukkan bahwa faktor utama di balik dampak terbatas dari serangan Israel mungkin adalah sistem pertahanan udara canggih Iran.
Menurut laporan dari Defense Arabic, intelijen Israel telah menunjuk kemampuan pertahanan udara Iran sebagai alasan utama untuk efek terbatas dari serangan udara pada 25-26 Oktober.
Secara khusus, disebutkan bahwa sistem pertahanan udara Iran berhasil menggagalkan serangan yang diluncurkan oleh jet tempur Israel, khususnya pesawat F-35 Adir yang canggih.
Iran memiliki berbagai sistem pertahanan udara yang mampu menargetkan pesawat canggih seperti F-35. Salah satu sistem yang paling menonjol adalah S-300.
Sistem pertahanan rudal buatan Rusia ini mampu mendeteksi dan melacak pesawat siluman pada jarak yang cukup jauh. S-300 dapat "mengunci" target seperti F-35, menggunakan radar dan kompleks rudal untuk mencakup wilayah udara yang luas.
Meskipun F-35 dirancang untuk memanfaatkan teknologi siluman guna mengurangi deteksi, efektivitas S-300 terhadap pesawat ini dapat terbatas, terutama jika F-35 menggunakan tindakan pencegahan dan taktik untuk menghindari deteksi.
Sistem Iran lainnya yang mampu menantang F-35 termasuk varian S-200 yang lebih modern dan sistem pertahanan rudal Iran yang baru, Bavar-373.
Bavar-373 adalah versi S-300 yang diproduksi di dalam negeri Iran, dan memiliki peningkatan signifikan dalam kemampuan deteksi dan serangan, terutama terhadap pesawat siluman.
Sistem ini dapat melacak dan menetralisir target dengan kemampuan manuver tinggi di ketinggian tempat F-35 biasanya beroperasi dengan lebih tepat.
Meskipun masih belum jelas bagaimana Bavar-373 akan bekerja dalam skenario pertempuran sesungguhnya, sistem ini diharapkan akan menghadirkan tantangan signifikan bagi pesawat Israel dalam konflik regional mendatang. Sistem ini sudah dianggap sebagai hambatan potensial bagi superioritas udara Israel di Timur Tengah, terutama karena terus diintegrasikan ke dalam strategi pertahanan Iran yang lebih luas.
Menurut Defense Arabic, laporan menunjukkan bahwa F-35 Israel "di-jammed" oleh radar pertahanan udara Iran saat terbang di atas wilayah udara Irak, jauh dari target yang dituju di Iran.
Sumber-sumber yang dikutip dalam laporan tersebut mengeklaim bahwa, pada titik ini, jet Israel masih ratusan kilometer jauhnya dari perbatasan Iran.
Kemampuan sistem pertahanan udara Iran untuk mendeteksi jet Israel pada jarak seperti itu merupakan perkembangan yang tidak terduga bagi para perencana militer Israel.
Sumber intelijen Israel telah mengindikasikan bahwa sistem pertahanan udara Rusia dan Iran mampu menargetkan jet Israel pada jarak jauh, berpotensi mencegatnya jauh sebelum mereka memasuki wilayah udara Iran. Hal ini akan memungkinkan Iran untuk melawan operasi Israel yang jauh dari perbatasannya sendiri.
Laporan dari Defense Arabic menyoroti bahwa jet tempur Israel mungkin berada ratusan mil jauhnya dari target utama mereka di Iran, mendekati jangkauan maksimum rudal balistik yang diluncurkan dari udara [ALBM] seperti “Rock” dan “Blue Sparrow.”
Rudal-rudal ini dimaksudkan untuk menetralkan radar pertahanan udara Iran. Namun, rudal-rudal itu diluncurkan lebih awal sebagai akibat dari gangguan tak terduga dari sistem radar Iran. Hal ini memaksa pilot Israel untuk membatalkan misi mereka dan kembali ke wilayah udara Israel lebih cepat dari yang direncanakan.
Pejabat Israel menyatakan keterkejutannya atas kemampuan radar Iran untuk mendeteksi jet F-35 Adir mereka, yang memaksa mereka untuk menembakkan muatan rudal balistik sebelum mencapai posisi peluncuran optimal yang dimaksudkan.
Menurut laporan tersebut, peluncuran rudal awal ini merupakan kejadian yang tak terduga, yang mencerminkan kemampuan canggih sistem radar Iran dalam mendeteksi pesawat siluman.
Ini menandai pertama kalinya sistem pertahanan udara Iran atau Rusia berhasil "mengunci" F-35 Israel, yang membuat pimpinan militer Israel lengah.
Pada bulan April 2024, Rusia dan Iran dilaporkan memetakan seluruh jaringan pertahanan udara Israel, yang memungkinkan Teheran merencanakan serangan rudal terhadap Israel.
Serangan ini, menurut Teheran, sangat efektif dalam menembus pertahanan Israel, yang menandai pergeseran keseimbangan kekuatan militer di kawasan tersebut.
