Melacak Jaringan Global Produk Palsu China
Rabu, 06 November 2024 - 07:21 WIB
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melaporkan bahwa lebih dari 10 persen produk medis di wilayah ini tidak berstandar atau palsu, dengan China memainkan peran penting dalam tren yang meresahkan ini.
Munculnya vaksin palsu China selama pandemi Covid-19 semakin menyoroti bahaya terkait obat palsu. Selain obat, sektor teknologi juga dibanjiri produk palsu, termasuk smarphone, laptop, dan aksesori.
Barang tiruan ini tidak hanya gagal memenuhi standar keamanan dan kualitas, tetapi juga berkontribusi pada masalah pencurian kekayaan intelektual yang terus berlanjut.
Pasar barang mewah juga terpengaruh, dengan merek-merek terkenal seperti Louis Vuitton, Gucci, dan Rolex terus berjuang melawan barang palsu yang merusak integritas merek mereka dan mengikis kepercayaan konsumen. Lonjakan e-commerce semakin mempercepat penyebaran barang palsu China.
Platform daring seperti Alibaba, Amazon, dan eBay telah menjadi tempat penting untuk penjualan produk palsu ini. Meski perusahaan-perusahaan itu telah mengambil berbagai langkah untuk mengatasi masalah ini, memberantas barang palsu dari penjualan daring tetap menjadi tantangan yang berat.
Uni Eropa (UE) menghadapi kerugian tahunan yang mengejutkan sebesar EUR16 miliar dan hilangnya hampir 200.000 pekerjaan, yang terutama disebabkan barang palsu di sektor pakaian, kosmetik, dan mainan.
Pengungkapan yang mengkhawatirkan ini muncul dari laporan terbaru Kantor Kekayaan Intelektual Uni Eropa (EUIPO). Sebagian besar barang palsu ini diproduksi di China.
Inti dari dilema ini adalah dugaan keterlibatan Partai Komunis China (CCP), yang dituduh secara langsung memfasilitasi atau secara tidak langsung membiarkan perdagangan barang palsu berkembang pesat melalui kelemahan regulasi dan kerja sama pemerintah daerah.
Meski secara resmi mengeklaim adanya upaya memerangi pemalsuan, CCP telah dikritik karena menutup mata terhadap aktivitas terlarang ini, yang sering kali demi keuntungan ekonomi dan politik.
Munculnya vaksin palsu China selama pandemi Covid-19 semakin menyoroti bahaya terkait obat palsu. Selain obat, sektor teknologi juga dibanjiri produk palsu, termasuk smarphone, laptop, dan aksesori.
Barang tiruan ini tidak hanya gagal memenuhi standar keamanan dan kualitas, tetapi juga berkontribusi pada masalah pencurian kekayaan intelektual yang terus berlanjut.
Pasar barang mewah juga terpengaruh, dengan merek-merek terkenal seperti Louis Vuitton, Gucci, dan Rolex terus berjuang melawan barang palsu yang merusak integritas merek mereka dan mengikis kepercayaan konsumen. Lonjakan e-commerce semakin mempercepat penyebaran barang palsu China.
Platform daring seperti Alibaba, Amazon, dan eBay telah menjadi tempat penting untuk penjualan produk palsu ini. Meski perusahaan-perusahaan itu telah mengambil berbagai langkah untuk mengatasi masalah ini, memberantas barang palsu dari penjualan daring tetap menjadi tantangan yang berat.
Uni Eropa (UE) menghadapi kerugian tahunan yang mengejutkan sebesar EUR16 miliar dan hilangnya hampir 200.000 pekerjaan, yang terutama disebabkan barang palsu di sektor pakaian, kosmetik, dan mainan.
Pengungkapan yang mengkhawatirkan ini muncul dari laporan terbaru Kantor Kekayaan Intelektual Uni Eropa (EUIPO). Sebagian besar barang palsu ini diproduksi di China.
Dugaan Keterlibatan CCP
Inti dari dilema ini adalah dugaan keterlibatan Partai Komunis China (CCP), yang dituduh secara langsung memfasilitasi atau secara tidak langsung membiarkan perdagangan barang palsu berkembang pesat melalui kelemahan regulasi dan kerja sama pemerintah daerah.
Meski secara resmi mengeklaim adanya upaya memerangi pemalsuan, CCP telah dikritik karena menutup mata terhadap aktivitas terlarang ini, yang sering kali demi keuntungan ekonomi dan politik.
tulis komentar anda