Hamas Mungkin Tunjuk Pemimpin Baru dari Luar Gaza setelah Kematian Yahya Sinwar
Sabtu, 19 Oktober 2024 - 10:45 WIB
GAZA - Kelompok Palestina, Hamas, kemungkinan akan mengganti Yahya Sinwar dengan pemimpin politik baru yang bermarkas di luar Gaza.
Adapun saudara kandungnya, Mohammad Sinwar, diperkirakan akan mengambil peran yang lebih besar dalam mengarahkan perang melawan Israel di Wilayah tersebut, menurut para pakar.
Dalam menunjuk kepemimpinannya, Hamas harus mempertimbangkan tidak hanya preferensi pendukung utamanya, Iran, tetapi juga kepentingan negara Teluk Arab, Qatar.
Qatar saat ini menjadi tempat semua kandidat utama untuk mengambil alih jabatan kepala politbiro saat ini bermukim, Reuters melaporkan.
Sinwar, dalang serangan 7 Oktober 2023, tewas dibunuh pasukan Israel dalam baku tembak pada hari Rabu.
Ini merupakan kedua kalinya dalam waktu kurang dari tiga bulan, Hamas kehilangan pemimpin utamanya.
Pimpinan sebelumnya, Ismail Haniyeh, dibunuh di Iran pada bulan Juli yang kemungkinan besar dilakukan Israel.
Ketika Sinwar menggantikannya, dia menggabungkan kepemimpinan militer dan politik di Gaza, tetapi tampaknya hal itu tidak mungkin terjadi kali ini.
Setelah lebih dari setahun serangan Israel yang ganas yang menghantam Hamas, menewaskan ribuan pejuangnya dan melenyapkan tokoh-tokoh senior baik di dalam maupun di luar Gaza, tidak jelas bagaimana kelompok itu akan bangkit dari pukulan terbaru ini.
Wakil Sinwar, Khalil Al-Hayya, yang dipandang sebagai calon pengganti, menyampaikan pernyataan menantang pada hari Jumat, dengan mengatakan sandera Israel tidak akan dikembalikan sampai pasukan Israel mundur dari Gaza dan perang berakhir.
Hamas memiliki sejarah mengganti pemimpinnya yang tumbang dengan cepat dan efisien, dengan badan pembuat keputusan utamanya, Dewan Syura, yang bertugas menunjuk pemimpin baru.
Dewan Syura mewakili semua anggota Hamas di Jalur Gaza, Tepi Barat, penjara-penjara Israel dan Diaspora Palestina, yang berarti pemimpin baru harus memiliki wewenang memasuki pembicaraan gencatan senjata bahkan jika dia tidak berada di Gaza.
Saat ini Gaza masih menjadi tempat pejuang Hamas menyandera puluhan warga Israel.
Selain Hayya, yang merupakan kepala negosiator Hamas, pesaing utama kepemimpinan lainnya adalah Khaled Meshaal, pendahulu Haniyeh, dan Mohammad Darwish, tokoh yang kurang dikenal yang mengepalai Dewan Syura, menurut para analis dan sumber Hamas.
“Hamas perlu memberi tahu Qatar, yang telah memainkan peran utama dalam putaran perundingan gencatan senjata yang sejauh ini tidak membuahkan hasil, dan ibu kota regional lainnya sebelum keputusannya dibuat,” ungkap sumber tersebut.
Ashraf Abouelhoul, pakar masalah Palestina, memperkirakan tanggung jawab Sinwar akan dibagi menjadi dua peran, yakni satu peran mengawasi urusan militer dan peran lainnya menjalankan kantor politik, yang bertanggung jawab atas kontak internasional dan membentuk kebijakan.
“Iran adalah sekutu terkuat Hamas, yang mendukung kelompok tersebut dengan uang dan senjata, dan restu mereka adalah kunci untuk menentukan siapa yang akan menjadi penerus Sinwar,” papar Abouelhoul, pemimpin redaksi surat kabar milik negara, Al-Ahram, di Mesir.
Dia berharap Hamas akan tetap berpegang pada tuntutan inti dalam perundingan gencatan senjata di masa mendatang, terutama agar pasukan Israel mundur dari Gaza dan menghentikan perang.