Selain itu, ada laporan lain yang menyebutkan bahwa Rusia telah memasok Iran dengan sistem pertahanan udara S-400. Meskipun hal ini belum dikonfirmasi secara resmi, The New York Times mengutip sumber pada bulan Agustus 2024, yang menunjukkan bahwa pengiriman S-400 telah dimulai.
Media lokal Iran menguatkan laporan tersebut, di mana pejabat setempat mengonfirmasi bahwa sistem tersebut kemungkinan adalah S-400 buatan Rusia, yang mampu melacak dan menargetkan pesawat siluman pada jarak yang lebih jauh.
Meskipun perkembangan ini belum diverifikasi secara independen, hal ini menunjukkan bahwa S-400 dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan Iran untuk melawan pesawat Israel, termasuk F-35.
Namun, bahkan jika S-400 dikerahkan di Iran, para pakar berpendapat bahwa akan membutuhkan beberapa bulan untuk mengaktifkan sistem dan membuatnya beroperasi penuh. Garis waktu ini menunjukkan bahwa S-400, meskipun merupakan aset yang tangguh, tidak akan memainkan peran penting dalam serangan udara Oktober.
Meskipun demikian, prospek jaringan pertahanan udara canggih, termasuk S-300, dan S-400, dan sistem dalam negeri seperti Bavar-373, menimbulkan tantangan serius bagi dominasi udara Israel di wilayah tersebut.
Menurut laporan Bulgarian Military, Jumat (15/11/2024), insiden ini menggarisbawahi semakin canggihnya sistem pertahanan udara Iran, yang sekarang mencakup teknologi Rusia dan dalam negeri.
Keseimbangan kekuatan di kawasan itu sedang bergeser, dan Israel perlu memikirkan kembali pendekatannya dalam melakukan operasi udara dalam menghadapi pertahanan yang semakin canggih ini. Langit di Timur Tengah bukan lagi wilayah kekuasaan udara Israel yang tak tertandingi.
Sasaran serangan udara Zionis meliputi sistem rudal, infrastruktur, dan pos komando, yang semuanya dianggap penting secara strategis bagi operasi militer Iran.
Terlepas dari skala dan intensitas serangan udara Israel, dampaknya jauh lebih kecil dari yang diantisipasi sebelumnya.
Kerusakan yang ditimbulkan pada infrastruktur militer Iran sangat kecil—yang berkali-kali dikonfirmasi militer Teheran—, sehingga menimbulkan kecurigaan tentang efektivitas serangan udara Zionis.
Banyak analis yang bingung dengan hasil operasi yang relatif terkendali, mengingat pasukan Israel dilaporkan mengerahkan sekitar 100 pesawat tempur canggih, termasuk jet tempur siluman F-35 Adir.
Baca Juga
Ulah Amerika atau Kehebatan Sistem Rudal S-300?
Beberapa berspekulasi bahwa serangan Zionis sengaja dibatasi karena tekanan dari Washington, yang berusaha menghindari meningkatnya ketegangan menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat pada 5 November.
Pejabat AS dilaporkan memengaruhi cakupan operasi melalui pembagian intelijen, yang meredam pendekatan Israel.
Namun, informasi baru telah muncul, yang menunjukkan bahwa faktor utama di balik dampak terbatas dari serangan Israel mungkin adalah sistem pertahanan udara canggih Iran.
Menurut laporan dari Defense Arabic, intelijen Israel telah menunjuk kemampuan pertahanan udara Iran sebagai alasan utama untuk efek terbatas dari serangan udara pada 25-26 Oktober.
Secara khusus, disebutkan bahwa sistem pertahanan udara Iran berhasil menggagalkan serangan yang diluncurkan oleh jet tempur Israel, khususnya pesawat F-35 Adir yang canggih.
Iran memiliki berbagai sistem pertahanan udara yang mampu menargetkan pesawat canggih seperti F-35. Salah satu sistem yang paling menonjol adalah S-300.
Sistem pertahanan rudal buatan Rusia ini mampu mendeteksi dan melacak pesawat siluman pada jarak yang cukup jauh. S-300 dapat "mengunci" target seperti F-35, menggunakan radar dan kompleks rudal untuk mencakup wilayah udara yang luas.
Meskipun F-35 dirancang untuk memanfaatkan teknologi siluman guna mengurangi deteksi, efektivitas S-300 terhadap pesawat ini dapat terbatas, terutama jika F-35 menggunakan tindakan pencegahan dan taktik untuk menghindari deteksi.
Sistem Iran lainnya yang mampu menantang F-35 termasuk varian S-200 yang lebih modern dan sistem pertahanan rudal Iran yang baru, Bavar-373.
Bavar-373 adalah versi S-300 yang diproduksi di dalam negeri Iran, dan memiliki peningkatan signifikan dalam kemampuan deteksi dan serangan, terutama terhadap pesawat siluman.
Sistem ini dapat melacak dan menetralisir target dengan kemampuan manuver tinggi di ketinggian tempat F-35 biasanya beroperasi dengan lebih tepat.
