5 Fakta Bahrain Sahabat Dekat Israel, Termasuk Jalin Hubungan Gelap 2 Dekade
Senin, 04 November 2024 - 13:01 WIB
MANAMA - Kerajaan Bahrain menjadi salah satu negara Arab yang melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
Sebelum terang-terangan berdamai dengan Israel, negara kecil di Teluk tersebut sebenarnya sudah menjadi sahabat dekat rezim Zionis selama bertahun-tahun. Keduanya juga telah terlibat kerjasama intelijen jauh sebelum normalisasi hubungan diteken.
Kerajaan Bahrain mayoritas penduduknya adalah Muslim Syiah, namun keluarga kerajaan yang berkuasa adalah Muslim Sunni. Atas nama kekhawatiran terhadap ancaman Iran, Bahrain kemudian perlahan merapat ke Israel.
5 Fakta Bahrain Sehabat Dekat Israel
Kerajaan Bahrain secara resmi menjalin hubungan diplomatik dengan Israel pada September 2020. Kedua negara kemudian saling membuka kedutaan satu sama lain.
Langkah ini sebagai bagian dari kesepakatan yang dikenal sebagai Abraham Accords (Kesepakatan Abraham).
Kesepakatan ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, termasuk ekonomi, teknologi, dan keamanan.
Sebelum melakukan normalisasi hubungan, Kerajaan Bahrain tidak mengakui Negara Israel namun menjalin hubungan gelap atau klandestein selama dua dekade hingga tahun 1990-an.
Hubungan klandestein tersebut berkembang secara bertahap.
Pada bulan Oktober 1994, setelah Konferensi Madrid, menteri urusan lingkungan Israel, Yossi Sarid, berpartisipasi dalam sesi kelompok kerja multilateral tentang air dan lingkungan, yang diadakan di Manama, Ibu Kota Bahrain.
Di sana, Sarid bertemu dengan menteri luar negeri Bahrain, yang menandai kontak langsung pertama yang diketahui antara kedua negara.
Hubungan bilateral Bahrain-Israel, baik yang terbuka maupun klandestein, meningkat pesat setelah pergantian milenium, sebagian besar karena kekhawatiran elite Sunni atas ambisi negara tetangga; Iran.
Sebuah dokumen rahasia yang dibocorkan WikiLeaks mengungkapkan bahwa Raja Hamad bin Isa Al-Khalifa (berkuasa 6 Maret 1999–14 Februari 2002) memberi tahu duta besar Amerika Serikat di Manama bahwa dia telah menginstruksikan menteri informasinya untuk berhenti menggunakan diksi "musuh" atau "entitas Zionis" dalam merujuk ke Negara Israel.
Yossi Sarid, yang pernah menjabat sebagai menteri urusan lingkungan Israel, mengakui bahwa Bahrain menjalin hubungan keamanan dan intelijen dengan Israel melalui Mossad.
Pada suatu pertemuan di bulan Agustus 2005, menteri luar negeri Bahrain saat itu mengakui bahwa Bahrain memiliki hubungan "bisnis diam-diam" dengan Israel.
Menurut pengakuan Sarid, kepala perwakilan Israel di Bahrain (dan Teluk) sebenarnya adalah seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Israel yang sering bepergian ke seluruh negara Teluk dan menjalin hubungan dengan para pemimpin politik mereka. Beberapa orang menyebutnya sebagai "duta besar keliling" Israel di Teluk.
Shimon Peres, yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Israel, juga pernah bertemu secara diam-diam dengan para elite Bahrain, termasuk dengan Raja Hamad pada tahun 2009 di New York.
Bahrain tampaknya memiliki tempat yang hangat bagi Peres, sebagaimana tercermin dalam komentar Kementerian Luar Negeri Bahrain di akun Twitter-nya setelah kematian Peres pada tahun 2016, dan pengiriman perwakilan resmi ke pemakamannya di Israel.
Bahrain merupakan penerima manfaat teknologi Israel yang membantunya mengelola air dan mengatasi perubahan iklim. Itu diakui kerajaan tersebut setelah kedua negara melakukan normalisasi hubungan tahun 2020.
Kedua negara juga menjalin kerja sama di bidang perdagangan dengan nilai USD8,5 juta selama tujuh bulan pertama setelah menormalisasi hubungan.
"Itu tidak akan terjadi dalam semalam," kata Khaled Yousef Al-Jalahma, Duta Besar Bahrain untuk Israel, pada konferensi Startup Nation Central di Tel Aviv tahun lalu untuk menandai tiga tahun Kesepakatan Abraham.
Al-Jalahma mengatakan bahwa karena hubungan kedua negara masih baru, penting untuk berkolaborasi di sebanyak mungkin bidang, tetapi dia secara khusus menyebutkan beberapa bidang.
"Agrotech adalah teknologi yang sangat penting yang akan kami lihat dan teknologi yang menangani emisi karbon nol bersih akan menjadi teknologi lainnya," katanya.
Dia menunjuk pada kolaborasi dengan Sheba Medical Center Israel, tempat para dokter Bahrain akan bekerja di Israel dan Sheba bermaksud untuk membuka pusat inovasi di Bahrain.
Sebanyak 600 perusahaan Israel dan Bahrain baru-baru ini terhubung dan ada proyek untuk mempekerjakan pekerja Bahrain guna membantu mengisi pekerjaan di sektor teknologi Israel yang berkembang pesat.