Namun, Hamas dapat menunjukkan lebih banyak fleksibilitas pada beberapa kondisi, seperti perincian kesepakatan apa pun yang menukar sandera Israel dengan warga Palestina yang dipenjara Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyatakan pembunuhan Sinwar sebagai tonggak sejarah, tetapi perang belum berakhir, dengan mengatakan pertempuran akan terus berlanjut hingga para sandera dibebaskan.
Hamas didirikan pada tahun 1987 dan merupakan cabang dari gerakan Ikhwanul Muslimin. Keputusannya biasanya diambil melalui konsensus di lembaga-lembaga Hamas.
Dengan tewasnya Sinwar, kepemimpinan Hamas untuk Gaza untuk sementara diserahkan kepada wakilnya yang berdomisili di Qatar, Hayya.
“Namun, perang yang sedang berlangsung dan kesulitan komunikasi mungkin membatasi seberapa banyak kontak sehari-hari yang dapat dilakukan Hayya dengan orang-orang di lapangan, sehingga sayap bersenjata Brigade Qassam memegang kendali,” ujar para ahli.
Seorang sumber Hamas mengatakan Hayya diharapkan tidak akan menemui masalah dalam menjalankan perannya sebagai "pemimpin Gaza de facto".
Sumber tersebut mencatat Hayya telah menjaga hubungan baik dengan sayap militer dan dekat dengan Sinwar dan Haniyeh.
Akram Attallah, analis politik Palestina, mengatakan dia berharap sayap bersenjata akan menghormati wewenang Hayya, bahkan dari jauh.
Dia juga berharap Mohammad Sinwar akan muncul sebagai tokoh yang lebih penting dalam sayap bersenjata dan di Hamas, secara umum.
“Seorang komandan veteran Brigade Qassam, Mohammad Sinwar jarang muncul di depan umum, telah lama masuk dalam daftar orang paling dicari Israel dan telah selamat dari beberapa upaya pembunuhan terhadapnya,” ungkap sumber Hamas.
Para pejuang yang dipimpin Hamas menewaskan 1.200 orang dan menculik 250 orang lainnya selama serangan 7 Oktober, menurut penghitungan Israel.
Namun, sejak saat itu, telah diungkapkan Haaretz bahwa helikopter dan tank tentara Israel, pada kenyataannya, telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil yang diklaim Israel telah dibunuh Perlawanan Palestina.
Rezim kolonial rasis Israel saat ini telah membantai lebih dari 42.000 warga Palestina di Jalur Gaza.
Adapun saudara kandungnya, Mohammad Sinwar, diperkirakan akan mengambil peran yang lebih besar dalam mengarahkan perang melawan Israel di Wilayah tersebut, menurut para pakar.
Dalam menunjuk kepemimpinannya, Hamas harus mempertimbangkan tidak hanya preferensi pendukung utamanya, Iran, tetapi juga kepentingan negara Teluk Arab, Qatar.
Qatar saat ini menjadi tempat semua kandidat utama untuk mengambil alih jabatan kepala politbiro saat ini bermukim, Reuters melaporkan.
Sinwar, dalang serangan 7 Oktober 2023, tewas dibunuh pasukan Israel dalam baku tembak pada hari Rabu.
Ini merupakan kedua kalinya dalam waktu kurang dari tiga bulan, Hamas kehilangan pemimpin utamanya.
Pimpinan sebelumnya, Ismail Haniyeh, dibunuh di Iran pada bulan Juli yang kemungkinan besar dilakukan Israel.
Ketika Sinwar menggantikannya, dia menggabungkan kepemimpinan militer dan politik di Gaza, tetapi tampaknya hal itu tidak mungkin terjadi kali ini.
Setelah lebih dari setahun serangan Israel yang ganas yang menghantam Hamas, menewaskan ribuan pejuangnya dan melenyapkan tokoh-tokoh senior baik di dalam maupun di luar Gaza, tidak jelas bagaimana kelompok itu akan bangkit dari pukulan terbaru ini.
Wakil Sinwar, Khalil Al-Hayya, yang dipandang sebagai calon pengganti, menyampaikan pernyataan menantang pada hari Jumat, dengan mengatakan sandera Israel tidak akan dikembalikan sampai pasukan Israel mundur dari Gaza dan perang berakhir.
Hamas memiliki sejarah mengganti pemimpinnya yang tumbang dengan cepat dan efisien, dengan badan pembuat keputusan utamanya, Dewan Syura, yang bertugas menunjuk pemimpin baru.