Meskipun masih belum jelas bagaimana Bavar-373 akan bekerja dalam skenario pertempuran sesungguhnya, sistem ini diharapkan akan menghadirkan tantangan signifikan bagi pesawat Israel dalam konflik regional mendatang. Sistem ini sudah dianggap sebagai hambatan potensial bagi superioritas udara Israel di Timur Tengah, terutama karena terus diintegrasikan ke dalam strategi pertahanan Iran yang lebih luas.
Menurut Defense Arabic, laporan menunjukkan bahwa F-35 Israel "di-jammed" oleh radar pertahanan udara Iran saat terbang di atas wilayah udara Irak, jauh dari target yang dituju di Iran.
Sumber-sumber yang dikutip dalam laporan tersebut mengeklaim bahwa, pada titik ini, jet Israel masih ratusan kilometer jauhnya dari perbatasan Iran.
Kemampuan sistem pertahanan udara Iran untuk mendeteksi jet Israel pada jarak seperti itu merupakan perkembangan yang tidak terduga bagi para perencana militer Israel.
Sumber intelijen Israel telah mengindikasikan bahwa sistem pertahanan udara Rusia dan Iran mampu menargetkan jet Israel pada jarak jauh, berpotensi mencegatnya jauh sebelum mereka memasuki wilayah udara Iran. Hal ini akan memungkinkan Iran untuk melawan operasi Israel yang jauh dari perbatasannya sendiri.
Laporan dari Defense Arabic menyoroti bahwa jet tempur Israel mungkin berada ratusan mil jauhnya dari target utama mereka di Iran, mendekati jangkauan maksimum rudal balistik yang diluncurkan dari udara [ALBM] seperti “Rock” dan “Blue Sparrow.”
Rudal-rudal ini dimaksudkan untuk menetralkan radar pertahanan udara Iran. Namun, rudal-rudal itu diluncurkan lebih awal sebagai akibat dari gangguan tak terduga dari sistem radar Iran. Hal ini memaksa pilot Israel untuk membatalkan misi mereka dan kembali ke wilayah udara Israel lebih cepat dari yang direncanakan.
Pejabat Israel menyatakan keterkejutannya atas kemampuan radar Iran untuk mendeteksi jet F-35 Adir mereka, yang memaksa mereka untuk menembakkan muatan rudal balistik sebelum mencapai posisi peluncuran optimal yang dimaksudkan.
Menurut laporan tersebut, peluncuran rudal awal ini merupakan kejadian yang tak terduga, yang mencerminkan kemampuan canggih sistem radar Iran dalam mendeteksi pesawat siluman.
Ini menandai pertama kalinya sistem pertahanan udara Iran atau Rusia berhasil "mengunci" F-35 Israel, yang membuat pimpinan militer Israel lengah.
Pada bulan April 2024, Rusia dan Iran dilaporkan memetakan seluruh jaringan pertahanan udara Israel, yang memungkinkan Teheran merencanakan serangan rudal terhadap Israel.
Serangan ini, menurut Teheran, sangat efektif dalam menembus pertahanan Israel, yang menandai pergeseran keseimbangan kekuatan militer di kawasan tersebut.
Selain itu, ada laporan lain yang menyebutkan bahwa Rusia telah memasok Iran dengan sistem pertahanan udara S-400. Meskipun hal ini belum dikonfirmasi secara resmi, The New York Times mengutip sumber pada bulan Agustus 2024, yang menunjukkan bahwa pengiriman S-400 telah dimulai.
Media lokal Iran menguatkan laporan tersebut, di mana pejabat setempat mengonfirmasi bahwa sistem tersebut kemungkinan adalah S-400 buatan Rusia, yang mampu melacak dan menargetkan pesawat siluman pada jarak yang lebih jauh.
Meskipun perkembangan ini belum diverifikasi secara independen, hal ini menunjukkan bahwa S-400 dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan Iran untuk melawan pesawat Israel, termasuk F-35.
Namun, bahkan jika S-400 dikerahkan di Iran, para pakar berpendapat bahwa akan membutuhkan beberapa bulan untuk mengaktifkan sistem dan membuatnya beroperasi penuh. Garis waktu ini menunjukkan bahwa S-400, meskipun merupakan aset yang tangguh, tidak akan memainkan peran penting dalam serangan udara Oktober.
Meskipun demikian, prospek jaringan pertahanan udara canggih, termasuk S-300, dan S-400, dan sistem dalam negeri seperti Bavar-373, menimbulkan tantangan serius bagi dominasi udara Israel di wilayah tersebut.
Menurut laporan Bulgarian Military, Jumat (15/11/2024), insiden ini menggarisbawahi semakin canggihnya sistem pertahanan udara Iran, yang sekarang mencakup teknologi Rusia dan dalam negeri.
Keseimbangan kekuatan di kawasan itu sedang bergeser, dan Israel perlu memikirkan kembali pendekatannya dalam melakukan operasi udara dalam menghadapi pertahanan yang semakin canggih ini. Langit di Timur Tengah bukan lagi wilayah kekuasaan udara Israel yang tak tertandingi.
(mas)
tulis komentar anda