Sebelum terang-terangan berdamai dengan Israel, negara kecil di Teluk tersebut sebenarnya sudah menjadi sahabat dekat rezim Zionis selama bertahun-tahun. Keduanya juga telah terlibat kerjasama intelijen jauh sebelum normalisasi hubungan diteken.
Kerajaan Bahrain mayoritas penduduknya adalah Muslim Syiah, namun keluarga kerajaan yang berkuasa adalah Muslim Sunni. Atas nama kekhawatiran terhadap ancaman Iran, Bahrain kemudian perlahan merapat ke Israel.
5 Fakta Bahrain Sehabat Dekat Israel
1. Lakukan Normalisasi Tahun 2020
Kerajaan Bahrain secara resmi menjalin hubungan diplomatik dengan Israel pada September 2020. Kedua negara kemudian saling membuka kedutaan satu sama lain.
Langkah ini sebagai bagian dari kesepakatan yang dikenal sebagai Abraham Accords (Kesepakatan Abraham).
Kesepakatan ini bertujuan untuk meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, termasuk ekonomi, teknologi, dan keamanan.
2. Terlibat Hubungan Gelap Dua Dekade
Sebelum melakukan normalisasi hubungan, Kerajaan Bahrain tidak mengakui Negara Israel namun menjalin hubungan gelap atau klandestein selama dua dekade hingga tahun 1990-an.
Hubungan klandestein tersebut berkembang secara bertahap.
Pada bulan Oktober 1994, setelah Konferensi Madrid, menteri urusan lingkungan Israel, Yossi Sarid, berpartisipasi dalam sesi kelompok kerja multilateral tentang air dan lingkungan, yang diadakan di Manama, Ibu Kota Bahrain.
Di sana, Sarid bertemu dengan menteri luar negeri Bahrain, yang menandai kontak langsung pertama yang diketahui antara kedua negara.
3. Raja Bahrain Berhenti Sebut Israel Musuh
Hubungan bilateral Bahrain-Israel, baik yang terbuka maupun klandestein, meningkat pesat setelah pergantian milenium, sebagian besar karena kekhawatiran elite Sunni atas ambisi negara tetangga; Iran.
Sebuah dokumen rahasia yang dibocorkan WikiLeaks mengungkapkan bahwa Raja Hamad bin Isa Al-Khalifa (berkuasa 6 Maret 1999–14 Februari 2002) memberi tahu duta besar Amerika Serikat di Manama bahwa dia telah menginstruksikan menteri informasinya untuk berhenti menggunakan diksi "musuh" atau "entitas Zionis" dalam merujuk ke Negara Israel.
4. Ada "Dubes Keliling" Israel di Bahrain untuk Teluk
Yossi Sarid, yang pernah menjabat sebagai menteri urusan lingkungan Israel, mengakui bahwa Bahrain menjalin hubungan keamanan dan intelijen dengan Israel melalui Mossad.
Pada suatu pertemuan di bulan Agustus 2005, menteri luar negeri Bahrain saat itu mengakui bahwa Bahrain memiliki hubungan "bisnis diam-diam" dengan Israel.
Menurut pengakuan Sarid, kepala perwakilan Israel di Bahrain (dan Teluk) sebenarnya adalah seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Israel yang sering bepergian ke seluruh negara Teluk dan menjalin hubungan dengan para pemimpin politik mereka. Beberapa orang menyebutnya sebagai "duta besar keliling" Israel di Teluk.
Shimon Peres, yang pernah menjabat sebagai Perdana Menteri Israel, juga pernah bertemu secara diam-diam dengan para elite Bahrain, termasuk dengan Raja Hamad pada tahun 2009 di New York.
Bahrain tampaknya memiliki tempat yang hangat bagi Peres, sebagaimana tercermin dalam komentar Kementerian Luar Negeri Bahrain di akun Twitter-nya setelah kematian Peres pada tahun 2016, dan pengiriman perwakilan resmi ke pemakamannya di Israel.
5. Bahrain Nikmati Teknologi Israel
Bahrain merupakan penerima manfaat teknologi Israel yang membantunya mengelola air dan mengatasi perubahan iklim. Itu diakui kerajaan tersebut setelah kedua negara melakukan normalisasi hubungan tahun 2020.
Kedua negara juga menjalin kerja sama di bidang perdagangan dengan nilai USD8,5 juta selama tujuh bulan pertama setelah menormalisasi hubungan.
"Itu tidak akan terjadi dalam semalam," kata Khaled Yousef Al-Jalahma, Duta Besar Bahrain untuk Israel, pada konferensi Startup Nation Central di Tel Aviv tahun lalu untuk menandai tiga tahun Kesepakatan Abraham.
Al-Jalahma mengatakan bahwa karena hubungan kedua negara masih baru, penting untuk berkolaborasi di sebanyak mungkin bidang, tetapi dia secara khusus menyebutkan beberapa bidang.
"Agrotech adalah teknologi yang sangat penting yang akan kami lihat dan teknologi yang menangani emisi karbon nol bersih akan menjadi teknologi lainnya," katanya.
Dia menunjuk pada kolaborasi dengan Sheba Medical Center Israel, tempat para dokter Bahrain akan bekerja di Israel dan Sheba bermaksud untuk membuka pusat inovasi di Bahrain.
Sebanyak 600 perusahaan Israel dan Bahrain baru-baru ini terhubung dan ada proyek untuk mempekerjakan pekerja Bahrain guna membantu mengisi pekerjaan di sektor teknologi Israel yang berkembang pesat.
(mas)
tulis komentar anda