Dewan Syura mewakili semua anggota Hamas di Jalur Gaza, Tepi Barat, penjara-penjara Israel dan Diaspora Palestina, yang berarti pemimpin baru harus memiliki wewenang memasuki pembicaraan gencatan senjata bahkan jika dia tidak berada di Gaza.
Saat ini Gaza masih menjadi tempat pejuang Hamas menyandera puluhan warga Israel.
Selain Hayya, yang merupakan kepala negosiator Hamas, pesaing utama kepemimpinan lainnya adalah Khaled Meshaal, pendahulu Haniyeh, dan Mohammad Darwish, tokoh yang kurang dikenal yang mengepalai Dewan Syura, menurut para analis dan sumber Hamas.
“Hamas perlu memberi tahu Qatar, yang telah memainkan peran utama dalam putaran perundingan gencatan senjata yang sejauh ini tidak membuahkan hasil, dan ibu kota regional lainnya sebelum keputusannya dibuat,” ungkap sumber tersebut.
Pembagian Tugas
Ashraf Abouelhoul, pakar masalah Palestina, memperkirakan tanggung jawab Sinwar akan dibagi menjadi dua peran, yakni satu peran mengawasi urusan militer dan peran lainnya menjalankan kantor politik, yang bertanggung jawab atas kontak internasional dan membentuk kebijakan.
“Iran adalah sekutu terkuat Hamas, yang mendukung kelompok tersebut dengan uang dan senjata, dan restu mereka adalah kunci untuk menentukan siapa yang akan menjadi penerus Sinwar,” papar Abouelhoul, pemimpin redaksi surat kabar milik negara, Al-Ahram, di Mesir.
Dia berharap Hamas akan tetap berpegang pada tuntutan inti dalam perundingan gencatan senjata di masa mendatang, terutama agar pasukan Israel mundur dari Gaza dan menghentikan perang.
Namun, Hamas dapat menunjukkan lebih banyak fleksibilitas pada beberapa kondisi, seperti perincian kesepakatan apa pun yang menukar sandera Israel dengan warga Palestina yang dipenjara Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyatakan pembunuhan Sinwar sebagai tonggak sejarah, tetapi perang belum berakhir, dengan mengatakan pertempuran akan terus berlanjut hingga para sandera dibebaskan.
Hamas didirikan pada tahun 1987 dan merupakan cabang dari gerakan Ikhwanul Muslimin. Keputusannya biasanya diambil melalui konsensus di lembaga-lembaga Hamas.
Dengan tewasnya Sinwar, kepemimpinan Hamas untuk Gaza untuk sementara diserahkan kepada wakilnya yang berdomisili di Qatar, Hayya.
“Namun, perang yang sedang berlangsung dan kesulitan komunikasi mungkin membatasi seberapa banyak kontak sehari-hari yang dapat dilakukan Hayya dengan orang-orang di lapangan, sehingga sayap bersenjata Brigade Qassam memegang kendali,” ujar para ahli.
Seorang sumber Hamas mengatakan Hayya diharapkan tidak akan menemui masalah dalam menjalankan perannya sebagai "pemimpin Gaza de facto".
Sumber tersebut mencatat Hayya telah menjaga hubungan baik dengan sayap militer dan dekat dengan Sinwar dan Haniyeh.
Akram Attallah, analis politik Palestina, mengatakan dia berharap sayap bersenjata akan menghormati wewenang Hayya, bahkan dari jauh.
Dia juga berharap Mohammad Sinwar akan muncul sebagai tokoh yang lebih penting dalam sayap bersenjata dan di Hamas, secara umum.
“Seorang komandan veteran Brigade Qassam, Mohammad Sinwar jarang muncul di depan umum, telah lama masuk dalam daftar orang paling dicari Israel dan telah selamat dari beberapa upaya pembunuhan terhadapnya,” ungkap sumber Hamas.
Para pejuang yang dipimpin Hamas menewaskan 1.200 orang dan menculik 250 orang lainnya selama serangan 7 Oktober, menurut penghitungan Israel.
Namun, sejak saat itu, telah diungkapkan Haaretz bahwa helikopter dan tank tentara Israel, pada kenyataannya, telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil yang diklaim Israel telah dibunuh Perlawanan Palestina.
Rezim kolonial rasis Israel saat ini telah membantai lebih dari 42.000 warga Palestina di Jalur Gaza.
Baca Juga
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda